Selamat Datang
Minggu, 03 November 2013
MAKALAH JACKDORSEY
PENDAHULUAN
Jejaring sosial Belum selesai dengan fenomena munculnya situs facebook, masyarakat dunia kembali menerima suatu inovasi teknologi komunikasi maya yakni dengan lahirnya situs jejaring sosial Twitter. Twitter adalah sebuah micro-blogging atau blog micro. Memang harus diakui bahwa twitter belum mampu untuk mengalahkan facebook, namun dengan kesederhanaan tampilan serta aplikasi yang terdapat di situs ini, twitter dapat menjawab tantangan sebuah media sosial untuk saling berkomunikasi secara simpel antar penggunanya. Twitter didirikan oleh 3 orang yaitu Jack Dorsey, Biz Stone, dan Evan Williams pada bulan Maret tahun 2006. Dan baru diluncurkan bulan Juli ditahun yang sama. Twitter adalah jejaring sosial dan micro-blogging dimana kita sebagai pengguna dapat memberikan informasi update (perbaruan) informasi tentang diri kita, bisnis dan lain sebagainya. Salah satu pengguna yang cukup banyak di Indonesia adalah dari kalangan artis. Sejak naiknya kepermukaan masalah kasus Luna Maya yang memberikan komentar pedas mengenai infotaiment di status twitternya. Maka, semakin banyak masyarakat yang penasaran seperti apakah situs jejaring sosial ini mampu menjadi tempat untuk menumpahkan segala perasaan penggunanya. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat saat ini cenderung lebih bersikap terbuka dengan blog pribadi ataupun status di sebuah situs jejaring sosial untuk menuliskan kejadian yang sedang dialaminya daripada harus bercerita dengan lingkungan sekitarnya. Secara psikologis, kita memang terkadang merasa ini cukup aneh. Namun, begitulah fenomena yang terjadi belakangan ini. Para pengguna blog atau situs jejaring sosial merasa lebih leluasa dalam menceritakan keluh kesahnya kepada blog dengan asumsi bahwa orang yang melihat tulisannya tersebut dapat memberikan masukan kepada dirinya, tanpa harus bertatap muka langsung dengan yang bersangkutan. Cukup simple dan sangat membantu dalam bertukar pikiran.
download
Kamis, 31 Oktober 2013
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
Dalam hal ini di sebut sebagai Pihak Pihak Pertama (Yang Menyewakan)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
Dalam hal ini disebut sebagai Pihak Kedua (Penyewa)
Dengan ini saya sebagai Pihak Pertama (Yang menyewakan) telah menyewakan sebidang tanah sawah saya dengan luas “…………………………..” kepada Pihak Kedua (Penyewa) dengan harga Rp. ……………………. (………………………….) Selama …… Tahun.
Apabila Pihak Pertama (Yang Menyewakan) tidak bisa menebus, maka Pihak Kedua (Penyewa) Tinggal Menambah Uang Untuk Dibeli.
Demikianlah surat perjanjian ini saya buat, agar dapat digunakan seperlunya.
Karangtalun Kidul, ………………………. 2013
Yang membuat pernyataan
Pihak Kedua Pihak Pertama
(Penyewa) (Yang Menyewakan)
(………………………..) (………………………)
Saksi-saksi
1. (……………………..) Mengetahui
Kepala Desa
2. (……………………..)
( …………………………….. )
Rabu, 30 Oktober 2013
Fabel
Anak
Katak yang Sombong dan Anak Lembu
Di tengah padang rumput yang sangat
luas, terdapat sebuah kolam yang dihuni
oleh berpuluh-puluh katak. Diantara katak- katak tersebut ada satu katak yang
bernama Kenthus, dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. Karena kelebihannya itu Kenthus menjadi
sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada anak katak yang lainnya yang dapat
mengalahkannya.
Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering
menasehati agar Kenthus tidak bersikap sombong pada teman-temannya yang lain.
Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak pernah dihiraukannya. Hal ini yang
menyebabkan teman-temannya menghindarinya. Hingga Kenthus tidak mempunyai teman
bermain lagi.
