BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sehat adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan
merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat dalam kehidupan.
Dengan memiliki hidup yang sehat seseorang dapat menjalani dan melakukan
aktivitasnya dengan baik. Untuk meningkatkan kesehatan selain upaya yang dilakukan
oleh diri sendiri dalam menjaga kesehatan, dibutuhkan juga adanya upaya yang
menunjang pelayanan kesehatan diantaranya Rumah Sakit, Balai Pengobatan,
Puskesmas, Posyandu, Apotek dan lainnya guna meningkatkan kesehatan masyarakat.
SMK Karya
Teknologi 2 Jatilawang menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga
kesehatan yaitu tenaga teknis kefarmasian
dan pranata laboratorium klinik. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus
terampil, terlatih dan dapat mengembangkan diri baik sebagai pribadi maupun
sebagai tenaga kesehatan berdasarkan nilai-nilai yang dapat menunjang upaya
pembangunan kesehatan.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan
dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas lulusan siswa SMK Kesehatan serta untuk
menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan tenaga kesehatan khususnya SMK Karya
Teknologi 2 Jatilawang yang mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Farmasi
Komunitas dan Analis Kesehatan.
Harapan utama dari kegiatan Praktik
Kerja Lapangan ini disamping keahlian siswa dalam bidang kesehatan, juga
dituntut memiliki etos kerja yang baik, berkualitas, disiplin waktu dan
keterampilan serta keuletan dalam bekerja. Disamping itu dengan adanya PKL
diharapkan pihak sekolah mengetahui tentang kebutuhan tenaga teknis kesehatan
sehingga mutu pengajaran dapat ditingkatkan guna tuntutan tersebut.
B.
TUJUAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
1.
Meningkatkan,
memperluas dan memantapkan keterampilan yang membentuk kemampuan peserta didik
sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan
program pendidikan yang ditetapkan.
2.
Mengenal kegiatan-kegiatan
penyelenggaraan program kesehatan masyarakat secara menyeluruh baik ditinjau
dari aspek administrasi, teknis maupun sosial budaya.
3.
Memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman kerja yang nyata dan langsung
secara terpadu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, kesehatan farmasi Rumah
Sakit, Puskesmas, PBF, Gudang Farmasi, Apotek, dan penyuluhan obat kepada
masyarakat.
4.
Menumbuh kembangkan
dan menetapkan sikap etis, terampil dan nasionalisme yang diperlukan peserta
didik untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan bidangnya.
5.
Memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk memasyarakatkan diri pada suasana/ iklim lingkungan
kerja yang sebenarnya.
6.
Meningkatkan,
memperluas dan memantapkan proses penyerapan teknologi baru dari lapangan kerja
ke sekolah dan sebaliknya.
7.
Memperoleh masukan dan
umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan serta meningkatkan penyelenggaraan
pendidikan SMK kesehatan.
8.
Memberikan kesempatan
masuk penempatan kerja.
C.
MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN
1.
Manfaat Bagi Siswa
a. Dapat memperoleh gambaran dunia kerja yang nantinya berguna bagi
siswa yang bersangkutan apabila telah menyelesaikan sekolahnya, sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan dunia kerja.
b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang telah diperoleh
pada masa sekolah dan sekalian menambah wawasan dan pengalaman.
c. Dapat mengetahui perbandingan antara teori dan ilmu yang diperoleh
selama bersekolah dengan praktik di lapangan.
d. Meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab dalam kerja.
2.
Manfaat Bagi Akademik
a. Dapat meningkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan khususnya
Akademik dengan Instansi.
b. Dapat mempromosikan keberadaan Akademik di tengah-tengah dunia
kerja, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja
yang terampil dan kompeten di bidang masing-masing.
3.
Manfaat Bagi Instansi
a. Dapat meningkatkan kerjasama antara Akademik dengan
Instansi/Lembaga.
b. Membantu Instansi/Lembaga dalam menyelesaikan tugas sehari-hari
selama Praktik Kerja Lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 bahwa Apotek
adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan
farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pengertian Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang
dimaksud adalah pembuatan, pegendalian mutu sediaan farmasi pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
B. Tugas dan Fungsi Apotek
1. Berdasarkan
PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi Apotek adalah:
a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
b.
Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian.
c.
Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi
sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
d.
Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2. Personalia
Apotek Tenaga Kerja yang mendukung kegiatan suatu Apotek adalah sebagai berikut
:
a.
Apoteker Pengelola Apotek(APA) adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup
Apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika
bekerja sama dengan pemilik modal.
b.
Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek
di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam
tertentu pada hari buka Apotek.
c.
Apoteker Pengganti
adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker
Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan)
secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
d.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah mereka yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di bawah pengawasan Apoteker.
C.
Ketentuan Umum
dan Peraturan Perundang-Undangan tentang Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang diatur dalam:
1.
Undang-Undang No. 36
tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
3.
Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
4.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 tahun
2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
5.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
6.
Undang-Undang
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
7.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.
8.
Undang-Undang No. 419 Tanggal 22 Desember Tahun
1949 tentang Obat Keras.
9.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69
tanggal 5 November 1975 tentang Obat Bebas Terbatas.
10.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
11.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
12.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 244 pasal 10
tentang pekerjaan kefarmasian di Apotek.
D.
PERSYARATAN APOTEK
Suatu Apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat
Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik modal untuk menyelenggarakan pelayanan Apotek di suatu tempat
tertentu.
1.
Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan
bahwa persyaratan-persyaratan Apotek adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mendapatkan izin
Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal yang
telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk
sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain.
b.
Sarana Apotek dapat
didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar
sediaan farmasi.
c.
Apotek dapat melakukan
kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
2.
Beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah Apotek adalah :
a.
Tempat/Lokasi
Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Pada umumnya untuk daerah cilacap persyaratan
jarak minimum antara Apotek menyatu pada Perda No. 3 Tahun 2002 tentang
Retribusi Perizinan Sarana dan Prasarana kesehatan
b.
Bangunan
Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan
memenuhi persyaratan teknis. Luas bangunan untuk Apotek tidak ditentukan. Bangunan
Apotek secara umum terdiri dari :
1.
Ruang tunggu yang
nyaman bagi pasien.
2.
Tempat untuk mendisplai
informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3.
Ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk
menyimpan catatan medikasi pasien.
4.
Ruang racikan.
5.
Keranjang sampah yang
tersedia untuk staf maupun pasien.
6.
Bangunan Apotek harus
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang
memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan
nama Apotek.
3.
Perlengkapan Apotek
Perlengkapan Apotek yang harus dimiliki antara
lain :
1.
Alat pembuatan,
pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain.
