DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................ 2
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Proses
Pemilihan
Umum Kepala Daerah........................................... 3
B. Peraturan
Daerah............................................................................... 3
C. Keuangan
daerah ............................................................
4
D Hubungan Struktur Pemerintah Pusan dan
Daerah........................... 5
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
....................................................................................... 8
B. Saran
................................................................................................. 8
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.Pemilihan langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik
nasional, yang merupakan salah satu instrument penting penyelenggaraan
pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan
Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak diberlakukannya
Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini apabila
dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan
sebuat terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di
tingkat lokal.
Pilkada
langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam
proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem
ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak
politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan
elite politik, seperti ketika berlaku
sistem demokrasi perwakilan. Pilkada
langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten,
legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah
yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir
elite di DPRD.
Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan
berkualitas, seharunya dikaitkan tidak dengan pemahaman akan makna demokrasi,
tetapi juga aspek normatif yang mengatur penyelenggaraan Pilkada dan
aspek-aspek etika, sosial serta budaya. Semua pihak-pihak yang ikut andil dalam
pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan
perundangan yang berlaku secar konsisten.
Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala
Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban
amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selayaknya Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap
menjunjung tinggi asas demokrasi dan hukum.
Pembahasan kali ini penulis ingin menguraikan
bagaimana perkembangan pemilihan kepala daerah di Indonesia dan juga bagaimana
demokratisasi di level daerah (local)
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Pilkada?
2.
Bagaimanakah perkembangan Pilkada di di
indonedia?
3.
Bagaimanakah demokratisasi di tingkat lokal?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan Pilkada
2.
Untuk mengetahui bagaimanakah
perkembangan Pilkada di di indonedia
3.
Untuk mengetahui bagaimanakah demokratisasi di tingkat local
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Proses Pemilihan Kepala Daerah
Kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
adalah warga negara Republik Indonesia yangmemenuhi syarat tertentu. Pasangan
calon kepala daerah dan wakil kepla daerah yang memperolehsuara lebih dari 50%
jumlah suara sah ditetaplah sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan
tersebut tidak terpenuh, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
yang memperoleh suara lebih dari 25% dari jumlah suara sah, pasangan calon yang
memperoleh suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Apalagi tidak ada
yang mencapai 25% dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang
diikuti oleh pemenang pertama dan
pemenang kedua. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepaa daerah yang
memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangancalon
terpilih.
2.2
Peraturan Daerah
Peraturan daerah (Perda) ditetapkan
olehdaerah setelah mendapat persetujuan DPRD. Perda dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatika ciri khas msing-masing daerah. Perda tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Peraturan daerah dibentuk berdasarkan asas pembentukan
peraturan perundang-undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda, kepada
peraturan perundang-undangan.
Peraturan daerah berlaku setelah
diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan pada pemerintah pusat paling
lama 7 hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oeh
pemerintah pusat. Untuk melaksanakan peraturan daerah, kepala daerah menetapkan
peraturan kepala daerah atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah
atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum,perda,dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Pengundangan
perda dalam lembaran daerah dan peraturan kepaladaerah dalam berita daerah
dilakukan oleh sekertaris daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan
perda dan penyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Polisi Pamong Praja.
2.3
Keuangan Daerah
Penyenggaraan fungsi pemerintah daerah akan
terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan
mengacu kepada undang-undang yang mengatur perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerinth daerah. Besarnya disesuaikan dan diselaraskan
dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah.
Daerah diberikan
hak untuk mendapatkan sumber keuangan sebagai berikut:
1.
Kepastian
tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang
diserahkan.
2.
Kewenangan
memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah serta hak untuk
mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada didaerah
dan dana perimbangan lainnya.
3.
Hak
untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain
yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Dalam melaksanakan
kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan
keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian,peraturan
pengelolaan dan pertanggung jawaban daerahmelekat dan menjadi satu dengan
peraturan pemrintah daerah, yaitu dalam undang-undang mengenai pemerintan
daerah. Sumber pendapatan daerah terdiri atas sumber-sumber keuangan berikut :
1.
Pendapatan
asli daerah ( PAD ),yang meliputi hasil
pajak daerah,hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
2.
Dana
perimbangan yang meliputi dana bagi hasil,dana alokasi umum,dan dana alokasi
khusus.
3.