Pada suatu pagi, Kenthus berlatih
melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada seekor anak lembu yang sedang
bermain disitu. Sesekali anak lembu itu mendekati ibunya untuk menyedot susu.
Anak lembu itu sangat gembira sekali,dia berlari-lari dan sesekali menyenggok
rumput yang segar. Secara tidak sengaja,
lidah anak sapi yang dijulurkan terkena tubuh si Kenthus. “ huh, berani makhluk
ini mengusikku.” Kata Kenhtus dengan perasaan marah sambil mecoba menjauhi anak
lembu itu.
Sebenarnya anak lembu itu pula tidak
berniat untuk mengganggunya. Kebetulan pergerakannya sama dengan si Kenthus sehingga
menyebabkan Kenthus menjadi cemas dan melompat segera untuk menyelamatkan diri.
Sambil terengah-engah, Kenthus sampai di tepi kolam. Melihat Kenthus yang
kelihatan sangat capek, kawan-kawannya nampak heran. “ hai Kenthus, mengapa kam
terengah-engah, mukamu juga terlihat sangat pucat sekali”. Tanya
teman-temannya. “ tidak apa-apa. Aku hanya cemas saja. Lihatlah di tengah
padang rumput itu. Aku tidak tahu makhluk apa itu, tetapi makhluk itu sangat
sombong. Makhluk itu hendak menelan aku,” kata Kenthus.
Kakaknya yang baru tiba disitu
menjelaskan. “ makhluk itu anak lembu. Sepengetahuan kakak, anak lembu tidak
jahat. Mereka memang biasa di lepaskan di padang rumput ini setiap pagi.” “
tidak jahat? Kenapa kakak bias bilang seperti itu? Saya hamper ditelannya
tadi.” Kata Kenthus. “ ah, tidak mungkin. Lembu tidak makan katak atau ikan
tetapi hanya memakan rumput saja” jelas kakaknya lagi. “ saya tidak percaya
kakak. Tadi, aku dikejarnya dan hamper ditelan olehnya.” Cela Kenthus.
“ wahai kawan-kawan, aku sebenarnya aku
sebenarnya bias melawannya dengan mengembungkan diriku.” Kata Kenthus dengan
bangga. “ lawan saja Kenthus! Kamu tentu menang,” teriak anak-anak katak
beramai-ramai. “ sudahlah Kenthus. Kamu tidak dapat menandingi lembu itu.
Perbuatan kamu berbahaya. Hentikan!” kata kakak Kenthus berulang kali tetapi
Kenthus tidak memperdulikan nasehat kakaknya.
Kenthus terus mengebungkan dirinya,
karena dorongan dari teman-temannya. Sebenarnya, mereka sengaja memberi pelajaran kepada Kenthus yang sombng itu. “ sedikit
lagi Kenthus. Teruskan!” begitulah yang di teriakan oleh kawan-kawan Kenthus.
Setelah perut Kenthus mengembang dengan sangat besar, tiba-tiba Kenthus jatuh
lemas. Perutnya sangat sakit dan perlahan-lahan di kempiskannya. Melihat
keadaan adiknya yang lemas, kakak Kenthus lalu membantu.
Mujurlah Kenthus tidak apa-apa. Dia
sembuh seperti sedia kala tetapi sikapnya telah banyak berubah. Dia malu dan
kesel dengan sikapnya yang sombong.
ANAK
PIPIT DAN KERA
Tersebutlah
seekor kera yang tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian. Kera itu
di tinggalkan kawan- kawannya karena sombong dan mementingkan dirinya
sendiri.dia menganggap pohon tempat
tinggalnya itu miliknya sehingga kera-
kera lain tidak di izinkan tinggal
disana. Tapian mandi itu pun di anggap miliknya.
Ada
seekor itik yang selalu pergi ke tepian itu. Dia senang mandi sepuas- puasnya
di tepian itu setelah selesai mencari
makan dan kenyang perutnya
Pada
mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepian. Akan tetapi, ketika dia
melihat air di tepian menjadi keruh
setiap itik itu selesai dia pun marah.