2.
Perlengkapan dan
tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari
pendingin dan lemari khusus untuk Narkotika dan psikotropika.
3.
Wadah pengemas atau
pembungkus dan etiket.
4.
Alat administrasi
seperti blanko pesanan, salinan resep dan kwitansi.
5.
Buku standar yang
diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek.
4.
Tenaga
Kerja/Personalia Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002, personil Apotek dapat terdiri dari :
1.
Apoteker Pengelola Apotek(APA) adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup
Apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika
bekerja sama dengan pemilik modal.
2.
Apoteker Pendamping
adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan
atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3.
Apoteker Pengganti
adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker
Pengelola Apotek tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 (tiga bulan)
secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
4.
Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah pengawasan Apoteker.
5.
Sedangkan tenaga
lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di Apotek terdiri dari :
1.
Juru resep adalah
petugas yang membantu pekerjaan tenaga teknis kefarmasian, namun keberadaannya
tidak harus ada, tergantung keperluan Apotek itu sendiri.
2.
Kasir adalah orang
yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.
3.
Pegawai tata usaha
adalah petugas yang melaksanakan administrasi Apotek dan membuat laporan
pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan Apotek.
E.
Tugas dan Tanggung
Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek
1. TUGAS UTAMA:
Dalam pasal 10 Peraturan Menteri
Kesehatan No. 244 dinyatakan bahwa, pekerjaan kefarmasian di Apotek meliputi:
a. Pembuatan, pengolahan,
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau
bahan obat.
b. Pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan
informasi mengenai perbekalan informasi farmasi. Dalam keadaan pekerjaan kefarmasian seperti tersebut
dalam pasal 10 di atas, seorang Apoteker dapat dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian.
(sesuai
pasal 23 ayat (1)).
2. TANGGUNG JAWAB:
a. Menyiapkan obat untuk kebutuhan pelayanan.
b. Menyerahkan obat yang sudah disiapkan.
c. Memberikan petunjuk yang jelas tentang aturan pemakaian obat.
d. Memberikan pelayanan yang ramah kepada pasien dan atau pelanggan.
F.
Pengelolaan Obat di Apotek
Pengelolaan
resep obat di Apotek
Begitu banyaknya resep obat yang masuk
ke suatu Apotek, baik itu obat bebas, bebas
terbatas, keras, Narkotika dan psikotropika, maka pihak Apotek perlu melakukan
pengelolaan pada resep obat yang diterima. Berikut adalah pengelolaannya.
a.
Pengelolaan Obat Wajib Apotek (OWA)
Apoteker dapat
menyerahkan Obat Keras tanpa resep dokter kepada pasien.
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990
tentang Obat Wajib Apotek. Adapun latar belakang dari keputusan Menteri
Kesehatan tersebut adalah:
1.
Meningkatkan pengobatan sendiri secara
tepat, aman, dan rasional.
2. Meningkatkan peran Apoteker dalam KIE.
2. Meningkatkan peran Apoteker dalam KIE.
Oleh karena itu perlu ditetapkan
keputusan menteri kesehatan tentang obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter di Apotek. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep,
yaitu :
1.
Tidak dikontraindikasikan untuk wanita
hamil, anak dibawah 2 tahun dan orang tua di atas
65 tahun.
2.
Tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit.
3.
Penggunaan tidak memerlukan cara/alat
khusus yang harus dilakukan oleh/bantuan tenaga kesehatan.
4.
Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia.
5.
Memiliki rasio khasiat keamanan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam
keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh Apoteker harus
memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :
1.
Memenuhi ketentuan dan batasan tiap
jenis obat per pasien.
2.
Membuat catatan pasien dan obat yang
diberikan
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.
b. Pengelolaan Narkotik dan Psikotropika
Tujuan diadakannya pengelolaan Narkotika
dan Psikotropika adalah untuk mencegah penyalahgunaan obat Narkotika dan
psikotropika. Sehingga obat-obat Narkotika dan Psikotropika harus ditangani
secara khusus.
1. Narkotika
Narkotika berdasarkan UU Kesehatan
No. 35 tahun 2009, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
a)
Pengeluaran Narkotika
Narkotika
hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Resep yang terdapat Narkotika
diberi tanda garis bawah berwarna merah kemudian dipisahkan untuk dicatat dalam
buku register Narkotika. Pencatatan meliputi tanggal, nomor resep, tanggal
pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat pasien, dan nama dokter.
Dilakukan pencatatan tersendiri untuk masing-masing nama obat Narkotika. Untuk
setiap pengeluaran Narkotika dicatat dalam kartu stelling, kemudian dicatat
pada buku Narkotika yang digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan
bulanan yang dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai arsip yang dilaporkan
setiap tanggal 10 tiap bulan. Untuk setiap penggunaan obat tersebut dicatat jumlah
pengeluaran dan sisa yang ada, jika ada perbedaan dilakukan pengontrolan lebih
lanjut. Hal ini untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan obat.
b)
Pemusnahan Narkotika
Sesuai
dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 pemusnahan Narkotika harus dilakukan
dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Dikarenakan obat kadaluarsa.
(2)
Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan.
(3) Dilakukan dengan menggunakan berita acara
yang memuat:
(a) Nama, jenis, sifat dan jumlah.
(b) Keterangan
tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
(c)
Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk oleh MenKes).
(4)
Ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
c) Pelaporan
Laporan
penggunaan Narkotika setiap bulannya dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Laporan
bulanan Narkotika berisi nomor urut, nama sediaan, satuan, jumlah pada awal
bulan, pemasukan, pengeluaran, dan persediaan akhir bulan serta keterangan.
Khusus untuk penggunaan morphin, pethidin, dan derivatnya dilaporkan dalam
lembar tersendiri disertai dengan nama dan alamat pasien serta nama dan alamat
dokter.
2. Psikotropika
UU
No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika menyatakan bahwa Psikotropika adalah zat
atau obat bukan Narkotika, baik alamiah maupun sintesa yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Berdasarkan
UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang Psikotropika
adalah:
a) Menjamin ketersediaan Psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b) Mencegah
terjadinya penyalahgunaan Psikotropika.
c) Memberantas
peredaran gelap Psikotropika.
(1). Pengadaan
Menurut
UU No.5 tahun 1997 pemesanan Psikotropika menggunakan dua rangkap surat pesanan
yang telah ditandatangani oleh Apoteker kepada PBF atau pabrik obat. Penyerahan
Psikotropika oleh Apoteker hanya dapat dilakukan untuk Apotek lain, Rumah
Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pelayanan resep dokter.
