Selamat Datang

Jumat, 16 Mei 2014

Laporan Prakerin Farmasi



BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN

           Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
           Kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat dalam kehidupan. Dengan memiliki hidup yang sehat seseorang dapat menjalani dan melakukan aktivitasnya dengan baik. Untuk meningkatkan kesehatan selain upaya yang dilakukan oleh diri sendiri dalam menjaga kesehatan, dibutuhkan juga adanya upaya yang menunjang pelayanan kesehatan diantaranya Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas, Posyandu, Apotek dan lainnya guna meningkatkan kesehatan masyarakat.
           SMK Karya Teknologi 2 Jatilawang menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yaitu tenaga  teknis kefarmasian dan pranata laboratorium klinik. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terampil, terlatih dan dapat mengembangkan diri baik sebagai pribadi maupun sebagai tenaga kesehatan berdasarkan nilai-nilai yang dapat menunjang upaya pembangunan kesehatan.
           Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas lulusan siswa SMK Kesehatan serta untuk menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan tenaga kesehatan khususnya SMK Karya Teknologi 2 Jatilawang yang mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Farmasi Komunitas dan Analis Kesehatan.
           Harapan utama dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini disamping keahlian siswa dalam bidang kesehatan, juga dituntut memiliki etos kerja yang baik, berkualitas, disiplin waktu dan keterampilan serta keuletan dalam bekerja. Disamping itu dengan adanya PKL diharapkan pihak sekolah mengetahui tentang kebutuhan tenaga teknis kesehatan sehingga mutu pengajaran dapat ditingkatkan guna tuntutan tersebut.
B.     TUJUAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
1.    Meningkatkan, memperluas dan memantapkan keterampilan yang membentuk kemampuan peserta didik sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan program pendidikan yang ditetapkan.
2.    Mengenal kegiatan-kegiatan penyelenggaraan program kesehatan masyarakat secara menyeluruh baik ditinjau dari aspek administrasi, teknis maupun sosial budaya.
3.    Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman kerja yang nyata dan langsung secara terpadu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, kesehatan farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, PBF, Gudang Farmasi, Apotek, dan penyuluhan obat kepada masyarakat.      
4.    Menumbuh kembangkan dan menetapkan sikap etis, terampil dan nasionalisme yang diperlukan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan bidangnya.
5.    Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memasyarakatkan diri pada suasana/ iklim lingkungan kerja yang sebenarnya.
6.    Meningkatkan, memperluas dan memantapkan proses penyerapan teknologi baru dari lapangan kerja ke sekolah dan sebaliknya.
7.    Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan serta meningkatkan penyelenggaraan pendidikan SMK kesehatan.
8.    Memberikan kesempatan masuk penempatan kerja.
C.    MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN
1.        Manfaat Bagi Siswa
a.    Dapat memperoleh gambaran dunia kerja yang nantinya berguna bagi siswa yang bersangkutan apabila telah menyelesaikan sekolahnya, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
b.    Dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang telah diperoleh pada masa sekolah dan sekalian menambah wawasan dan pengalaman.
c.    Dapat mengetahui perbandingan antara teori dan ilmu yang diperoleh selama bersekolah dengan praktik di lapangan.
d.   Meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab dalam kerja.
2.        Manfaat Bagi Akademik
a.    Dapat meningkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan khususnya Akademik dengan Instansi.
b.    Dapat mempromosikan keberadaan Akademik di tengah-tengah dunia kerja, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja yang terampil dan kompeten di bidang masing-masing.
3.        Manfaat Bagi Instansi
a.    Dapat meningkatkan kerjasama antara Akademik dengan Instansi/Lembaga.
b.    Membantu Instansi/Lembaga dalam menyelesaikan tugas sehari-hari selama Praktik Kerja Lapangan.
 