“
Cih tak tau malu. Mandi di tepian orang lain.!maki kera kepada anak itik yang baru saja selesai mandi. “ bercerminlah dirimu
yang buruk rupa itu! Patuk mu seperti sudu ( paruh yang lebar) . matamu seperti
pampijit( kutu busuk)!
Sayapmu
lebar seperti kajang sebidang ( selembar atap dari dari daun rupah)! Jari- jari
mu berselaput jadi satu! Enyahlah kau,
itik jelek !itik malu dan sakit hati di cemooh seperti itu . ingin sekali dia menantang kera untuk berkelahi. Akan
tetapi, di atkut di kalahkan kera besar
itu. Dia pun menangis sepanjang
jalan menumpahkan kekesalan dan
kejengkelan nya.
Seekor induk pipit yangsedang member
makanan kepada anak- anaknya terkejut. Dia melongokan kepala dari
sarangnya yang tinggi di atas pohon.
“ Hai itik yang baik, mengapa engkau
menangis sepanjang jalan? Beri tahu
kepada ku apa sebabnya. Mungkin aku
dapat menolongmu!”
“ Kera besar di atas pohon di tepian itu menghinaku!”
jawab itik. Aku malu sekali! Itu sebabnya
aku menangis!” itik itu menangis lagi
sepeti tadi
“ Oooo begitu ! apa saja yang di
katakannya? “ itik menceritakan kembali semua caci maki yang di ucapkan kera . mendengar penjelasan
itik, induk pipit segera berkata , “ berhentilah menangis itik baik! Besok
kembalilah kesana dan mandilah sepuasmu !”
“ aku takut! Aku malu di maki
kera itu lagi!” makimu, balaslah!
Sebutlah dengan segala keburukannya!”
induk pipit pun mengajari
ituk membalas cemohan kera.
“ Terimakasih. Induk pipit yang
baik. Besok aku akan mandi lagi ke tepian dan nasehatmu kan ku turuti!” dengan perasaan tenang , itik
kembali ke rumah. Kekesalannya agak terhibur
dengan nasihat induk pipit.
“ Esok Tahu rasa kau, hai kera yang sombong !” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri .
Keesokan harinya, itik itu mandi
sepuas- puasnya di tepian sungai biasa.
Bukan main marahnya kera menyaksikan
itik mengeruhkan air di tempat itu lagi
“ Hei, berhenti! Apakah engkau tetap
tak punya rasa malu? “ jeritnya dari
atas dahan
Itik
pura- pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus mandi dan mengepak- ngepakan sayapnya. Setelah
puas., barulah dia naik ke tebing dan siap
pulang ke rumah.
Seperti kemarin, kera kembali
mencaci maki sepuas- puasnya. Dengan
tenang itik mendengarkan. Setelah kera puas mengungkapkan keburukan dan kejelekannya,
itik pun membalas.” Apakah engkau merasa cantik? Berkacalah di muka air di
tepian itu! Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar kepalamu seperti buah tandui
(sejenis kueni/mempelam yang tumbuh dihutan) dilumu (dimasukkan ke mulut sambil
diambil sarinya hingga tersisa biji dan ampasnya) telapak tanganmu hitam kotor!
Kuku-kukumu…”
Belum selesai itik membalas caciannya
kera ini segera memotong, “Lancang sekali mulutmu!” tentu ada binatang lain
yang membeti tau kepada kamu!
“Tentu
saja hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor induk pipit membuat sarang.
Dia lah yang mengajariku!”
“Kurang
ajar! Aku akan datang kesarangnya!”
Itik
begegas pulang ke rumahnya ia memberi
tahu induk pipit tentang niat busuk kera sombong itu. “Alangkah bodohnya
engkau! Kata indul pipit dengan kesal. “Seharusnya tidak kau sebutkan yang
mengajarimu! Rupamu bukan hanya jelek, tetapi engkau pun tolol!