(2). Penyimpanan
Penyimpanan obat
golongan Psikotropika belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat
psikotropik cenderung disalahgunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat
golongan Psikotropika diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.
(3). Pengeluaran
Penggunan Psikotropika perlu
dilakukan monitoring dengan mencatat resep-resep yang berisi Psikotropika dalam
buku register Psikotropika yang berisi nomor, nama sediaan, satuan, persediaan
awal, jumlah pemasukan, nama PBF, nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran,
persediaan akhir, nama pasien dan nama dokter.
Penyerahan Psikotropika
menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997:
a)
Penyerahan Psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh Apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
b) Penyerahan psikotropik oleh Apotek hanya dapat
dilakukan kepada Apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
c) Penyerahan Psikotropika oleh rumah sakit,
balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan kepada pengguna/pasien.
d)
Penyerahan Psikotropika oleh Apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep
dokter.
e)
Penyerahan Psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
Dilaksanakan dalam hal:
(1) Menjalankan praktik terapi dan
diberikan melalui suntikan.
(2) Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
(3) Menjalankan tugas di daerah terpencil.
f)
Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Pemusnahan
Pemusnahan
Psikotropika dilakukan karena:
(a) Kadaluarsa.
(b) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan.
(c) Dilakukan dengan pembuatan berita acara yang
memuat: nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal,
bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan (ditunjuk MenKes).
(5) Laporan
Laporan penggunaan Psikotropika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten. Laporan bulanan Psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan serta.
Laporan penggunaan Psikotropika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten. Laporan bulanan Psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan serta.
c.
Pengelolaan Obat ED
Obat-obat
yang rusak dan kadaluarsa merupakan kerugian bagi Apotek, oleh karenanya
diperlukan pengelolaan agar jumlahnya tidak terlalu besar. Obat-obat yang rusak
akan dimusnahkan karena tidak dapat digunakan dan tidak dapat dikembalikan lagi
ke PBF.
Obat kadaluarsa yang dibeli oleh Apotek dapat
dikembalikan ke PBF sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua
belah pihak. Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa yang ditetapkan oleh
PBF 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa, tetapi ada pula yang bertepatan
dengan waktu kadaluarsanya.
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 12 ayat
(2), menyebutkan bahwa obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu
hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
Pada pasal 13
menyebutkan bahwa pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola
Apotek atau Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang
karyawan Apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dengan bentuk yang
telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola
atau Apoteker Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
setempat. Pemusnahan obat-obat Narkotika dan Psikotropika yang sudah kadaluarsa
dilaksanakan oleh Apoteker dengan disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan dan
sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek. Sedangkan untuk obat Non Narkotika-Psikotropika
dilaksanakan oleh Apoteker dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek.
G.
Pelayanan KIE
Swamedikasi adalah salah satu bentuk layanan kefarmasian di Apotek.
Yang mana swamedikasi di Apotek adalah usaha dari masyarakat yang ingin
mengatasi masalah kesehatannya sendiri dengan bantuan Apoteker, baik
menggunakan sediaan farmasi atau hanya sekedar informasi dan edukasi tanpa
sediaan farmasi.
1. Adapun tips untuk melakukan kegiatan Swamedikasi terhadap diri
sendiri maupun orang-orang sakit disekitar kita, diantaranya :
a. Kita sebagai pasien harus dapat membaca dan mencermati secara
teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang disiapkan di dalam
kemasan seperti komposisi zat aktif, indikasi, kontra indikasi, efek samping,
interaksi obat, dosis dan cara penggunaan.
b. Memilih obat dengan kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
jika gejala penyakitnya adalah pusing.
c. Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk penggunaan jangka pendek saja
(seminggu), karena jika gejala menetap atau bahkan makin memburuk maka pasien
harus segera ke dokter.
d. Perhatikan aturan pemakaian obat, seperti cara penggunaan, dosis,
frekuensi pemakaian, obat digunakan sebelum atau sesudah makan dan sebagainya.
e. Penting juga untuk memperhatikan masalah kontra indikasi dan atau
makanan minuman atau obat lain yang harus dihindari ketika mengkonsumsi obat
tersebut, bagaimana penyimpanannya.
2. Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan
pelayanan swamedikasi, anda berhak mendapat beberapa informasi, dalam bentuk
pertanyaan oleh petugas atau tenaga kefarmasian di Apotek seperti tenaga
teknis kefarmasian, maupun Apoteker,
dengan arahan pertanyaan yang mendukung terapi Swamedikasi. Beberapa
pertanyaannya adalah:
a.
W : who (untuk siapa obat tersebut). Petugas Apotek dapat dan berhak
menanyakan, untuk siapa obat ini dikonsumsikan nantinya.
Tenaga di Apotek
akan membantu anda dalam memonitor efek dari penggunaan obat dengan parameter
siapa yang menggunakannya, apakah bayi, balita, anak-anak, dewasa atau kah ibu
hamil dan menyusui.
b.
W : what symptoms
(gejala apa yang dirasakan). Gejala ini juga penting untuk ditanyakan oleh
petugas Apotek, karena gejala ini masih dapat diterapi dan disembuhkan, ataukah
penyakit sudah menjangkit lebih jauh terhadap pasien tadi.
c.
H : how long
(sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung). Faktor lamanya waktu gejala
menentukkan, apakah konsep swamedikasi dapat dijalankan atau tidak. Bila memang
sudah kronis serta akut, proses yang dapat ditempuh adalah memeriksakan
penyakit ini ke tenaga medis, yang mendiagnosa, samapai mana tingkat
progresifitas penyakit yang diderita pasien tersebut.
d.
A : action (tindakan apa yang
sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut). Jika beberapa hal diatas sudah
dianalisa, maka petugas di Apotek akan merekomendasikan terapi swamedikasi anda.
e.
M : medicine (obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien). Tidak
kalah pentingnya, dengan menanyakan obat apa saja yang sudah anda gunakan,
petugas di Apotek akan membandingkan, apakah ada efek alergi jika diberikan dengan
sediaan baru, tingkat resistensi diri obat terhadap penyakit yang anda derita
dan efek samping lain yang mungkin terjadi.
BAB III
TINJAUAN UMUM APOTEK
A. Sejarah
Apotek Nur Assyifa
Apotek Nur Assyifa terletak di Jln. Gatot Subroto No.177
Gunung Simping, Apotek ini mendapat Surat Izin Apotek (SIA) pada tanggal 10
Juni 2010, dan persiapan untuk membuka
Apotek pada tanggal 10-13
Juni 2010.
Apotek Nur Assyifa mulai buka
pada tanggal 14 Juni 2010. Dokter praktek yang bekerja sama dengan Apotek Nur
Assyifa adalah dokter spesialis dalam.
B. Stuktur
Organisasi
Pemilik Sarana Apotek
dr. Rama Elgi Octavianto
|
Apoteker Pengelola Apotek
Dwi Wahyu Hartanti, S.Farm.Apt.
|
Apoteker Pendamping
Ambar Sulistiawan, S.Farm.Apt.
|
Tenaga Umum
Nur Hamit
|
Administrasi
Desi Sartini
|
Asisten Apoteker
Vindi Arini
|
Stuktur
organisasi Apotek Nur Assyifa dibuat antara lain bertujuan untuk memperjelas
alur kerja karyawan Apotek Nur Assyifa memiliki beberapa karyawan yang terdiri
dari APA, AA, Bendahara.
Tugas kewajiban masing-masing
bagian adalah sebagai berikut:
1.
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
a. Bersama
dengan APA menentukan anggaran biaya keperluan Apotek.
b. Mengadakan
control terhadap jalannya Apotek.
c. Mengadakan
penelitian kembali system pengelolaan Apotek akhir tahun untuk mengetahui
kemajuan Apotek.
2.
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
a.
Tugas dan kewajiban APA adalah:
1) Memimpin
seluruh kegiatan termasuk mengawasi jalannya kerja karyawan, mengatur kerja
serta pembagian tugas .
2) Mengatur
dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan teknis Farmasi terutama di ruang
peracikan.
3) Pembinaan
dan memberi petunjuk kepada karyawan dalam memberikan informasi kepada pasien.
4) Mempertimbangkan
asal-usul karyawan demi kemajuan apotek.
b.
Tanggung jawab APA adalah memimpin kegiatan di
Apotek
c.
Wewenang APA adalah:
Apoteker berwenang untuk
memimpin semua kegiatan Apotek diantaranya mengolah kegiatan pelayanan
kefarmasian dan karyawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3.
Apoteker Pendamping (Apend)
Tugas dan Kewajiban:
1. Bertanggung
jawab atas pelayanan kefarmasian selama APA tidak ada ditempat.
2. Mengembangkan
pelayanan kefarmasian, SDM, administrasi dan kemajuan Apotek.
3. Melakukan
pencatatan copy resep memberikan konseling pada pasien.
Tanggung
Jawab dan Wewenang:
Apoteker
pendamping bertanggung jawab penuh kepada APA dan melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai Apoteker pendamping sesuai dengan petunjuk dari APA
4.
Assisten Apoteker (AA)
a. Tugas
dan kewajiban Asisten Apoteker adalah mengerjakan pekerjaan sesuai profesinya.
b. Tanggung
jawab Asisten Apoteker adalah bertanggung jawab atas kebenaran tugas dari APA
yang sudah diselesaikan.
c. Wewenang
Asisten Apoteker adalah Asisten Apoteker berwenang untuk menyelesaikan tugas
pelayanan kefarmasian dengan batas pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
5.
Bagian Administrasi
a. Tugas
laporan harian, pencatatan, penjualan kredit, memcatat pembelian dan buku
penerimaan barang, pecantatan hasil penjualan serta tagihan dan mencatat
penjualan harian.
b. Tanggung
jawab bagian administrasi adalah bertanggung jawab sesuai tugas yang diberikan
kepada APA.
c. Wewenang
bagian administrasi adalah melaksanakan semua kegiatan administrasi pembukuan
dengan petunjuk dari APA.
6.
Tenaga Umum
Membantu
dalam segala bidang yang memerlukan bantuan dan membersihkan linkungan yang ada
di lingkungan apotek.
C.
Pengelolaan
Apotek
Pengelolaan
obat menjadi tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker berdasarkan PerMenKes
1332/MenKes/Per/X/2002 pasal 3, pengelolaan Apotek di daerah-daerah tertentu
dapat ditanyakan sebagai pelaksanaan masa bakti seorang Apoteker yang
bersangkutan. Daerah-daerah tertentu di tetapkan oleh menteri kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 3
tentang Apotek dijelaskan bahwa pengelolaan Apotek dapat diusahakan oleh:
1.
Lembaga atau instansi pemerintahan dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat
dan di daerah.
2. Perusahaan milik Negara yang ditunjuk
pemerintah.
3.
Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari
menteri kesehatan.
Struktur organisasi Apotek adalah bagan yang
menggambarkan pembagian tugas koordinasi, kewenangan dan fungsi, yang dapat
menentukan hubungan wewenang antara kedudukan seseorang dengan kewajibannya
untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan secara
efektif dan efesien. Agar menajemen Apotek dapat berjalan dengan baik maka
struktur organisasi harus disusun dengan baik dan tepat.
1.
Pengelolaan Obat
Apotek merupakan suatu badan usaha berkewajiban untuk
mendistribusikan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Berdasarkan paket
deregulasi obat pada tanggal 23 Oktober 1993, Apotek di perbolehkan secara
langsung membeli obat kepada produsen (Industri Farmasi) tenpa melalui PBF
serta diperbolehkan mengimpor obat.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No.
47/MenKes/SK/11/1983 tentang kebijakan obat nasional, tujuan dari distribusi
pembekalan farmasi khususnya obat adalah menjamin penyebaran obat secara merata
dan teratur serta mudah diperoleh yang membutuhkan pada saat diperlukan,
terjamin mutu, keabsahan, ketepatankorasional dan efesien penggunaan obat,
terlaksananya pengaman lalu lintas dan penggunaan obat serta pemerataan obat
kepada masyarakat.
Pengelolaan obat menyangkut berbagai tahap dan kegiatan
yang seharusnya saling terkait antara satu dengan yang lain. Masing-masing
tahap dalam kegiatan dalam pengadaan obat ini diharapkan dapat berjalan secara
sinkron dan saling mengisi. Secara umum siklus pengelolaan dan penggunaan obat
di Apotek akan mencakup tahap-tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
penjualan (distribusi) dan penggunaan.
a. Perencanaan
Barang
Perencanaan barang dikatakan baik jika pembelian memenuhi
beberapa ketentuan antara lain yaitu komposisi produk sesuai dengan kebutuhan,
pembelian mampu melayani jenis obat yang diperlukan pasien dan jumlah pembelian
untuk keperluan rutindalam waktu sebulan telah menunjukkan keseimbangan dengan
penjualan secara professional. Tujuan perencanaan adalah agar proses pengadaan
perbekalan farmasi/ obat yang di apotek menjadi lebih efektif dan efisien serta
sesuai dengan anggaran yang tersedia. Fungsi perencanaan mencakup kegiatan
dalam menetapkan sasaran-sasaran, pedoman-pedoman, garis-garis, besar yang akan
dituju dan menentukan kebutuhan. Perhatian utama perencanaan adalah
1. Upaya
untuk mencapai tujuan dan sasaran.
2. Antisipasi
terhadap ketidakpastian dan perubahan. Walaupun tidak ada yang tahu apa yang
akan terjadi dimasa yang akan datang, namun anda tetap saja harus berfikir ke depan, apa yang harus dilakukan jika nanti
ada perubahan terhadap kondisi yang diramalkan.
3. Berusaha
melakukan kegiatan ekonomis. Kegiatan di Apotek saat ini menuntut upaya
mengurangi komponen biaya, antara lain dengan kegiatan yang efesien dan
konsisten dengan tujuan/sasaran yang realistik
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun
perencanaan pengadaan perbekalan farmasi adalah.
1.
Pemilihan Pemasok.
Dalam memilih pemasok ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan diantaranya legalitas pemasok (PBF), servis yang harus meliputi
ketepatan waktu, ketepatan barang yang dikirim, ada tindaknya diskon atau
ketepatan waktu ketepatan barang yang dikirim, ada tidaknya diskon atau bonus,
layanan obat kadaluarsa dan tenggang
waktu penagihan, kwalitas obat dan perbekalan farmasi lain yang diberikan oleh
pemasok. Ketersediaan obat yang dibutuhkan dan harga obat yang ditawarkan oleh
pemasok.
2.
Ketersediaan barang/perbekalan farmasi
Ketersediaan barng ini menyangkut beberapa hal yaitu sisa
stok, rata-rata pemakaian obat dalam satu periode pemesanan, frekuensi
pemakaian dan waktu tunggu pemesanan. Ada beberapa metode epidemiologi dan
kombinasi antara keduanya. Pemilihan metode perencanaan disesuaikan dengan
kebutuhan dan anggaran masing-masing Apotek.
b. Pengadaan
Barang
Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan
kegiatan-kegiatan untuk memnuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan
dalam fungsi perencanaan penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik),
maupun penentuan anggaran pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan
dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan. Pengadaan
barang dapat dilakukan oleh Asisten Apoteker (AA) dengan persetujuan Apoteker
Pengelola Apotek (APA). Untuk pengadaan barang sebaiknya memperhatikan beberapa
syarat yaitu:
1.
Pengadaan harus sesuai dengan tujuan atau
perencanaan.
2.
Pengadaan harus sesuai dengan kemampuan
anggaran.
3.
Cara pengadaan harus sesuai dengan ketentuan
anggaran.
Pengadaan
barang/pembelian harus sesuai dengan hasil penjualan sehingga ada keseimbangan
antara pembelian dan penjualan total, tetapi harus lebih rinci yaitu antara
penjual. Keseimbangan ini tidak hanya antara pembelian dan penjualan total,
tetapi harus lebih rinci yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis
obat. Pemesanan barang dapat dilakukan melalui dua jalur yaitu langsung ke
produsen (pabrik farmasi) dan melalui PBF. Proses pengadaan barang dengan cara
pembelian dilakukan melalui beberapa tahapan berikut:
1.
Persiapan
Persiapan dilakukan dengan cara mengumpulkan data
barang-barang yang akan dipesan dari defecta termasuk obat-obat baru ditawarkan
supplier.
2.
Pemesanan
Pemesanan
dilakukan berdasarkan kebutuhan Apotek yang dapat diketahui jenis dan jumlah
kebutuhan dari buku defecta. Pemesanan dilakukan menggunakan surat pesanan (SP)
yang ditandatangani oleh Apoteker. Untuk Pembelian obat dibedakan menjadi 3
yaitu
a. SP untuk
obat narkotika, format sudah ditentukan oleh PT. Kimia Farma sebagai
distributor tunggal. SP dibuat rangkap 5, satu lembar (tembusan) untuk manager
Kimia Farma, kuning (tembusan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, biru
(tembusan) untuk Balai POM. Dalam satu SP hanya memuat satu item obat.
b. SP untuk
Psikotropika, format telah dibuat rangkap 2, satu lembar (asli) untuk PBF dan satu
lembar (tembusan untuk arsip Apotek dan dalam satu SP dapat memuat lebih dari
satu item obat, pemesanan bisa dan dilakukan selain PT. Kimia Farma.
c. SP untuk
obat keras, obat bebas dan persediaan yang lain. Format SP bebas dan setiap SP
bisa memuat beberapa item obat. Umumnya SP lainnya untuk Apotek sebagai arsip
yang digunakan pengecekan barang datang dan sebagai arsip pembelian Apotek.
Setiap SP dibuat nomor sebagai pengaman untuk menghindari penyalahgunaan.
3.
Penerimaan barang
Pada saat pengiriman barang, salesman membawa surat pesanan
disertai faktur pembelian rangkap 4-5 lembar. Untuk Apotek diberikan 1 lembar
tembusan sebagai arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan
ke PBF yang akan digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut
berisikan jumlah jumlah barang atau obat, macam barang atau oabat, harga barang
atau obat, bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal jatuh
tempo, faktur ini dibuat sebagai bukti
yang sah dari pihak kreditur mengenai traksaksi penjualan. SP digunakan
untuk mencocokan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim.
4.
Penyimpanan
Barang-barang yang datang di catat dalam buku pembelian,
lalu Expired date
di catat dalam buku ED, kemudian barang disimpan dalam gudang atau dapat
langsung dijual. Persediaan ini perlu disimpan dan tidak lembab penyusunan dan
penyimpanan barang dilakukan secara sistematis dapat dikelompokan berdasarkan
kategori teraupeutik (farmakologi). Bentuk sediaan (cair, semi pilot dan
padat), FIFO, FEFO secara alfabetis, pabrik (produsen) dan sifat sediaan.
Penyimpanan narkotik berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun
1976 tentang narkotika, bahwa narkotika disimpan pada almari yang diletakkan di
dinding atau menjadi satu kesatuan dengan almari yang besar. Almari tersebut
mempunyai 2 kunci yang berbeda yang satu untuk menyimpan narkotika sehari-hari
dan yang lainnya untuk narkotika persediaan dan morfin atau pethidin dan
garam-garamnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam fungsi dan
gudang adalah.
a. Masalah
keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar dari penyimpanan.
b. Penggunaan
tenaga manusia secara efektif jumlah karyawan yang berlebihan akan menyebabkan
pemborosan biaya. Demikian juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan menimbulkan
antrian di pusat pelayanan (Apotek, PBF, dan lain-lain) yang akan merugikan
kedua belah pihak. Sehingga perlu diatus komposisi, jumlah karyawan dan
pembagian kerja yang sesuai.
c. Penggunaan
ruangan yang tersedia dengan efesien, dari segi besarnya ruangan dan pembagian
ruangan.
d. Memelihara
gedung dan peralatannya dengan sebaik mungkin.
e. Menciptakan
seuatu system yang lebih efektif untuk memperlancar arus barang. Barang yang
datang lebih dulu harus dikeluarkan lebih dulu (metode FIFO) dan obat Expired date lebih kuat harus dikeluarkan lebih dulu
walaupun obat tersebut datangnya belakang.
5.
Pencatatan
Faktur disalin kedalam buku penerimaan barang (buku
pembelian), ditulis nomor batch, tanggal kadaluarsa, jumlah, harga satuan,
potongan harga dan total harga yang harus dibayar. Beberapa jumlah barang
setiap pembelian dari catatan ini harus di waspadai jangan sampai jumlah
pembelian tiap bulannya melebihi anggaran yang teelah ditetapkan, kecuali bila
ada kemungkinan kenaikan harga (spekulasi memborong obat-obat yang fast moving.
6.
Pembayaran
Bila sudah jatuh tempo tiap-tiap faktur dikumpulkan per
debitur, masing-masing dibuatkan bukti kas keluar serta cek, atau giro,
kemudian diserahkan kebagian keuangan untuk ditandatangani sebelum dibayar ke supplier.
Pembayaran untuk obat jenis narkotika harus dilakukan secara CCD (Cash On
Delivery). Pembayaran dapat dilakukan dengan cara berikut.
a. Cash
keras/ tunai/ Cash On Delivery (COD) yaitu pembayaran yang dilakukan secara
langsung pada saat barang datang misalnya pada saat pembayaran obat narkotika.
b. Cash
lunak yaitu pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 1 hari sampai 2 hari minggu
sesudah barang datang.
c. Kredit,
jangka waktu pembayaran bervariasi tergantung pada perjanjian dan biasanya
diatas 2 minggu. Untuk Apotek baru pembayaran dilakukan secara tunai, setelah
dilakukan pembelian 2 atau 3 kali selanjutnya dapat secara kredit.
Suatu Apotek perlu mengadakan persediaan tetap (safety stock atau iron stok) Iuntuk
menjamin kelancaran pelayanan. Dalam menentukan jumlah persediaan di Apotek,
perlu di perhatikan hal-hal berikut:
a.
Dana yang tersedia
b.
Kapasitas gudang
c.
Keadaan harga dan besarnya diskon.
d.
Mudah tidaknya barang diperoleh.
Kebijakan pengelolaan Apotek terutama dalam pengadaan
barang-barang sangat menentukan keberhasilan usaha, tingkat laba kelancaran
jalannya Apotek. Adanya beberapa macam pola pengadaan barang di apotek yaitu:
a.
Pengadaan secara berencana
b.
Pengadaan dalam jumlah terbatas.
c.
Pengadaan secara spekulatif.
Pengendalian persediaan adalah berhubungan dengan aktivitas
dalam peraturan persediaan bahan-bahan agar dapat menjamin kelancaran proses
produksi (contoh Industri Farmasi) atau persediaan obat di apotek dan farmasi
Rumah Sakit agar menjamin kelancaran pelayanan pasein, secara efektif dan
efisien.
Untuk pemesanan, perlu ditentukan bagaimana pemesanan
beberapa jumlah yang disimpan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan
pemesenan dilakukan. Beberapa cara pengendalian persediaan barang:
a.
Membandingkan jumlah pembelian dengan jumlah
penjualan tiap bulan. Agar persediaan obat di gudang tetap maka pembelian
supaya diatur jangan berkurangnya atau menjadi menumpuk.
b.
Kartu gudang. Untuk mencatat mutasi setiap
jenis barang sehingga setiap obat mempunyai jartu sendiri. Dengan melihat dan
mengetahui mutasi obat pada kartu gudang maka persediaan obat di gudang di
kendalikan.
c.
Cara defecta yang sistematis.
d.
Cara pembelian yang ekonomis.
7. Penyimpanan
obat
Salah satu syarat yang digunakan untuk menyimpan obat atau
perbekalan farmasi adalah gudang. Peranan gudang sangat diperlukan mengingat
barang yang sudah dibeli tidak semuanya dapat langsung dijual. Oleh karena itu
harus disimpan digudang dengan tujuan:
1.
Memudahkan pengawasan jumlah persediaan
khususnya bagi obat yang mempunyai kadaluarsa.
2.
Supaya persediaan aman dan tidak mudah hilang.
3.
Menjaga stabilitas obat.
4.
Memudahkan dan mempercepat pelayanan karena
penyimpanan dilakukan menurut system tertentu.
Ruang dalam gudang sebaiknya dibagi-bagi dalam bagian-bagian
keciluntuk penyimpanan obat tiap kelompok misalnya ruang obat jadi ruang bahan
baku dan ruang alat kesehatan dengan persyaratan tertentu sesuai dengan
persyaratan penyimpanan spesifikasi jobat lain maupun kontaminan yang berasal
dari serangga.
Adapun syarat-syarat tempat
penyimpanan adalah:
1.
Merupakan ruang tersendiri dalam apotek.
2.
Cukup aman, kuat dan dapat dikunci dengan baik.
3.
Tersedia rak yang cukup dan baik.
4.
Terhindar dari sinar matahari langsung.
5.
Bebas dari serangga atau hewan.
6. Dilengkapi dengan pemadam kebakaran.
7. Kering dan bersih
a. Distribusi (penjualan)
Secara umum penjualan obat
atau alat kesehatan (alkes) di Apotek dibagi menjadi dua, yaitu penjualan obat
atau alkes melalui resep dokter dan penjualan obat atau alkes tanpa resep
dokter.
1. Penjualan obat melalui resep dokter
Penjualan obat melalui resep
dokter merupakan penjualan terpenting bagi suatu Apotek. Penjualan dapat
dilakukan secara kredit maupun kontan. Penjualan kontan ditujukan untuk umum
yaitu pembayaran langsung harga obat yang dibeli pasien, sedangkan penjualan
kredit ditujukan untuk pelanggan (pribadi atau instansi) sebagai usaha Apotek
untuk mengembangkan jangkauan konsumen.
2. Penjualan obat tanpa resep dokter
Penjualan obat tanpa resep
dokter dapat berupa obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib Apotek
(OWA),kosmetika, alat kesehatan dan barang-barang lain yang dijual di Apotek.
