http://pendidikan-kita-semua.blogspot.com/
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Kesasatraan
yang ada di Indonesia sangtlah
mengalaami kemajuan yang sangat pesat dari masa kemasa, baik di dalm bentuk
puisi maupun prosa. Dalam hal ini ternyata prosa lebih banyak dipilih untuk
dibaca oleh pembaca novel. Karena novel itu sendiri memberikan sentuhan jiwa
pembaca.Karena mereka sangat menyadari sangatlah bermanfaat bagi kelangsungan hidup mereka.
Karya
sastra dapat dinyatakan sebagai hasil imajinasi ataupun banyangan angan-angan
yang di tuangkan pengarang mengenal kehidupan atau peristiwa yang di uraikan dalam pikiran dan hati nurani pengarang (ahmad, 1972 :2
pada perubahan sebelumnya)
Suharyanto
(1982:14) mengatakan karya tulis adalah pengungkapan dari berbagai perpaduan kreasi pengarang disertai dukungan pengalaman serta pengamatan dalam kehidupan
maka kesimpulannya bahwa karya sastra adalah
hasil karya manusia yang dirasakan dan ditimbulkan dengan daya pikiran pengarang dengan menggunakan bahasa manusia yang indah
dan unik. Yang dimaksud manusia disini yaitu pengarang yang hidup dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat
Dalam
hal ini seorang sastrawan yang tidak asing lagi yang sering kita dengar
ditelinga kita yaitu Ahmad Tohari
novelnya yaitu Di Kaki Bukit Cibalak karya yang akan kita ringkas isinya lebih
lanjut berdasarkan pengamatan yang
dilakukan maksud penceritaan dalam isinya yang di kemukakan oleh pengarang
novel itu sendiri. Dalam novel Ahmad Tohari contohnya menceritakan berliku-liku
permasalahan. Adapun usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah itu
akan mereka ungkapkan kesalahannya dalam novel tersebut
BAB II
SINOPSIS
“Di Kaki
Bukit Cibalak”
Di Kaki Bukit Cibalak
Pengarang = Ahmad
Tohari
Penerbit =
PT Gramedia Pustaka Utama
Seri Nomor =
ISBN: 979-605-054-4
Cetakan =
Ke -3, Agustus 2005
Ukuran =
18cm
Tokoh = Pambudi,
Sanis, Jirah, Mbok Ralem, Mbok Sum, Pak Badi, Pak Dirga, Pak Barkah, Bu runtah,
Mulyani
Tebal Halaman =
176 lembar
Cover
=
Bergambar seorang perempuan berambut panjang dan memakai baju berwarna hitam,
di atasnya terdapat tulisan Ahmad Tohari. Dikaki Bukit Cibalak berwarna
putih
Novel
yang pertama terbit tahun 1994. Buku yang saya baca cetakan ketiga tahun
2005. Karya Ahmad Tohari yang fenomenal dan sudah difilmkan Trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Kumpulan Cerpen
“Senyum Karyamin”.
Di Kaki
Bukit Cibalak bertutur tentang Pambudi pemuda desa Tanggir yang bekerja di
koperasi lumbung desa. Pambudi seorang yang jujur dan ingin memajukan desanya
melalui koperasi lumbung desa tempatnya bekerja. Sayang kepala desa baru yang
terpilih dengan cara curang Dirga tak sependapat dengan Pambudi, bahkan mulai
menyelewengkan uang koperasi. Poyo yang mau jadi kaki tangan Dirga dengan
membuat pembukuan yang dimanipulasi.
Kejadian
yang membuat Pambudi mundur jadi pengurus koperasi saat Mbok Ralem, janda
miskin yang terserang sakit di lehernya akan meminjam padi untuk mengobati
sakitnya. Namun Dirga tak setuju bahkan menagih pinjaman Mbok Ralem beberapa
waktu yang lalu yang belum dibayar. Apa lagi saat Pambudi diajak Dirga
untuk berkongkalikong menggunakan dana kas darurat lumbung desa untuk menangguk
untung bagi dirinya dan dari keuntungan itu Pambudi akan mendapat bagian.
Pambudi pun mundur dari pengurus koperasi lumbung desa.
Namun
persoalan Mbok Ralem yang sakit dan membutuhkan pertolongan menggugah hati
Pambudi. Dia pun menolong Mbok Ralem dengan mengantarnya berobat ke Yogya.
Penyakit Mbok Ralem ternyata kanker, surat keterangan sakit dari desa tak mampu
memperingan pengobatan Mbok Ralem. Dirga pun punya ide, Mbok Ralem diajak ke
tukang foto, dia pergi ke redaksi Kalawarti harian di Yogya. Dia minta agar
iklan tentang Mbok Ralem yang sakit kanker dan perlu biaya untuk dimuat di
Kalawarti. Pak Barkah pemilik koran setuju, iklan pun dimuat bahkan di halaman
pertama Kalawarti.