Belum
sempat induk pipit bersiap-siap mengungsi, kera sudah mendatangi sarangnya dan
langsung menerkamnya. Akan tetapi, dengan sigap induk pipit terbang sayang,
anak pipit tidak sempat dibawa untuk menyelamatkan diri.
Dengan kejengkelan yang luar biasa
kera memasukan anak pipit ke dalam mulutnya. Sarang pipit diacak-acaknya.
Kemudia, dia duduk diatas pohon itu menanti induk pipit ke sarang untuk
menjemput anaknya. Pada saat itulah, induk pipit akan diterkamnya.
Anak pipit sedih berada dalam
kegelapan karena kera selalu mengatupkan mulutnya. Kera takut anak pipit itu
terbang. Dalam keadaan itu, anak pipit mengeluh seorang diri. Setiap keluhannya
dijawab kera dengan gumam.
“apakah
ibuku sudah datang?”
“Emmm-mmm….!”
“Apakah
Ibuku sudah mandi?”
“Emmm-mmm…
“Apakah
bapak dan ibu sudah tidur”
“Ha-ha-ha-ha-ha!”
Kera tidak dapat menahan geli. Dia
tertawa mengakak hingga mulutnya terbuka lebar, anak pipit tidak melewatkan
kesempatan baik itu dia terbang mencari induknya.
“Kurang
ajar!” Kera menympai sejadi-jadinya dia merasa tertipu. Mapalagi anak pipit itu
meninggalkan sesuatu diadalam mulutnya. Di daun lidahnya ada kotoran anak pipit
kera benar-benar merasa kalah bukan saja karena diringgal anak-anak pipit
melainkan karena mendapat kotoran anak pipit.
Kera marah bukan main. Akal sehatnya
hilang dia mencari sembili yang tajam dan kotoran anak pipit itu bukan di
kaisnya sama sembilu, melainkan lidahnya yang dipotong darah pun tak
henti-hentinya mengalir dari lidahnya. Dia menggelepar-gelempar kesakitan, lalu
jatuh dari dahan dan mati seketika. Tamat lah riwayat kera besar yang sombong
itu.
KENANGAN
TENTANG BUNDA
(Oleh:
Mudjibah Utami)
Brek! Via menghempaskan tubuhnya di
tempat tidur. Air matanya membasahi bantal. Hati via betul- betul terluka mendengar omongan Bi Jum. “ Lho
kenapa menangis? Tanya eyang putri cemas. Beliau meletakan obat dan segelas air
putih di meja. Via diam tidak
menjawab isaknya semakin jelas
terdengar. “ Eyang, benarkah bunda tidak mau mengurus via?” Tanyanya terpatah- patah. “ Siapa bilang?” Tadsi di
puskesmas Bi Jum bercerita kepada orang-
orang. katanya Bunda tidak mau mengurus Via. Bunda sibuk berkarir. Itulah sebabnya Via di asuh oleh
eyang. “ Eyang mengangguk-angguk mulai memahami persoalan via. Namun
beliau belum menanggapi pertanyaan
cucunya. “ Minum obat dulu ya? Nanti kita bicarakan hal ini, “ bujuk Eyang seraya membantu via
minum obat. Sesekali terdengar helaan nafas panjangnya. Pagi tadi
eyangnya menyuruh Bu Jum, pembantunya
mengantar Via berobat ke Pukesmas
Sudah dua hari Via pilek biasanya
eyang Sendiri yang mengantarkan Via berobat Namun tetangga sebelah meninggal. Eyang melayat ke sebelah. “
Benarkah Bunda tidak mau mengasuh Via, Eyang?” desak Via penasaran. Eyang
menatap lembut cucunya yang sedang sedih dan gelisah. Dengan penuh kasih sayang
tangannya yang keriput membelai Via “ Apakah Via merasa begitu?” Via tercenung.
Ya sepertinya ucapan Bi Sum ada benatnya juga. Bude Laras dan Bulik Prita ,
saudara Bunda mengasuh sendiri anak-anaknya. Meskipun mereka berkerja dikantor.
Sementara Via diasuh eyang. “ Bingung, Ya?” Via umumnya seorang anak memang
tinggal bersama orangtuanya. namun karena alasan tertentu, ada juga anak yang
tinggal dengan orang lain.” Dan alasan itu karena mereka tidak mau repot mengasuh anaknya, kan? “ potong via
sengit” Mmm, sebaiknya Via cari tahu
sendiri ya, jawabannya. Nanti eyang beri tahu caranya..” Via menatap Eyang tak
berkedip dengan senyum tetap tersungging di bibir Eyang beranjak mengambil
kertas dan bolpoin.” Dulu kalau Eyang kecewa terhadap seseorang Eyang menulis
semua hal tentang orang tersebut semua kenangan yang manis atas pun yang tidak
menyenangkan. Biasanya begitu selesai menulis hati Eyang lega. Pikiran pun
menjadi jernih. Sehingga Eyang bisa menilai orang itu dengan tepat. Via mau
mencoba cara itu? Tulislah kenangan tentang Bunda. Mudah-mudahan Via akan
menemukan jawaban. Eyang ke dapur dulu ya. Begitu eyang berlalu, Via meremas
kertas untuk apa menulis kenangan tentang bunda? Bikin tambah kesak aja. Plung!
Via melempar kertas ke tempat sampah. Langit begitu biru. Via menatap gumpalan
awan putih yang bergera. Dulu bunda bercerita tentang awan itu berlari karena
takut di gelitik angin. Kenangan Via kembali ke masa kecil. Bunda selalu
mendongeng menjelang tidur. Bunda selalu memandikan dan menyuapinya. Tugas itu
tidak pernah di gantikan pembantumeski bunda juga bekerja di kantor.
Tiba-tiba
jam kerja Bunda bertambah, karena hari sabtu libur. Bunda tiba di rumah paling
awal pukul 17.20. kini Via lebih banyak besama pembantu. Suatu ketika Bunda
pulang lebih awal karena tidak enak badan. Saat itu waktu bagi Via tidur siang
Namun pembantu mengajaknya main ke rumah tetangga. Bunda marah dan pembantu
ketakutan. Ia keluar, sambil menunggu pembantu baru. Via ikut Bunda ke kantor
sepulang sekolah. Mula-mula semua jalan lancar . Lalu Nia mulai sakit-sakitan.
Akhirnya ia harus opname. Dolter menduga Via kurang istirahat dan makan tidak
teratur. Bunda menangis mendengatnya ia merasa bersalah Eyang datang menawarkan
untuk mengasuh Vua di salatiga. Via
senang sekali ia tidak akan kesepian karena banyak sepupunya yang tinggal di
dekat rumah Eyangnya. Sebetulnya bunda keberatan namun demi kebaikan Via Bunda
pun rela Setiap awal bulan Ayah dan Bunda berganti ke Salatiga. Biasanya dia
tiba minggu pagi. Sore harinya mereka sudah kembali ke bandung karena esok
paginya harus ke kantor. Bunda pun menyempatkan diri mengambil rapot Via, atau
menemani Via Piknik sekolah. Saat ulang tahun via Ayah dan Bunda cuti untuk
merayakan bersama ah tiba-tiba aliran haru di dada Via. Keraguannya terhadap
kasih sayang bunda hilang sudah.” Via umumnya seorang anak memang tinggal
bersama orang tuanya namun karena alasan
tertentu ada juga tinggal dengan orang lain” kembali teringat kata-kata
Eyang Hop! Via bangkit meraih kertas dan
pena. Ia mulai menuliskan kenangannya tentang bunda sewaktu-waktu bila hatinya
ragu ia akan membaca tulisannya
kembali. Biarlah Bi Jum berpendapat bunda tidak mau mengasuh dirinya. Namun Via
yakin Bunda amat menyayanginya. Keyakinan itu akan ia jaga baik-baik. Via
menghela nafas lega kini ia tidak boleh begitu saja terpengaruh ucapan orang
lain.