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A.    Pengertian Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 bahwa Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pengertian Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan, pegendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
B.     Tugas dan Fungsi Apotek
1.      Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi Apotek adalah:
a.          Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
b.         Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
c.          Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
d.         Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.      Personalia Apotek Tenaga Kerja yang mendukung kegiatan suatu Apotek adalah sebagai berikut :
a.          Apoteker Pengelola Apotek(APA) adalah seorang yang  bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup Apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik modal.
b.         Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
c.          Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
d.         Tenaga Teknis Kefarmasian adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah pengawasan Apoteker.
C.    Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-Undangan tentang Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:
1.         Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.         Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009  tentang Pekerjaan Kefarmasian.
3.         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
4.         Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
5.         Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
6.         Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
7.         Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
8.         Undang-Undang No. 419 Tanggal 22 Desember Tahun 1949 tentang Obat Keras.
9.         Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975 tentang Obat Bebas Terbatas.
10.     Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
11.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
12.     Peraturan Menteri Kesehatan No. 244 pasal 10 tentang pekerjaan kefarmasian di Apotek.
D.      PERSYARATAN APOTEK
Suatu Apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal untuk menyelenggarakan pelayanan Apotek di suatu tempat tertentu.
1.        Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan Apotek adalah sebagai berikut:
a.    Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b.    Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c.    Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
2.        Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah Apotek adalah :
a.    Tempat/Lokasi
Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.  Pada umumnya untuk daerah cilacap persyaratan jarak minimum antara Apotek menyatu pada Perda No. 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Perizinan Sarana dan Prasarana kesehatan 
b.    Bangunan
Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis. Luas bangunan untuk Apotek tidak ditentukan. Bangunan Apotek secara umum terdiri dari :
1.        Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2.        Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3.        Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4.        Ruang racikan.
5.        Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
6.        Bangunan Apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama Apotek.
3.        Perlengkapan Apotek
  Perlengkapan Apotek yang harus dimiliki antara lain :
1.        Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain.
2.        Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk Narkotika dan psikotropika.
3.        Wadah pengemas atau pembungkus dan etiket.
4.        Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep dan kwitansi.
5.        Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek.
4.        Tenaga Kerja/Personalia Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, personil Apotek dapat terdiri dari :
1.        Apoteker Pengelola Apotek(APA) adalah seorang yang  bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup Apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik modal.
2.        Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3.        Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
4.        Tenaga Teknis Kefarmasian adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah pengawasan Apoteker.
5.        Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di Apotek terdiri dari :
1.        Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan tenaga teknis kefarmasian, namun keberadaannya tidak harus ada, tergantung keperluan Apotek itu sendiri.
2.        Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.
3.        Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi Apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan Apotek.
E.       Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek
1.   TUGAS UTAMA:
Dalam pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan No. 244 dinyatakan bahwa, pekerjaan kefarmasian di Apotek meliputi:
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,       penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b.  Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan   farmasi lainnya.
c.  Pelayanan informasi mengenai perbekalan informasi farmasi. Dalam  keadaan pekerjaan kefarmasian seperti tersebut dalam pasal 10 di atas, seorang Apoteker dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.
    (sesuai pasal 23 ayat (1)).
2.   TANGGUNG JAWAB:
a.    Menyiapkan obat untuk kebutuhan pelayanan.
b.    Menyerahkan obat yang sudah disiapkan.
c.    Memberikan petunjuk yang jelas tentang aturan pemakaian obat.
d.   Memberikan pelayanan yang ramah kepada pasien dan atau pelanggan.
F.       Pengelolaan Obat di Apotek
Pengelolaan resep obat di Apotek
Begitu banyaknya resep obat yang masuk ke suatu Apotek, baik itu obat bebas,   bebas terbatas, keras, Narkotika dan psikotropika, maka pihak Apotek perlu melakukan pengelolaan pada resep obat yang diterima. Berikut adalah pengelolaannya.
a.  Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)
          Apoteker dapat menyerahkan Obat Keras tanpa resep dokter kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Adapun latar belakang dari keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah:
1.         Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
2.
     Meningkatkan peran Apoteker dalam KIE.
Oleh karena itu perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter di Apotek. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, yaitu :
1.         Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2 tahun     dan orang tua di atas 65 tahun.
2.         Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3.         Penggunaan tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus dilakukan oleh/bantuan tenaga kesehatan.
4.         Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5.         Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
        Dalam keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh Apoteker  harus memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :
1.         Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien.
2.         Membuat catatan pasien dan obat yang diberikan
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.
b.  Pengelolaan Narkotik dan Psikotropika
                 Tujuan diadakannya pengelolaan Narkotika dan Psikotropika adalah untuk mencegah penyalahgunaan obat Narkotika dan psikotropika. Sehingga obat-obat Narkotika dan Psikotropika harus ditangani secara khusus.
1.  Narkotika
Narkotika berdasarkan UU Kesehatan No. 35 tahun 2009, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
a) Pengeluaran   Narkotika
Narkotika hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Resep yang terdapat Narkotika diberi tanda garis bawah berwarna merah kemudian dipisahkan untuk dicatat dalam buku register Narkotika. Pencatatan meliputi tanggal, nomor resep, tanggal pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat pasien, dan nama dokter. Dilakukan pencatatan tersendiri untuk masing-masing nama obat Narkotika. Untuk setiap pengeluaran Narkotika dicatat dalam kartu stelling, kemudian dicatat pada buku Narkotika yang digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan bulanan yang dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai arsip yang dilaporkan setiap tanggal 10 tiap bulan. Untuk setiap penggunaan obat tersebut dicatat jumlah pengeluaran dan sisa yang ada, jika ada perbedaan dilakukan pengontrolan lebih lanjut. Hal ini untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan obat.
b) Pemusnahan  Narkotika
Sesuai dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 pemusnahan Narkotika harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(1)  Dikarenakan obat kadaluarsa.
(2) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan.
(3)   Dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat:
(a)  Nama, jenis, sifat dan jumlah.
(b)        Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
(c) Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan  (ditunjuk oleh MenKes).
(4) Ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan  Keputusan Menteri Kesehatan.
c)  Pelaporan
   Laporan penggunaan Narkotika setiap bulannya dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Laporan bulanan Narkotika berisi nomor urut, nama sediaan, satuan, jumlah pada awal bulan, pemasukan, pengeluaran, dan persediaan akhir bulan serta keterangan. Khusus untuk penggunaan morphin, pethidin, dan derivatnya dilaporkan dalam lembar tersendiri disertai dengan nama dan alamat pasien serta nama dan alamat dokter.

2.  Psikotropika
          UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika menyatakan bahwa Psikotropika adalah zat atau obat bukan Narkotika, baik alamiah maupun sintesa yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang Psikotropika adalah:
  a)  Menjamin ketersediaan Psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
   b)  Mencegah terjadinya penyalahgunaan Psikotropika.
   c)  Memberantas peredaran gelap Psikotropika.
(1). Pengadaan
Menurut UU No.5 tahun 1997 pemesanan Psikotropika menggunakan dua rangkap surat pesanan yang telah ditandatangani oleh Apoteker kepada PBF atau pabrik obat. Penyerahan Psikotropika oleh Apoteker hanya dapat dilakukan untuk Apotek lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pelayanan resep dokter.
(2).  Penyimpanan
Penyimpanan obat golongan Psikotropika belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat psikotropik cenderung disalahgunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat golongan Psikotropika diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.


(3).  Pengeluaran
Penggunan Psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat resep-resep yang berisi Psikotropika dalam buku register Psikotropika yang berisi nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, nama PBF, nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran, persediaan akhir, nama pasien dan nama dokter.
Penyerahan Psikotropika menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997:
a) Penyerahan Psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh Apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
b)  Penyerahan psikotropik oleh Apotek hanya dapat dilakukan  kepada Apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
c)  Penyerahan Psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
d) Penyerahan Psikotropika oleh Apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
e) Penyerahan Psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
Dilaksanakan dalam hal:
 (1) Menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan.
 (2) Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
 (3) Menjalankan tugas di daerah terpencil.
f) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(4)   Pemusnahan
       Pemusnahan Psikotropika dilakukan karena:
(a)   Kadaluarsa.
(b)   Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan.
(c)   Dilakukan dengan pembuatan berita acara yang memuat: nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk MenKes).
(5)   Laporan
Laporan penggunaan Psikotropika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten. Laporan bulanan Psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan serta.
c.  Pengelolaan Obat ED
              Obat-obat yang rusak dan kadaluarsa merupakan kerugian bagi Apotek, oleh karenanya diperlukan pengelolaan agar jumlahnya tidak terlalu besar. Obat-obat yang rusak akan dimusnahkan karena tidak dapat digunakan dan tidak dapat dikembalikan lagi ke PBF.
               Obat kadaluarsa yang dibeli oleh Apotek dapat dikembalikan ke PBF sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa yang ditetapkan oleh PBF 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa, tetapi ada pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsanya.
          Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 12 ayat (2), menyebutkan bahwa obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
          Pada pasal 13 menyebutkan bahwa pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola atau Apoteker Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan obat-obat Narkotika dan Psikotropika yang sudah kadaluarsa dilaksanakan oleh Apoteker dengan disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan dan sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek. Sedangkan untuk obat Non Narkotika-Psikotropika dilaksanakan oleh Apoteker dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek. 
G.      Pelayanan KIE
            Swamedikasi adalah salah satu bentuk layanan kefarmasian di Apotek. Yang mana swamedikasi di Apotek adalah usaha dari masyarakat yang ingin mengatasi masalah kesehatannya sendiri dengan bantuan Apoteker, baik menggunakan sediaan farmasi atau hanya sekedar informasi dan edukasi tanpa sediaan farmasi.
1.    Adapun tips untuk melakukan kegiatan Swamedikasi terhadap diri sendiri maupun orang-orang sakit disekitar kita, diantaranya :
a.    Kita sebagai pasien harus dapat membaca dan mencermati secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang disiapkan di dalam kemasan seperti komposisi zat aktif, indikasi, kontra indikasi, efek samping, interaksi obat, dosis dan cara penggunaan.
b.    Memilih obat dengan kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya jika gejala penyakitnya adalah pusing.
c.    Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk penggunaan jangka pendek saja (seminggu), karena jika gejala menetap atau bahkan makin memburuk maka pasien harus segera ke dokter.
d.   Perhatikan aturan pemakaian obat, seperti cara penggunaan, dosis, frekuensi pemakaian, obat digunakan sebelum atau sesudah makan dan sebagainya.
e.    Penting juga untuk memperhatikan masalah kontra indikasi dan atau makanan minuman atau obat lain yang harus dihindari ketika mengkonsumsi obat tersebut, bagaimana penyimpanannya.
2.    Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan pelayanan swamedikasi, anda berhak mendapat beberapa informasi, dalam bentuk pertanyaan oleh petugas atau tenaga kefarmasian di Apotek seperti tenaga teknis kefarmasian, maupun Apoteker, dengan arahan pertanyaan yang mendukung terapi Swamedikasi. Beberapa pertanyaannya adalah:
a.        W : who (untuk siapa obat tersebut). Petugas Apotek dapat dan berhak menanyakan, untuk siapa obat ini dikonsumsikan nantinya.
Tenaga di Apotek akan membantu anda dalam memonitor efek dari penggunaan obat dengan parameter siapa yang menggunakannya, apakah bayi, balita, anak-anak, dewasa atau kah ibu hamil dan menyusui.
b.         W : what symptoms (gejala apa yang dirasakan). Gejala ini juga penting untuk ditanyakan oleh petugas Apotek, karena gejala ini masih dapat diterapi dan disembuhkan, ataukah penyakit sudah menjangkit lebih jauh terhadap pasien tadi.
c.          H : how long (sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung). Faktor lamanya waktu gejala menentukkan, apakah konsep swamedikasi dapat dijalankan atau tidak. Bila memang sudah kronis serta akut, proses yang dapat ditempuh adalah memeriksakan penyakit ini ke tenaga medis, yang mendiagnosa, samapai mana tingkat progresifitas penyakit yang diderita pasien tersebut.
d.        A : action (tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut). Jika beberapa hal diatas sudah dianalisa, maka petugas di Apotek akan merekomendasikan terapi swamedikasi anda.
e.         M : medicine (obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien). Tidak kalah pentingnya, dengan menanyakan obat apa saja yang sudah anda gunakan, petugas di Apotek akan membandingkan, apakah ada efek alergi jika diberikan dengan sediaan baru, tingkat resistensi diri obat terhadap penyakit yang anda derita dan efek samping lain yang mungkin terjadi.

 


BAB III
TINJAUAN UMUM APOTEK

A.      Sejarah Apotek Nur Assyifa
            Apotek Nur Assyifa terletak di Jln. Gatot Subroto No.177 Gunung Simping, Apotek ini mendapat Surat Izin Apotek (SIA) pada tanggal 10 Juni 2010, dan persiapan untuk  membuka Apotek pada  tanggal  10-13  Juni 2010.
Apotek Nur Assyifa mulai buka pada tanggal 14 Juni 2010. Dokter praktek yang bekerja sama dengan Apotek Nur Assyifa adalah dokter  spesialis dalam.
B.       Stuktur Organisasi
Pemilik Sarana Apotek
dr. Rama Elgi Octavianto
Apoteker Pengelola Apotek
Dwi Wahyu Hartanti, S.Farm.Apt.
 Apoteker Pendamping
Ambar Sulistiawan, S.Farm.Apt.
Tenaga Umum
Nur Hamit

Administrasi
Desi Sartini

Asisten Apoteker
Vindi Arini

 