Bantuan
berdatangan dari donatur dan dermawan. Bahkan ada dermawan yang mengirim
uang yang banyak hingga cukup untuk biaya pengobatan Mbok Ralem. Mbok Ralem pun
dioperasi. Beritanya menghiasi surat kabar Kalawarti, bahkan dibaca juga oleh
lurah Dirga, camat, bupati dan gubernur. Bupati ditegur gubernur karena
kecolongan tidak mengurusi warganya yang sakit hingga masuk koran. Bupati
menegur camat, camat menegur lurah. Lurah Dirga menjadi marah pada Pambudi.
Mbok Ralem
sembuah dari kankernya, pulang dari rumah sakit diantar Pambudi ke kantor
Kalawarti untuk menyampaikan terima kasih. Segenap karyawan Kalawarti ikut
menemui Mbok Ralem dan mereka terharu. Uang yang masih lebih dari donatur
diberikan pada Mbok Ralem, namun Mbok Ralem menolak, karena sudah sangat
gembira sakitnya diobati. Akhirnya uang dititipkan pada Pambudi.
Sepulang
Pambudi dari Yogya, lurah Dirga mencari jalan untuk mencelakakan Pambudi.
Bahkan lewat dukun. Untunglah jimat dari dukun yang akan ditebar di
genteng kamar Pambudi, dapat digagalkan. Orang suruhan lurah Dirga ditangkap
oleh Pambudi.
Ayah
Pambudi merasa dikucilkan oleh warga desa karena lurah Dirga tak menyukainya.
Ayah pun menyuruh Pambudi untuk pergi meninggalkan Tinggar.
Sementara
itu Pambudi jatuh cinta pada Sanis, gadis kecil 14 tahun anak Pak Modin yang
cantik. Di lain pihak Lurah Dirga juga mengincar Sanis untuk dijadikan istri
mudanya.
Pambudi
pergi ke Yogya menemui teman SMAnya, Topo. Dia tinggal di
kamar kos Topo. Topo menganjurkan Pambudi untuk kuliah. Namun sambil belajar
untuk menyiapkan diri ikut tes masuk perguruan tinggi Pambudi mencari
pekerjaan. Dia bekerja jadi kuli bangunan, kemudian beralih
menjadi pelayan toko jam milik Nyonya Wibawa yang punya ank perempuan Mulyani.
Mulyani
hobi mengisi teka teki silang, dan suka pada Pambudi yang pengetahuannya
luas hingga bisa membantunya mengisi teka-teki silang. Pambudi tidak melupakan
belajarnya walau sambil bekerja di siang hari.
Pak Barkah
membutuhkan wartawan yang muda dan idealis sebagai pengganti wartawannya yang
pindah ke Jakarta. Koran Kalawarti meningkat oplahnya sejak memasang iklan dan
berita tentang Mbok Ralem. Tahu Pambudi ada di Yogya, Pak Barkah menawari
Pambudi menjadi wartawan. Akhirnya Pambudi mau jadi wartawan, dia belajar
otodidak dan dibimbing Pak Barkah.
Pambudi
pun diterima tes masuk perguruan tinggi di fakultas teknik. Dia tetap nyambi
jadi wartawan. Hubungan pertemanannya dengan Mulyani berlanjut karena Mulyani menjadi
adik tingkat di Fakultas Teknik.
Pambudi
mampu meraih sarjana mudanya. Dia berniat pulang ke Tanggir untuk
menunjukkan ijazahnya ke ayah dan ibunya. Namun kepergiannya dipercepat karena
mendapat kabar ayahnya meninggal dunia terpeleset di sumur.
Selama ini
ayah Pambudi melanjutkan usaha ternak ayam Pambudi. Dari hasil ternak ayam ini
ayah mengirimi uang untuk biaya kuliah selain hasil dari gaji Pambudi. Pambudi
pun pulang. Bertemu Sanis yang telah menjadi janda dari Lurah Dirga. Lurah
Dirga telah dipecat karena menuduh Pambudi melarikan uang koperasi, namun tak
terbukti, dan kesalahan lain. Pak Bupati menyuruh camat untuk mencari cara
menghentikan Lurah Dirga. Lurah Dirga dijebak dengan judi, ditangkap jaksa, dan
dihentikan.
Lurah
barunya Hadi, seorang anak muda yang diharapkan akan membawa kemajuan desa.
Datang melayat Hadi, juga Bambang Sambodo anak camat yang sekarang telah
jadi mantri polisi. Keduanya kagum pada sepak terjang dan pribadi
Pambudi.