LIMA
SEKAWAN
Pada suatu hari Anne
(adik Julian) dan George (Saudara Julian) mendapat surat dari Julian. Mereka
berdua sangat senang sekali dengan cepat mereka membaca surat itu. Ternyata
surat iru berisi liburan yang akan di dapat
Julian dan Dick selama beberapa hari
bertepatan dengan akhir pecan
yangpanjang pada pertengahan semester.
Anne dan George pun segera menyiapkan seluruh bekal untuk
perjalannan selama 5 Hari
Hari keberangkatan
tiba. Julian dan dick serta Anne, George, dan Timmy ( Anjing) berangkat
namun dengan arah yang berbeda. Mereka
berjanji untuk bertemu di sebuah kedai
minuman . Setelah semuanya berkumpul,
mereka memesan sandwich sebanyak
64 sandwich untuk bekal mereka. Pemilik toko
juga mengingatkan untuk berhati- hati karena disini banyak penjara
Mereka berlima
berangkat. Mereka akhirnya sampai dibukit
Kelinci disana banyak sekali kelinci. Begitu pula di hutan Arnab. Timmy segera mengejar kelinci- kelinci itu. Namun
sayang ia terjebak di liang
kelinci anne berusaha mengeluarkan timmy
setelah 30 menit, timmy bisa di
keluarkan. Mereka pun beristirajat dan
menyantap makanan yang mereka bawa
Setelah selesai mereka
Berangkat untuk melanjutkan ke Telaga Biru.namun di tengah jalan kaki
Timmy terkilir akibat kejadian tadi
. Julain gan George memutuskan ke wisma spiggi untuk mengobati kaki Timmy . sedangkan Anne dan Dick melanjut
ke penginapan
Anne dan Dick berangkat. Hari mulai gelap dan
hujan. Mereka hampir tersesat namun
akhirnya mereka menemukan sebuag rumah. Anne
pun tinggal di rumah itu, namun Dick harus tinggal di lumbung
Saat matahari muncul
mereka segaera pergi Namun mereka di ketehui
Maggi dan Dirty bahwa mereka telah
mengambil harta itu. Dirty Dicky segera mengejarnya, tetapi kaki Dirty Dick
terjebak di lumpur. Begiru pula dengan Maggi. Setelah lima sekawan sampai di kantor polisi, mereka menceritakan
semuanya dan para polisi segera
menangkap Dirty dan Dick serta Maggi.
Harta itu pun segera di kembalikan kepada pemiliknya Ratu Fallensia.
Mengantar
Matahari Pulang
Paman
Harjo seorang nelayan di waduk Gajah Mungkur, sebelumnya ia seorang petani,
sebelumnya lagi ia bekerja di percetakan. Negitu musim PHK, ia pulang untuk
menjadi petani. Akan tetapi, saat itu waduk Gajah Mungkur dibangun. Selain itu
menampung air, dinas perikanan juga menabur banyak bibit ikan. Paman Harjo
akhirnya beralih menjadi nelayan.
Bersama
istrinya, ia membangun warung apung diatas waduk. Drum-drum diikat disekitar
warung apung agar tidak tenggelam. Ia menyebutnya sebagai karamba. Warung apung
itu berupa restoran yang menjual makanan dengan lauk ikan. Juga dipakai untuk
memelihara ikan dengan jarring-jaring yang direndam di dalam waduk. Ikan-ikan
peliharaan maupun hasil tertangkapnya diolah dan disajikan Bibi.
Langganan
Paman kebanyakan pendatang dari jauh. Nila ingin ke warung apung paman, mereka
cukup memberi kode dari tepi waduk. Kemudian Parmin pembantu paman Harjo, akan
menjemput mereka memakai perahu temple para tamu sangat senang mereka bisa
menikmati keindahan tumbuh-tumbuhan disamping waduk gajah mungkur. Juga merasa
berdebar saat berada siatas kapal kecil di ombang-ambingkan riak air tawar.
Dalam sil-silah keluarga Paman adalah adik laki-laki Ibu. Sampai hari ini,
Paman belum dikaruniai seorang anak. Itu sebabnya, bila linuran tiba, paman
sering menjemput ku dijakarta tentu saja untuk diajak belibur dirumah Paman.
“Hari-hari disan hangan menyusahkan Pamanmu ya!”
pesan Ibu sewaktu kami berangkat.
Hidup ditengah sungai terasa begitu dingin akan
tetapi, pemandangan di waktu pagi luar bisa indahnya. Waduk itu cukup luas
tampak air sejauh mata memandang dengan batas gunung yang menjulang.
Kapal-kapal kecil nelayan bergoyang kecil di permainkan riak air.
“Hati-hati Pak! Andi kan belum terbiasa” seru Bibi
dari atas karamba. Paman hanya tertawa kapal kecil itu sangat lincah menyusur
membelah air waduk. Air yang tersibak dibelakangnya seperti ulat ralsasa yang
begitu lenyap dalam riak. Lami akhirnya tiba diapung-apung, yaitu tanda tempat
Paman meletakkan jaringnya. Kapal lalu dihentikan. Tangan-tangan kukuh Paman
segera mengangkat jaring. Beberapa ikan yang terjebak menggelepar mencoba
melepaskan diri. Paman memegang ikan itu dan memesukkan de dalam kerpis yang
sudah dipersiapkan.
“Ayo angkat dan pegang”! teriak paman. Aku mencoba
meniru paman walau agak takut, tetapi lama kelamaan aku jadi keasyikan sendiri.
Di sini Paman mengajariku banyak hal dari cara menangkap ikan, membelah,
membersihkan sisik, sampai cara memasaknya. Aku paling suka pepes ikan nila.
Rasanya
puas sekali mengangkat jarring-jaring yang sudah dipasang semalam. Ikan-ikan
itu bergoyang mencoba melepaskan diri dari mata jarring.
Kemudian
kami membawa ikan-ikan itu, memasaknya, dan menyajikan di warung makan Paman.
Ikan yang masih hidup dan segar kita masukkan ke dalam karamba.
“ikan-ikan ini adalah persediaan untuk kita taburkan
saat tidak musim ikan”, kata Paman sambil menaburkan makanan ikan di karamba.
Beberapa ikan berebutan menyambutnya. Aku ikut-ikutan menaburkan.
“warung itu akan ramai jika ada acara-acara di
tempat ini. Misalnya lomba dayung, lomba Sky air ataupun lomba laying gantung,”
Paman menerangkan.
Ternyata
waktu begitu singkat. Besok keluargaku akan menjemputku ke Jakarta pagi-pagi
sekali senuah mobil kijang warna metallic sudah berdiri di bibir pantai. Dari
sana ayah, Ibu dan adikku melambaikan tangan. Paman bergegas mengambil kapal
temple dan menjemputnya.
“Baru beberapa hari disini kamu sudah jadi gemuk
makan ikan terus ya?” ledek Ayah. Aku tersipu. “Cuma jadi agak hitam, tapi
malah bagus untuk anak lali-laki. Sahut Ibu
Paman
dan Bibi menyuguhi ikan bakar yang sangat harum dan sangat gurih rasanya. Aku
sudah berkali-kali menyantap makanan itu sehingga aku hafal betul kelezatannya.
“Apa yang paling menarik bagimu disini?” Tanya Ayah
“menyambut dan mengantar matahari pulang, ‘ Jawabku
pendek.
“Memang di Jakarta tidak ada matahari?” Tanya paman
“Ada, paman, tapi terhalang gedung-gedung bertingkat
itu mungkin yang menyebabkan orang-orang Jakarta kehilangan perasaan. Mereka
tidak pernah mengerti keagungan Tuhan. Tidak pernah tau betapa kecilnya kita
ditengah alam luas ini.”
Bapak
dan Ibu tertawa terbahak-bahak.
“Kau ajari apa anakku selama ini? Puisi tentang
kehidupan, yah” ntuduh Ibu pada paman sambil tertawa. Saat iru matahari begitu
indah menyusut di tengah warung Karamba.
Langganan:
Postingan (Atom)