Penjualan umum ini perlu pemberian informasi atau penjelasan secara
professional mengenai cara penggunaan obatnya. Criteria obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter menurut PerMenKes No. 1332/MenKes/Per/X/2002
adalah :
a) Tidak dikontra indikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b) Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit
c) Penggunaan tidak memerlukan cara / alat khusus yang khusus
yang harus dilakukan oleh / bantuan tenaga kesehatan.
d) Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e) Memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Obat-obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter terdiri dari :
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang
boleh dijual bebas dan tidak terlalu berbahaya masyarakat dapat menggunakan
sendiri tanpa pengawasan dari dokter. Obat bebas pada kemasannya terdapat tanda
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah
obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila
penyerahannya mem,enuhi persyaratan. Obat ini penggunaannya terbatas sesuai
dengan aturan yang tertera dalam kemasan obat bebas terbatas pada kemasannya
terdapat tanda lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
c. Obat Wajib Apotek
Obat Wajib Apotek adalah obat
dari golongan obat keras yang dapat diserahkan Apoteker kepada pasien di Apotek
tanpa resep dokter dengan persyaratan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis
obat perpasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan, membuat catatan
pasien serta obat yang telah diserahkan dan memberikan informasi yang meliputi
dosis dan aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang
perlu diperhatikan oleh pasien.
Selain kedua tipe penjualan
tersebut, dilakukan juga penjualan khusus pada dokter (untuk keperluan
sendiri), rumah sakit, balai pengobatan dan lain-lain. Penjualan pada rumah
sakir biasanya diberikan diskon khusus karena dilakukan dalam jumlah atau
partai besar. Penjualan pada rumah sakit harus didasarkan pada surat pesanan
(SP) yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab di rumah sakit.
Untuk obat yang kadaluarsa
ada yang dapat dikembalikan ke PBF yang bersangkutan namun ada juga yang tidak
sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Beberapa PBF menetapkan batas waktu
pengembalian selama 3 atau 4 bulan sebelum kadaluarsa, tapi ada pula yang
bertepatan dengan waktu kadaluarsanya.
Berdasrakna Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/Per/X/2002 menyebutkan bahwa obat
dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan
lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker
Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan Apotek yang
bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditujukan kepada Balai Pemeriksaan
Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dibuat berita acara pemusnahan
dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditanda tangani
oleh Apoteker Pengelola dan Apoteker Pengganti dan petugas Balai Pemeriksaan
Obat dan Makanan setempat. Sedangkan untuk pemusnahan Narkotike dan
Psikotropika dilakukan di Dinas Kesehatan.
2) Pengelola Resep
Apotek Wajib melayani resep
dokter, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu pelayanan
resep sepenuhnya adalah tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker
wajib memberi informasi tentang penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
kepada pasien. Pengelolaan resep terdiri dari :
a) Penerimaan Resep
Pasien datang membawa resep
dan direahkan kepada petugas penerima resep kemudian resep diperiksa keaslian
resep, dan kelengkapannya oleh asisten Apoteker / Apoteker, meliputi nama dan
alamat dokter, tanggal penulisan resep, jumlah dan jenis obat, tanda R/ pada
bagian kiti teup penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep,
aturan pakai, nama dan nama dan umur pasien.
b) Pemberian harga obat
Setelah itu, dicek ketersediaan
obat yang diminta dan dosisnya. Jika persediaan obat ada maka resep diberi
harga, kemudian resep diteruskan ke petugas kasir untuk penyelesaian
pembayaran. Selanjutnya petugas kasir mencatat alamat penderita di belakang
resep, memberikan bukti tanda pembayaran yang sah.
c) Penyiapan resep
Resep yang telah dibayar
dibawa ke bagian peracikan. Obat paten langsung disiapkan oleh Asisten
Apoteker/Apoteker sedangkan untuk obat racikan, bahan bakunya disiapkan oleh
Asisten Apoteker/Apoteker lalu dibuat oleh juru resep. Setelah obat selesai
kemudian diberi etiket dan dicek ulang oleh Apoteker/Asisten Apoteker.
d) Penyerahan obat
Obat yang sudah disiapkan,
beserta resep asli dan bilamana diperlukan copy resep/kwitansi diteruskan ke
bagian penyerahan obat. Sebelum diserahkan ke pasien dicocokkan dahulu untuk
terakhir kalinya antara obat yang disiapkan dengan resep asli yang ditulis oleh
dokter, kemudian memanggil penderita dan atau keluarganya dan meminta tanda
pembayaran untuk dicocokkan dengan nomor resep yang sudah ditempelkan di balik
resep, dan setelah cocok disatukan kedua bagian nomor resep tersebut di bagian
belakang resep. Obat diserahkan kepada pasien dengan pemberian informasi
mengenai aturan pakai obat, cara pakai, efek samping yang mungkin terjadi dan
informasi lain yang dibutuhkan oleh pasien.
Pelayanan resep sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Apoteker. Asisten Apoteker membutuhkan paraf/tanda
tangannya diurutan terakhir dari stempel yang ada di balik resep. Resep beserta
copy tanda pembayaran dikumpulkan urut dan diarsipkan.
Tata cara pemusnahan resep
telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 280/MenKes/V/1981tentang ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan
Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5) disebutkan tentang resep sebagai
berikut :
a)
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan
tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang–kurangnya
3 tahun.
b)
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.
c) Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar
atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang–kurangnya
petugas apotek
Pasien
membawa resep
|
Apoteker
/AA
1.Resep
diteliti
2.resep
diberi nomor
3.diberi
harga
|
Need Assessment
Tanya :
-
Nama, alamat
-
Usia / BB
-
Riwayat pentakit
-
Riwayat pengobatan
-
Reaksi alergi
-
Kecocokan penyakit dengan obatnya ?
-
Dan lain-lain
-
|
Resep
diserahkan kepada
|
Apoteker / AA
1.
Obat dilayani/dibuat
2.
Diberi etiket
3.
Kontrol ulang
4.
Obat siap diserahkan
|
Kasir
1.Menerima
uang
2.Pasien
diberi Karcis nomor resep
|
Pasien bayar harga resep
|
Pasien mengembalikan karcis nomor
resep
|
Resep
diserahkan
|
Gambar 2. Skema Pelayanan
Resep di Apotek
Dalam melayani obat dengan
resep dokter, ada beberapa peraturan yang perlu diketahui, yaitu ;
a) Apoteker tidak boleh mengganti obat generic dalam resep dengan
obat paten.
Penggantian obat yang
tertulis dalam resep harus mendapat persetujuan dari dokter penulis resep.
b) Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang diserahkan pada pasien agar dapat digunakan dengan tepat,
aman dan rasional.
c) Bila Apoteker berpendapat ada kekeliruan dalam resep atau
penulisan tidak tepat, Apoteker harus memberitahu Dokter penulis resep.