Dia akhir
cerita datang juga ke rumah Pambudi Mulyani. Mulyani datang untuk
menyatakan cinta pada Pambudi. Pambudi bukan tak merasakan jatuh cinta pada
Mulyani, namun perbedaan yang menyebabkannya tak gegabah menuruti perasaan.
Mulyani kaya, etnis Cina. Namun setelah pembicaran di pinggir sungai dekat hutan,
Pambudi sadar akan keseriusan Mulyani kepadanya.
Novel ini
berlatar pedesaan seperti juga novel Ahmad Tohari yang lain. Ronggeng Dukuh
Paruk, Kubah, Lingkar Tanah Lingkar Air, dan antologi cerpen Senyum Karyamin.
Bagi saya
yang menarik adalah perjuangan Pambudi dalam menegakkan kejujuran dan rasa
kemanusiaannya dalam menolong Mbok Ralem. Kejujuran diperjuangkan melalui
tulisan-tulisan di Kalawarti. Kisah cinta pada Sanis dan Mulyani bumbu penyedap
dan pemanis novel ini. Namun ruhnya sebenarnya pada kehidupan desa lengkap
dengan ketidakjujuran lurahnya. Pada cerita tentang warga desa yang menurut
saja, walau harga gula dipermainkan tengkulak misalnya. Ada pula dituturkan
tentang perbedaan sifat warga desa yang keturunan kawula dan yang mengaku
keturunan ningrat. Dalam sosiologi Tohari mempermasalahkan perbedaan kelas
sosial. Dikatakan keturunan ningrat jadi birokrat rendahan, keturunan
kawula jadi petani yang serba menurut tak pernah protes.
Pambudi
menjadi pengecualian. Ahmadi Tohari juga jeli menulis tentang isu lingkungan.
Bukit Cibalak yang dulu hutan jati, berubah jadi bukit kerontang. Hewan-hewan
yang dulu berdiam di hutan pun ikut punah sering dengan ditebanginya pohon jati
saat reformasi.
Novel yang
ditulis dengan latar waktu tahun 70-an itu masih relevan dibaca sampai
sekarang. Bukankah seorang Pambudi yang lantang berteriak kejujuran dan
mau berbuat untuk menolong warga miskin yang kesulitan untuk
berobat masih diperlukan sampai sekarang?
Kecurangan
Lurah Dirga dengan politik uang dalam pemilihan lurah, ketidakjujurannya dalam
menggunakan uang kas lumbung desa masih menjadi masalah di masa ini, sejak
tingkat desa sampai tingkat pusat. Politik uang Pilkada, korupsi masih marak
bahkan mungkin lebih menggila.
Seorang
penulis novel, ternyata memotret zaman dengan penanya. Novel juga kesaksian
sejarah yang dibalut fiksi. Kritik sosial yang menghibur.
BAB III
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP PENGARANG
Ahmad Tohari adalah sastrawan yang terkenal dengan novel
triloginya Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis pada 1981. Belum lama ini
ia dianugerahi PWI Jateng Award 2012 dari PWI Jawa Tengah karena karya-karya
sastranya yang dinilai mampu menggugah dunia.
Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948, Ahmad Tohari menamatkan SMA nya di Purwokerto. Setelah itu ia menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).
Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948, Ahmad Tohari menamatkan SMA nya di Purwokerto. Setelah itu ia menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).
Ahmad Tohari sudah banyak menulis novel, cerpen dan secara
rutin pernah mengisi kolom Resonansi di harian Republika. Karya-karya Ahmad
Tohari juga telah diterbitkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Jepang,
Tionghoa, Belanda dan Jerman. Novel Ronggeng Dukuh Paruk bahkan pernah
ia terbitkan dalam versi bahasa Banyumasan, yang kemudian mendapat penghargaan
Rancage dari Yayasan Rancage, Bandung pada tahun 2007.
Cerpennya yang berjudul "Jasa-jasa buat Sanwirya" pernah mendapat hadiah hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Sedangkan novelnya Kubah yang terbit pada tahun 1980 berhasil memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun 1980.
Cerpennya yang berjudul "Jasa-jasa buat Sanwirya" pernah mendapat hadiah hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Sedangkan novelnya Kubah yang terbit pada tahun 1980 berhasil memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama pada tahun 1980.
Beberapa waktu lalu novel triloginya, Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasi ke layar lebar dengan judul Sang Penari. Menurutnya di film ini sang sutradara di beberapa bagian lebih berani menggambarkan apa yang ia sendiri tidak berani menggambarkannya. Ia pun ikut larut dalam emosi film ini meski endingnya tidak setragis versi novel.
Beberapa karyanya:
* Kubah (novel) (novel, 1980)
* Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
* Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
* Jantera Bianglala (novel, 1986)
* Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
* Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
* Bekisar Merah (novel, 1993)
* Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
* Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)
* Belantik (novel, 2001)
* Orang Orang Proyek (novel, 2002)
* Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
* Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006)