Stuktur organisasi Apotek Nur Assyifa dibuat antara lain bertujuan untuk memperjelas alur kerja karyawan Apotek Nur Assyifa memiliki beberapa karyawan yang terdiri dari APA, AA, Bendahara.
Tugas kewajiban masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
1.        Pemilik Sarana Apotek (PSA)
a.    Bersama dengan APA menentukan anggaran biaya keperluan Apotek.
b.    Mengadakan control terhadap jalannya Apotek.
c.    Mengadakan penelitian kembali system pengelolaan Apotek akhir tahun untuk mengetahui kemajuan Apotek.
2.        Apoteker Pengelola Apotek (APA)
a.         Tugas dan kewajiban APA adalah:
1)   Memimpin seluruh kegiatan termasuk mengawasi jalannya kerja karyawan, mengatur kerja serta pembagian tugas .
2)   Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan teknis Farmasi terutama di ruang peracikan.
3)   Pembinaan dan memberi petunjuk kepada karyawan dalam memberikan informasi kepada pasien.
4)   Mempertimbangkan asal-usul karyawan demi kemajuan apotek.
b.         Tanggung jawab APA adalah memimpin kegiatan di Apotek
c.         Wewenang APA adalah:
Apoteker berwenang untuk memimpin semua kegiatan Apotek diantaranya mengolah kegiatan pelayanan kefarmasian dan karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.        Apoteker Pendamping (Apend)
Tugas dan Kewajiban:
1.    Bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian selama APA tidak ada ditempat.
2.    Mengembangkan pelayanan kefarmasian, SDM, administrasi dan kemajuan Apotek.
3.    Melakukan pencatatan copy resep memberikan konseling pada pasien.
Tanggung Jawab dan Wewenang:
Apoteker pendamping bertanggung jawab penuh kepada APA dan melaksanakan tugas dan fungsi sebagai Apoteker pendamping sesuai dengan petunjuk dari APA
4.        Assisten Apoteker (AA)
a.    Tugas dan kewajiban Asisten Apoteker adalah mengerjakan pekerjaan sesuai profesinya.
b.    Tanggung jawab Asisten Apoteker adalah bertanggung jawab atas kebenaran tugas dari APA yang sudah diselesaikan.
c.    Wewenang Asisten Apoteker adalah Asisten Apoteker berwenang untuk menyelesaikan tugas pelayanan kefarmasian dengan batas pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
5.        Bagian Administrasi
a.    Tugas laporan harian, pencatatan, penjualan kredit, memcatat pembelian dan buku penerimaan barang, pecantatan hasil penjualan serta tagihan dan mencatat penjualan harian.
b.      Tanggung jawab bagian administrasi adalah bertanggung jawab sesuai tugas yang diberikan kepada APA.
c.       Wewenang bagian administrasi adalah melaksanakan semua kegiatan administrasi pembukuan dengan petunjuk dari APA.
6.        Tenaga Umum
          Membantu dalam segala bidang yang memerlukan bantuan dan membersihkan linkungan yang ada di lingkungan apotek.
C.      Pengelolaan Apotek
            Pengelolaan obat menjadi tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker berdasarkan PerMenKes 1332/MenKes/Per/X/2002 pasal 3, pengelolaan Apotek di daerah-daerah tertentu dapat ditanyakan sebagai pelaksanaan masa bakti seorang Apoteker yang bersangkutan. Daerah-daerah tertentu di tetapkan oleh menteri kesehatan.
          Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 3 tentang Apotek dijelaskan bahwa pengelolaan Apotek dapat diusahakan oleh:
1. Lembaga atau instansi pemerintahan dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan di daerah.
2.  Perusahaan milik Negara yang ditunjuk pemerintah.
3. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari menteri kesehatan.
            Struktur organisasi Apotek adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas koordinasi, kewenangan dan fungsi, yang dapat menentukan hubungan wewenang antara kedudukan seseorang dengan kewajibannya untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Agar menajemen Apotek dapat berjalan dengan baik maka struktur organisasi harus disusun dengan baik dan tepat.
1.      Pengelolaan Obat
            Apotek merupakan suatu badan usaha berkewajiban untuk mendistribusikan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Berdasarkan paket deregulasi obat pada tanggal 23 Oktober 1993, Apotek di perbolehkan secara langsung membeli obat kepada produsen (Industri Farmasi) tenpa melalui PBF serta diperbolehkan mengimpor obat.
            Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 47/MenKes/SK/11/1983 tentang kebijakan obat nasional, tujuan dari distribusi pembekalan farmasi khususnya obat adalah menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur serta mudah diperoleh yang membutuhkan pada saat diperlukan, terjamin mutu, keabsahan, ketepatankorasional dan efesien penggunaan obat, terlaksananya pengaman lalu lintas dan penggunaan obat serta pemerataan obat kepada masyarakat.
            Pengelolaan obat menyangkut berbagai tahap dan kegiatan yang seharusnya saling terkait antara satu dengan yang lain. Masing-masing tahap dalam kegiatan dalam pengadaan obat ini diharapkan dapat berjalan secara sinkron dan saling mengisi. Secara umum siklus pengelolaan dan penggunaan obat di Apotek akan mencakup tahap-tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penjualan (distribusi) dan penggunaan.
a.       Perencanaan Barang
            Perencanaan barang dikatakan baik jika pembelian memenuhi beberapa ketentuan antara lain yaitu komposisi produk sesuai dengan kebutuhan, pembelian mampu melayani jenis obat yang diperlukan pasien dan jumlah pembelian untuk keperluan rutindalam waktu sebulan telah menunjukkan keseimbangan dengan penjualan secara professional. Tujuan perencanaan adalah agar proses pengadaan perbekalan farmasi/ obat yang di apotek menjadi lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan anggaran yang tersedia. Fungsi perencanaan mencakup kegiatan dalam menetapkan sasaran-sasaran, pedoman-pedoman, garis-garis, besar yang akan dituju dan menentukan kebutuhan. Perhatian utama perencanaan adalah
1.    Upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran.
2.    Antisipasi terhadap ketidakpastian dan perubahan. Walaupun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, namun anda tetap saja harus berfikir  ke depan, apa yang harus dilakukan jika nanti ada perubahan terhadap kondisi yang diramalkan.
3.    Berusaha melakukan kegiatan ekonomis. Kegiatan di Apotek saat ini menuntut upaya mengurangi komponen biaya, antara lain dengan kegiatan yang efesien dan konsisten dengan tujuan/sasaran yang realistik
            Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan pengadaan perbekalan farmasi adalah.
1.        Pemilihan Pemasok.
            Dalam memilih pemasok ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan diantaranya legalitas pemasok (PBF), servis yang harus meliputi ketepatan waktu, ketepatan barang yang dikirim, ada tindaknya diskon atau ketepatan waktu ketepatan barang yang dikirim, ada tidaknya diskon atau bonus, layanan obat  kadaluarsa dan tenggang waktu penagihan, kwalitas obat dan perbekalan farmasi lain yang diberikan oleh pemasok. Ketersediaan obat yang dibutuhkan dan harga obat yang ditawarkan oleh pemasok.
2.        Ketersediaan barang/perbekalan farmasi
            Ketersediaan barng ini menyangkut beberapa hal yaitu sisa stok, rata-rata pemakaian obat dalam satu periode pemesanan, frekuensi pemakaian dan waktu tunggu pemesanan. Ada beberapa metode epidemiologi dan kombinasi antara keduanya. Pemilihan metode perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran masing-masing Apotek.
b.      Pengadaan Barang
            Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memnuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan dalam fungsi perencanaan penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penentuan anggaran pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan. Pengadaan barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker (AA) dengan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk pengadaan barang sebaiknya memperhatikan beberapa syarat yaitu:
1.        Pengadaan harus sesuai dengan tujuan atau perencanaan.
2.        Pengadaan harus sesuai dengan kemampuan anggaran.
3.        Cara pengadaan harus sesuai dengan ketentuan anggaran.
         Pengadaan barang/pembelian harus sesuai dengan hasil penjualan sehingga ada keseimbangan antara pembelian dan penjualan total, tetapi harus lebih rinci yaitu antara penjual. Keseimbangan ini tidak hanya antara pembelian dan penjualan total, tetapi harus lebih rinci yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis obat. Pemesanan barang dapat dilakukan melalui dua jalur yaitu langsung ke produsen (pabrik farmasi) dan melalui PBF. Proses pengadaan barang dengan cara pembelian dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:
1.      Persiapan
         Persiapan dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari defecta termasuk obat-obat baru ditawarkan supplier.
2.      Pemesanan
         Pemesanan dilakukan berdasarkan kebutuhan Apotek yang dapat diketahui jenis dan jumlah kebutuhan dari buku defecta. Pemesanan dilakukan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker. Untuk Pembelian obat dibedakan menjadi 3 yaitu
a.    SP untuk obat narkotika, format sudah ditentukan oleh PT. Kimia Farma sebagai distributor tunggal. SP dibuat rangkap 5, satu lembar (tembusan) untuk manager Kimia Farma, kuning (tembusan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, biru (tembusan) untuk Balai POM. Dalam satu SP hanya memuat satu item obat.
b.    SP untuk Psikotropika, format telah dibuat rangkap 2, satu lembar (asli) untuk PBF dan satu lembar (tembusan untuk arsip Apotek dan dalam satu SP dapat memuat lebih dari satu item obat, pemesanan bisa dan dilakukan selain PT. Kimia Farma.
c.    SP untuk obat keras, obat bebas dan persediaan yang lain. Format SP bebas dan setiap SP bisa memuat beberapa item obat. Umumnya SP lainnya untuk Apotek sebagai arsip yang digunakan pengecekan barang datang dan sebagai arsip pembelian Apotek. Setiap SP dibuat nomor sebagai pengaman untuk menghindari penyalahgunaan.
3.      Penerimaan barang
         Pada saat pengiriman barang, salesman membawa surat pesanan disertai faktur pembelian rangkap 4-5 lembar. Untuk Apotek diberikan 1 lembar tembusan sebagai arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut berisikan jumlah jumlah barang atau obat, macam barang atau oabat, harga barang atau obat, bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal jatuh tempo, faktur ini dibuat sebagai bukti  yang sah dari pihak kreditur mengenai traksaksi penjualan. SP digunakan untuk mencocokan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim.
4.      Penyimpanan
         Barang-barang yang datang di catat dalam buku pembelian, lalu Expired  date di catat dalam buku ED, kemudian barang disimpan dalam gudang atau dapat langsung dijual. Persediaan ini perlu disimpan dan tidak lembab penyusunan dan penyimpanan barang dilakukan secara sistematis dapat dikelompokan berdasarkan kategori teraupeutik (farmakologi). Bentuk sediaan (cair, semi pilot dan padat), FIFO, FEFO secara alfabetis, pabrik (produsen) dan sifat sediaan.
         Penyimpanan narkotik berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika, bahwa narkotika disimpan pada almari yang diletakkan di dinding atau menjadi satu kesatuan dengan almari yang besar. Almari tersebut mempunyai 2 kunci yang berbeda yang satu untuk menyimpan narkotika sehari-hari dan yang lainnya untuk narkotika persediaan dan morfin atau pethidin dan garam-garamnya.
         Faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam fungsi dan gudang adalah.
a.    Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar dari penyimpanan.
b.    Penggunaan tenaga manusia secara efektif jumlah karyawan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan biaya. Demikian juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan menimbulkan antrian di pusat pelayanan (Apotek, PBF, dan lain-lain) yang akan merugikan kedua belah pihak. Sehingga perlu diatus komposisi, jumlah karyawan dan pembagian kerja yang sesuai.
c.    Penggunaan ruangan yang tersedia dengan efesien, dari segi besarnya ruangan dan pembagian ruangan.
d.   Memelihara gedung dan peralatannya dengan sebaik mungkin.
e.    Menciptakan seuatu system yang lebih efektif untuk memperlancar arus barang. Barang yang datang lebih dulu harus dikeluarkan lebih dulu (metode FIFO) dan obat Expired date  lebih kuat harus dikeluarkan lebih dulu walaupun obat tersebut datangnya belakang.
5.       Pencatatan
         Faktur disalin kedalam buku penerimaan barang (buku pembelian), ditulis nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah, harga satuan, potongan harga dan total harga yang harus dibayar. Beberapa jumlah barang setiap pembelian dari catatan ini harus di waspadai jangan sampai jumlah pembelian tiap bulannya melebihi anggaran yang teelah ditetapkan, kecuali bila ada kemungkinan kenaikan harga (spekulasi memborong obat-obat yang fast moving.
6.      Pembayaran
         Bila sudah jatuh tempo tiap-tiap faktur dikumpulkan per debitur, masing-masing dibuatkan bukti kas keluar serta cek, atau giro, kemudian diserahkan kebagian keuangan untuk ditandatangani sebelum dibayar ke supplier. Pembayaran untuk obat jenis narkotika harus dilakukan secara CCD (Cash On Delivery). Pembayaran dapat dilakukan dengan cara berikut.
a.    Cash keras/ tunai/ Cash On Delivery (COD) yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung pada saat barang datang misalnya pada saat pembayaran obat narkotika.
b.    Cash lunak yaitu pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 1 hari sampai 2 hari minggu sesudah barang datang.
c.    Kredit, jangka waktu pembayaran bervariasi tergantung pada perjanjian dan biasanya diatas 2 minggu. Untuk Apotek baru pembayaran dilakukan secara tunai, setelah dilakukan pembelian 2 atau 3 kali selanjutnya dapat secara kredit.
         Suatu Apotek perlu mengadakan persediaan tetap (safety stock atau iron stok) Iuntuk menjamin kelancaran pelayanan. Dalam menentukan jumlah persediaan di Apotek, perlu di perhatikan hal-hal berikut:
a.       Dana yang tersedia
b.      Kapasitas gudang
c.       Keadaan harga dan besarnya diskon.
d.      Mudah tidaknya barang diperoleh.
         Kebijakan pengelolaan Apotek terutama dalam pengadaan barang-barang sangat menentukan keberhasilan usaha, tingkat laba kelancaran jalannya Apotek. Adanya beberapa macam pola pengadaan barang di apotek yaitu:
a.       Pengadaan secara berencana
b.      Pengadaan dalam jumlah terbatas.
c.       Pengadaan secara spekulatif.
         Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas dalam peraturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi (contoh Industri Farmasi) atau persediaan obat di apotek dan farmasi Rumah Sakit agar menjamin kelancaran pelayanan pasein, secara efektif dan efisien.
         Untuk pemesanan, perlu ditentukan bagaimana pemesanan beberapa jumlah yang disimpan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesenan dilakukan. Beberapa cara pengendalian persediaan barang:
a.    Membandingkan jumlah pembelian dengan jumlah penjualan tiap bulan. Agar persediaan obat di gudang tetap maka pembelian supaya diatur jangan berkurangnya atau menjadi menumpuk.
b.    Kartu gudang. Untuk mencatat mutasi setiap jenis barang sehingga setiap obat mempunyai jartu sendiri. Dengan melihat dan mengetahui mutasi obat pada kartu gudang maka persediaan obat di gudang di kendalikan.

c.    Cara defecta yang sistematis.
d.   Cara pembelian yang ekonomis.
7.    Penyimpanan obat
         Salah satu syarat yang digunakan untuk menyimpan obat atau perbekalan farmasi adalah gudang. Peranan gudang sangat diperlukan mengingat barang yang sudah dibeli tidak semuanya dapat langsung dijual. Oleh karena itu harus disimpan digudang dengan tujuan:
1.      Memudahkan pengawasan jumlah persediaan khususnya bagi obat yang mempunyai kadaluarsa.
2.      Supaya persediaan aman dan tidak mudah hilang.
3.      Menjaga stabilitas obat.
4.      Memudahkan dan mempercepat pelayanan karena penyimpanan dilakukan menurut system tertentu.
         Ruang dalam gudang sebaiknya dibagi-bagi dalam bagian-bagian keciluntuk penyimpanan obat tiap kelompok misalnya ruang obat jadi ruang bahan baku dan ruang alat kesehatan dengan persyaratan tertentu sesuai dengan persyaratan penyimpanan spesifikasi jobat lain maupun kontaminan yang berasal dari serangga.
Adapun syarat-syarat tempat penyimpanan adalah:
1.        Merupakan ruang tersendiri dalam apotek.
2.        Cukup aman, kuat dan dapat dikunci dengan baik.
3.        Tersedia rak yang cukup dan baik.
4.        Terhindar dari sinar matahari langsung.
5.        Bebas dari serangga atau hewan.



6.       Dilengkapi dengan pemadam kebakaran.
7.       Kering dan bersih
a.       Distribusi (penjualan)
Secara umum penjualan obat atau alat kesehatan (alkes) di Apotek dibagi menjadi dua, yaitu penjualan obat atau alkes melalui resep dokter dan penjualan obat atau alkes tanpa resep dokter.
1.       Penjualan obat melalui resep dokter
Penjualan obat melalui resep dokter merupakan penjualan terpenting bagi suatu Apotek. Penjualan dapat dilakukan secara kredit maupun kontan. Penjualan kontan ditujukan untuk umum yaitu pembayaran langsung harga obat yang dibeli pasien, sedangkan penjualan kredit ditujukan untuk pelanggan (pribadi atau instansi) sebagai usaha Apotek untuk mengembangkan jangkauan konsumen.
2.       Penjualan obat tanpa resep dokter
Penjualan obat tanpa resep dokter dapat berupa obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib Apotek (OWA),kosmetika, alat kesehatan dan barang-barang lain yang dijual di Apotek. Penjualan umum ini perlu pemberian informasi atau penjelasan secara professional mengenai cara penggunaan obatnya. Criteria obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter menurut PerMenKes No. 1332/MenKes/Per/X/2002 adalah :
a)       Tidak dikontra indikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b)      Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit
c)       Penggunaan tidak memerlukan cara / alat khusus yang khusus yang harus dilakukan oleh / bantuan tenaga kesehatan.
d)      Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e)       Memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter terdiri dari :
a.       Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh dijual bebas dan tidak terlalu berbahaya masyarakat dapat menggunakan sendiri tanpa pengawasan dari dokter. Obat bebas pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
b.       Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya mem,enuhi persyaratan. Obat ini penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam kemasan obat bebas terbatas pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
c.       Obat Wajib Apotek
Obat Wajib Apotek adalah obat dari golongan obat keras yang dapat diserahkan Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter dengan persyaratan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan, membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan dan memberikan informasi yang meliputi dosis dan aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Selain kedua tipe penjualan tersebut, dilakukan juga penjualan khusus pada dokter (untuk keperluan sendiri), rumah sakit, balai pengobatan dan lain-lain. Penjualan pada rumah sakir biasanya diberikan diskon khusus karena dilakukan dalam jumlah atau partai besar. Penjualan pada rumah sakit harus didasarkan pada surat pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab di rumah sakit.
Untuk obat yang kadaluarsa ada yang dapat dikembalikan ke PBF yang bersangkutan namun ada juga yang tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Beberapa PBF menetapkan batas waktu pengembalian selama 3 atau 4 bulan sebelum kadaluarsa, tapi ada pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsanya.
Berdasrakna Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/Per/X/2002 menyebutkan bahwa obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditujukan kepada Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dibuat berita acara pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola dan Apoteker Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Sedangkan untuk pemusnahan Narkotike dan Psikotropika dilakukan di Dinas Kesehatan.
2)      Pengelola Resep
Apotek Wajib melayani resep dokter, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pelayanan resep sepenuhnya adalah tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker wajib memberi informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional kepada pasien. Pengelolaan resep terdiri dari :
a)       Penerimaan Resep
Pasien datang membawa resep dan direahkan kepada petugas penerima resep kemudian resep diperiksa keaslian resep, dan kelengkapannya oleh asisten Apoteker / Apoteker, meliputi nama dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, jumlah dan jenis obat, tanda R/ pada bagian kiti teup penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, aturan pakai, nama dan nama dan umur pasien.
b)      Pemberian harga obat
Setelah itu, dicek ketersediaan obat yang diminta dan dosisnya. Jika persediaan obat ada maka resep diberi harga, kemudian resep diteruskan ke petugas kasir untuk penyelesaian pembayaran. Selanjutnya petugas kasir mencatat alamat penderita di belakang resep, memberikan bukti tanda pembayaran yang sah.
c)       Penyiapan resep
Resep yang telah dibayar dibawa ke bagian peracikan. Obat paten langsung disiapkan oleh Asisten Apoteker/Apoteker sedangkan untuk obat racikan, bahan bakunya disiapkan oleh Asisten Apoteker/Apoteker lalu dibuat oleh juru resep. Setelah obat selesai kemudian diberi etiket dan dicek ulang oleh Apoteker/Asisten Apoteker.
d)      Penyerahan obat
Obat yang sudah disiapkan, beserta resep asli dan bilamana diperlukan copy resep/kwitansi diteruskan ke bagian penyerahan obat. Sebelum diserahkan ke pasien dicocokkan dahulu untuk terakhir kalinya antara obat yang disiapkan dengan resep asli yang ditulis oleh dokter, kemudian memanggil penderita dan atau keluarganya dan meminta tanda pembayaran untuk dicocokkan dengan nomor resep yang sudah ditempelkan di balik resep, dan setelah cocok disatukan kedua bagian nomor resep tersebut di bagian belakang resep. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi mengenai aturan pakai obat, cara pakai, efek samping yang mungkin terjadi dan informasi lain yang dibutuhkan oleh pasien.
Pelayanan resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab Apoteker. Asisten Apoteker membutuhkan paraf/tanda tangannya diurutan terakhir dari stempel yang ada di balik resep. Resep beserta copy tanda pembayaran dikumpulkan urut dan diarsipkan.
Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981tentang ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5) disebutkan tentang resep sebagai berikut :
a) Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang–kurangnya 3 tahun.
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.
c) Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang–kurangnya petugas apotek



Pasien membawa resep
Apoteker /AA
1.Resep diteliti
2.resep diberi nomor
3.diberi harga

Need Assessment
Tanya :
-    Nama, alamat
-    Usia / BB
-    Riwayat pentakit
-    Riwayat pengobatan
-    Reaksi alergi
-                Kecocokan penyakit dengan obatnya ?
-    Dan lain-lain
-                 
Resep diserahkan kepada
Apoteker / AA
1.      Obat dilayani/dibuat
2.      Diberi etiket
3.      Kontrol ulang
4.      Obat siap diserahkan

Kasir
1.Menerima uang
2.Pasien diberi  Karcis nomor resep
Pasien bayar harga resep
Pasien mengembalikan karcis nomor resep
Resep diserahkan
Proses pelayanan resep di Apotek secara umu dapat dilihat pada gambar 2.


                                               










                     
         







Gambar 2. Skema Pelayanan Resep di Apotek
Dalam melayani obat dengan resep dokter, ada beberapa peraturan yang perlu diketahui, yaitu ;
a)       Apoteker tidak boleh mengganti obat generic dalam resep dengan obat paten.
Penggantian obat yang tertulis dalam resep harus mendapat persetujuan dari dokter penulis resep.
b)      Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan pada pasien agar dapat digunakan dengan tepat, aman dan rasional.
c)       Bila Apoteker berpendapat ada kekeliruan dalam resep atau penulisan tidak tepat, Apoteker harus memberitahu Dokter penulis resep.
Resep-resep yang telah dilayani (sudah diserahkan obatnya pada pasien), disimpan menurut tanggal dan nomor urutnya (untuk yang kontan) dan menurut debitur (nama langganan) untuk yang kredit. Resep-resep tersebut kemudian oleh Asisten Apoteker diberi harga lalu diserahkan kepada bagian tata usaha untuk dibuat tagihannya. Resep-resep kontan maupun kredit sebelum diarsipkan diberi tanggal agar mudah mencarinya kembali. Setiap resep yang mengandung narkotika dan Psikotropika biasanya diberi tanda garis merah dibawah nama obatnya dan dipisahkan dari resep yang lain.
Kemudian resep tersebut disusun dijadikan satu setiap bulannya berdasarkan golongannya. Narkotika dan Psikotropika yang dijual dengan resep dicatat dalam buku register psikotropika dan narkotika. Resep yang telah disimpan lebih dari 3 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai. Pemusnahan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurangnya satu orang petugas Apotek. Pemusnahan resep harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan dengan bentuk yang telah ditentukan, dibuat rangkap empat dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan seorang petugas Apotek yang ikut dalam pemusnahan. Berita acara memuat hari dan tanggal pemusnahan, tanggal yang terawal dan terakhir resep, berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.
3.       Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
Untuk pengelolaan narkotika dan psikotropika, ada peraturan khusus yang mengaturnya. Tujuan dibuat peraturan narkotika dan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaannya, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan memberantas adanya peredaran gelap. Setiap kegiatan dalam rangka peredaran narkotika dan psikotropika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1997 tentang Narkotika pasal 1 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan sedangkan berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 pasal 1, yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penanggung jawab dalam pengelolaan obat golongan narkotika adalah Apoteker pengelolaan narkotika dan psikotropika meliputi :
a)       Pemesanan narkotika dan psikotropika
Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma. (PBF yang mendapat ijin khusus dari pemerintah untuk menyalurkan narkotika). Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan rangkap 5 (lima) ditandatangani oleh APA dengan nomor SIK dengan Stempel Apotek sedangkan menurut IT No. 5 tahun 1997 pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh Apoteker Kepada PBF atau pabrik obat yang telah mendapat izin.
b)      Penyimpanan narkotika dan psikotropika
Obat narkotika harus disimpan dalam almari khusus sesuai persyaratan PerMenKes No. 28/MenKes/Per/1/1978 yaitu tempat harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai kunci yang kuat, dibagi dua pintu dengan kunci yang berlainan. Pintu pertama digunakan untuk menyimpan morfin, pethidin dan garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan pintu kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran + 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat menempel pada tembok atau lantai dengan cara dipaku atau disekrup. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh pegawai yang dikuasakan. Lemari khusus ditaruh ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Untuk penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat psikotropika cenderung disalah gunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.
c)       Pengeluaran narkotika dan psikotropika
Narkotika dan Psikotropika hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Apoteker tidak dibenarkan mengulang penyerahan obat atas resep dokter yang sama apabila resep aslinya mengandung narkotika, dan psikotropika. Penyerahan narkotika dan psikotropika dalam rangka pelayanan kesehatan hanya dilakukan oleh Apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter untuk daerah terpencil. Penyerahan narkotika dan psikotropika oleh Apotek hanya dapat dilakukan kepada Apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna atau pasien yang dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
Penyerahan narkotika dan psikotropika kepada dokter hanya dapat dilakukan dalam beberapa hal yaitu menjalankan praktik dokter dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dala keadaan darurat dan menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada Apotek. Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan serta melaporkan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika secara berkala.
d)      Pemusnahan narkotika dan psikotropika
Dalam melakukan pemusnahan narkotika dan psikotropika harus memperhatikan beberapa hal yaitu dikarenakan kadaluarsa atau karena tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan. Pemusnahan ini dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk oleh MenKes) dan ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
4.       Administrasi
Pengelolaan Apotek perlu ditunjang dengan kelengkapan administrasi, sehingga dapat memperlancar jalannya kegiatan Apotek. Kegiatan dibagian administrasi meliputi :
a)       Kesekretariatan atau pengelolaan administrasi
Tugas kesekretariatan meliputi surat-menyurat dan pembuatan laporan. Kelengkapan yang diperlukan adalah buku agenda, buku ekspedisi, blangko surat-menyurat dan lain-lain. Pengetikan laporan-laporan seperti laporan narkotika, psikotropika, tenaga kerja yang ada, laporan statistic resep dan obat generic berlogo, pemusnahan obat dan resep, monitoring obat dan lain-lain.
b)      Pembuatan dan pengiriman laporan
Laporan Apotek meliputi laporan narkotika, psikotropika. OWA, sttaistik resep dan obat generic, tenaga kerja, penggunaan alat kontrasepsi, monitoring obat, pemusnahan resep dan obat serta pajak. Laporan ini dikirim ke Dinas Kesehatan Kota dan Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi, Balai Besar POM dan arsip Apotek.
1)      Laporan Narkotika
Laporan ini dibuat setiap bulan berisi nomor urut, nama bahan atau sediaan satuan, sediaan awal bulan, penerimaan, penggunaan dan stok akhir. Laporan dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikut ke Dinas Kesehatan Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi, Balai POM dan arsip untuk Apotek.
2)      Laporan Psikotropika
Penggunaan psikotropika setiap bulan dilaporkan setiap bulan ke Kepala Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Propinsi, Kepala Balai POM dan sebagai arsip selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan psikotropika berisi nomor unit, nama bahan atau sediaan, satuan, sediaan, awal bulan, penerimaan, penggunaan dan stok akhir.