Resep-resep yang telah
dilayani (sudah diserahkan obatnya pada pasien), disimpan menurut tanggal dan
nomor urutnya (untuk yang kontan) dan menurut debitur (nama langganan) untuk
yang kredit. Resep-resep tersebut kemudian oleh Asisten Apoteker diberi harga
lalu diserahkan kepada bagian tata usaha untuk dibuat tagihannya. Resep-resep
kontan maupun kredit sebelum diarsipkan diberi tanggal agar mudah mencarinya
kembali. Setiap resep yang mengandung narkotika dan Psikotropika biasanya
diberi tanda garis merah dibawah nama obatnya dan dipisahkan dari resep yang
lain.
Kemudian resep tersebut
disusun dijadikan satu setiap bulannya berdasarkan golongannya. Narkotika dan
Psikotropika yang dijual dengan resep dicatat dalam buku register psikotropika
dan narkotika. Resep yang telah disimpan lebih dari 3 tahun dapat dimusnahkan
dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai. Pemusnahan dilakukan
oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurangnya satu orang petugas
Apotek. Pemusnahan resep harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan dengan
bentuk yang telah ditentukan, dibuat rangkap empat dan ditandatangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek dan seorang petugas Apotek yang ikut dalam
pemusnahan. Berita acara memuat hari dan tanggal pemusnahan, tanggal yang
terawal dan terakhir resep, berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.
3. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
Untuk pengelolaan narkotika
dan psikotropika, ada peraturan khusus yang mengaturnya. Tujuan dibuat
peraturan narkotika dan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaannya,
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan,
untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan memberantas adanya peredaran
gelap. Setiap kegiatan dalam rangka peredaran narkotika dan psikotropika wajib
dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Berdasarkan UU No. 2 Tahun
1997 tentang Narkotika pasal 1 yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan sedangkan berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 pasal 1,
yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.
Penanggung jawab dalam
pengelolaan obat golongan narkotika adalah Apoteker pengelolaan narkotika dan
psikotropika meliputi :
a) Pemesanan narkotika dan psikotropika
Pemesanan narkotika dilakukan
dengan menggunakan surat pesanan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma. (PBF yang
mendapat ijin khusus dari pemerintah untuk menyalurkan narkotika). Pemesanan
narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan rangkap 5 (lima)
ditandatangani oleh APA dengan nomor SIK dengan Stempel Apotek sedangkan
menurut IT No. 5 tahun 1997 pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan
surat pesanan yang telah ditandatangani oleh Apoteker Kepada PBF atau pabrik
obat yang telah mendapat izin.
b) Penyimpanan narkotika dan psikotropika
Obat narkotika harus disimpan
dalam almari khusus sesuai persyaratan PerMenKes No. 28/MenKes/Per/1/1978 yaitu
tempat harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai
kunci yang kuat, dibagi dua pintu dengan kunci yang berlainan. Pintu pertama
digunakan untuk menyimpan morfin, pethidin dan garamnya serta persediaan
narkotika, sedangkan pintu kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang
dipakai sehari-hari. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran +
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat menempel pada tembok atau
lantai dengan cara dipaku atau disekrup. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan
untuk menyimpan barang lain selain narkotika. Anak kunci lemari khusus dikuasai
oleh pegawai yang dikuasakan. Lemari khusus ditaruh ditempat yang aman dan
tidak terlihat oleh umum. Untuk penyimpanan obat golongan psikotropika belum
diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat psikotropika cenderung
disalah gunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat golongan psikotropika
diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.
c) Pengeluaran narkotika dan psikotropika
Narkotika dan Psikotropika
hanya diberikan kepada pasien yang membawa resep dokter. Apoteker tidak
dibenarkan mengulang penyerahan obat atas resep dokter yang sama apabila resep
aslinya mengandung narkotika, dan psikotropika. Penyerahan narkotika dan
psikotropika dalam rangka pelayanan kesehatan hanya dilakukan oleh Apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter untuk daerah terpencil.
Penyerahan narkotika dan psikotropika oleh Apotek hanya dapat dilakukan kepada
Apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna atau pasien yang dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
Penyerahan narkotika dan
psikotropika kepada dokter hanya dapat dilakukan dalam beberapa hal yaitu
menjalankan praktik dokter dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit
dala keadaan darurat dan menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada
Apotek. Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan serta melaporkan mengenai
kegiatan yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika secara berkala.
d) Pemusnahan narkotika dan psikotropika
Dalam melakukan pemusnahan
narkotika dan psikotropika harus memperhatikan beberapa hal yaitu dikarenakan
kadaluarsa atau karena tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan
kesehatan. Pemusnahan ini dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat
nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan
tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
(ditunjuk oleh MenKes) dan ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara
pemusnahan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
4. Administrasi
Pengelolaan Apotek perlu
ditunjang dengan kelengkapan administrasi, sehingga dapat memperlancar jalannya
kegiatan Apotek. Kegiatan dibagian administrasi meliputi :
a) Kesekretariatan atau pengelolaan administrasi
Tugas kesekretariatan
meliputi surat-menyurat dan pembuatan laporan. Kelengkapan yang diperlukan
adalah buku agenda, buku ekspedisi, blangko surat-menyurat dan lain-lain.
Pengetikan laporan-laporan seperti laporan narkotika, psikotropika, tenaga
kerja yang ada, laporan statistic resep dan obat generic berlogo, pemusnahan
obat dan resep, monitoring obat dan lain-lain.
b) Pembuatan dan pengiriman laporan
Laporan Apotek meliputi
laporan narkotika, psikotropika. OWA, sttaistik resep dan obat generic, tenaga
kerja, penggunaan alat kontrasepsi, monitoring obat, pemusnahan resep dan obat
serta pajak. Laporan ini dikirim ke Dinas Kesehatan Kota dan Dinas
Kesejahteraan Sosial Propinsi, Balai Besar POM dan arsip Apotek.
1) Laporan Narkotika
Laporan ini dibuat setiap
bulan berisi nomor urut, nama bahan atau sediaan satuan, sediaan awal bulan,
penerimaan, penggunaan dan stok akhir. Laporan dikirim selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikut ke Dinas Kesehatan Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi,
Balai POM dan arsip untuk Apotek.
2) Laporan Psikotropika
Penggunaan psikotropika
setiap bulan dilaporkan setiap bulan ke Kepala Dinas Kesehatan Kota dengan
tembusan Kepala Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Propinsi, Kepala Balai
POM dan sebagai arsip selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan
psikotropika berisi nomor unit, nama bahan atau sediaan, satuan, sediaan, awal
bulan, penerimaan, penggunaan dan stok akhir.