Pendapatan
daerah lain yang sah
Pemerintah daerah
dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar
negeri dari Mentri keuangan atas nama pemerintah pusat setelah memperoleh
pertimbangan Mentri dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan penteraan
modal pada suatu Badan Usaha Milik Negera (BUMN) atau Perusahaan Milik Daerah
(BUMD) yang pembenukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan pembubarannya
ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan
Anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan dan pemerintah daerah
yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan peraturan
daerah
2.4
Hubungan Struktur dan Fungsional Pemerintah
Pusat dan Daerah
1. Hubungan
StrukturPemerintah Pusat dan Daerah
Dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang dapat menghubungkan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Cara pertama, disebut dengan sentralisasi, yakni
segala urusan, fungsi, tugas, dan wewenang penyelenggaraan pemerintah ada pada
pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekosentrasi.sentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana
didefinisikan sebagai pengaturan kewenangan. Diindonesia sistem sentralisasi
pernah diterapkan pada zaman kemerdekaaan hingga orde baru. Cara kedua, dikenal
sebagai desentralisasi, yakni segala urusan, tugas,dan wewenang pemerintah
diserahkan seluas luasnya kepada pemerintah daerah. Desentralisasi sebenarnya
adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana didefinisikan sebagai
penyerahan kewenangan.
Pelimpahan
wewenang dengan cara berkonsentrasi dilakukan melalui pendelegasian wewenang
kepada perangkat yang dibawah hirarkinya didaerah. Pelimpahan wewenang dengan
cara disentralisasi dilakukan melalui pendelegasian urusan kepada daerah
otonom. Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar pembagian fungsi, urusan,
tugas, dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah.
1)
Fungsi
yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai
kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah pusat.
2)
Fungsi
yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara beragam untuk
seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
3)
Fungsi
pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan masyarakat luas dan tidak memerlukan
tingkat pelayanan yang standar, dikelola oleh pemerintah daerah yang
disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan daerah masing masing
Secara
struktural hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam
peraturan pemerintah nomor 84 tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah
diberi kesempatan untuk membentuk lembaga lembaga yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah.
2. Hubungan
Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah
Pada
dasarnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki hubungan kewenangan
yang saling melengkapi satu sama lain. Hubungan tersebut terletak pada fisik
misi , tujuan , dan fungsinya masing-masing. Misi dan visi kedua lembaga ini
baik ditingkat lokal maupun nasional adalah melindungi serta memberi ruang
kebebasan kepada daerah untuk mengelola dan mengurus rumah tangga sendiri
berdasarkan kondisi dan kemampuan daerah.
Adapun
tujuannya adalah untuk melayani secara adil dan merata dalam berbagai aspek
kehidupan. Fungsi pemerintah pusat dan
daerah adalah sebagai pelayan , pengatur , dan pemberdayaan masyarakat.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi ,
kabupaten , dan kota / antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dalam UUD
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah . Hubungan keuangan ,
pelayanan umum , pemanfaatan sumber daya alam , dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang undang.
Urusan
yang menjadi kewenangan yang pemerintah daerah provinsi , kabupaten atau
kota merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 urusan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi , kekhasan , dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan pemerintah lainnya. Hubungan
tersebut meliputi hubungan wewenang , keuangan , pelayanan umum , pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumber daya lainnya . Hubungan tersebut menimbulkan
hubungan administrasi dan kewilayahan dan susunan pemerintahan.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
adalah memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945[5]. Sebelum diberlakukannya undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni
2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada)
dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.
Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang
dijalankan di daerah-daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di
Indonesia.
3.2
Saran
Pilkada sedagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah
selayaknya dipersiapkan sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur
terkait agar mereduksi permasalahan-permasalahan yang akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Jimly Asshiddiqie, konsolidasi naskan UUD 1945 setelah
perubahan keempat, puat studi hukum tatanegara UI 2002, hlm 22.
2.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
3.
Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguuh Kurniawan,
Desentralisasi & Pemerintahan daerah: Antara Model Demokrasi Lokal &
Efisiensi Struktural, 2006, hlm 40
4.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
5.
Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan
Pemilihan Kepala Derah secara Langsung, PT Raja Grafindo, 2005, hlm
53-55
6.
Sinaga, Kastorius, 2003, Pemilihan Kepala Daerah
Langsung Kota dan Kabupaten: Beberapa catatan Awal, dalam Abdul Gaffar
Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta