A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Ketenagakerjaan
merupakan segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja dan waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. Ketika berbicara mengenai berbagai masalah
ketenagakerjaan, maka penelaahannya akan dapat ditinjau dari berbagai faktor
dan makna. Karena kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan
sebagai sumber daya manusia, dimasa pembangunan nasional sekarang merupakan
faktor yang teramat penting bagi terselenggaranya pembangunan nasional di
negara kita Republik Indonesia.Bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana yang
sangat dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena itu tenaga kerja
merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.
Manusia
dibekali oleh Tuhan dengan beberapa potensi dasar, yang sangat membantu manusia
dalam melakukan kegiatan-kegiatan hidupnya.Potensi-potensi dasar itu berupa
potensi ragawi atau fisik, potensi nalar atau akal dan potensi hati nurani atau
qalbu.Pengembangan dan aktualisasi fungsi ketiga potensi tersebut kerap kali
tidak berjalan dan berkembang dengan baik, sehingga mengurangi kemampuan
manusia dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Di
Indonesia masalah tenaga kerja masih banyak sekali seperti hak dan kewajiban
tenaga kerja yang belum di penuhi dan masalah system pengupahan terhadap waktu
kerja.Semoga kedepannya masalah yang ada terkait tenaga kerja bisa
diselesaikan.
2.
Perumusan
Masalah
a. Apa
UU tentang Ketenagakerjaan?
b. Jelaskan
apa saja hak-hak ketenagakerjaan dan
beserta sanksinya jika haknya dilanggar?
c. Jelaskan
apa saja kewajiban ketenagakerjaan beserta sanksinya apabila kewajibannya
dilanggar?
d. Jelaskan
apa saja hak pengusaha dan apa sanksinya?
e. Jelaskan
apa saja kewajiban pengusaha dan apa sanksinya?
B.
Pembahasan
·
Pengertian
Ketenagakerjaan dalam UU No. 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan
berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan pengertian dari
ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”
Demi
meningkatkan taraf hidup maka perlu dilakukan pembangunan diberbagai
aspek.Tidak terkecuali dengan pembangunan ketenagakerjaan yang dilakukan atas
asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah.Dalam hal ini maksudnya adalah asas pembangunan ketenagakerjaan
berlandaskan asas pembangunan nasional terkhusus asas demokrasi pancasila, asas
adil, dan merata.
Dalam
pelaksanaan proses hubungan kerja terdapat bagian-bagian yang harus dijalani.
Ruang lingkup dari ketenagakerjaan itu senditi adalah pra kerja, masa dalam
hubungan kerja, masa purna kerja (post-employment). Cakupan dari
ketenagakerjaan terbilang luas, jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila
dibandingkan dengan hukum perdata yang diatur dalam buku III title 7A. Terdapat
ketentuan yang mengatur penitikberatan pada aktivitas tenaga kerja dalam
hubungan kerja.
Berbicara
mengenai hubungan kerja Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai
unsur-unsur pekerjaan, upah dan perintah” dan “Hubungan kerja adalah suatu
hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan
untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.”
·
Tujuan UU No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Jika diidentifikasi
tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka dalam regulasi
itu sendiri terdapat 4 (empat) tujuan yang disebutkan pada Pasal 4 bahwa pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan :
1. Memberdayakan dan
Mendayagunakan Tenaga Kerja Secara Optimal dan Manusiawi
Penjelasan Pasal 4 huruf
a UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Pemberdayaan dan
pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan
kesempatan kerja seluas-luasnya
bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam
Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai
kemanusiaannya.”
2. Mewujudkan Pemerataan
Kesempatan Kerja dan Penyediaan Tenaga Kerja yang Sesuai dengan Kebutuhan
Pembangunan Nasional dan Daerah
Penjelasan Pasal 4 huruf
a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Pemerataan kesempatan
kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu
diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.”
3. Memberikan
Perlindungan Kepada Tenaga Kerja Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Meningkatkan
Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Keluarganya
Karena bidang
ketenagakerjaan dianggap penting dan menyangkut kepentingan umum, maka
Pemerintah mengalihkannya dari hukum privat menjadi hukum publik. Alasan lain
adalah banyaknya masalah ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar
negeri. Salah satu contoh adalah banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) menyangkut penggunaan tenaga kerja asing. Setiap putusan badan
peradilan PHI akan menjadi evaluasi untuk kepentingan di bidang ketenagakerjaan.
·
Ketentuan
Perjanjian Kerja dalam UU No 13 Tahun 2003
Bagian
penting dalam ketenagakerjaan yang banyak mendapat sorotan adalah hubungan
kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha.Hubungan kerja ini termasuk sebagai
Perjanjian.Sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat
syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak dilarang
5. Hubungan kerja
Dari ketentuan pasal
tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang dilakukan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan kedua belah
pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dilakukan harus menunjukkan
adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dan
ketentuan yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 maka terdapat unsur dari
hubungan kerja yaitu :
1. Adanya unsur service (pelayanan)
2. Adanya unsur time (waktu)
3. Adanya unsur pay (upah)
Masyarakat pada umumnya
tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan tidak adil (diskriminasi) antara
sesama pekerja atau antara pekerja dengan pengusaha. Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga
kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.” dan Pasal 6 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.”
Hak
dan Kewajiban Tenaga Kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
Seperti
yang kita ketahui ada hak dan kewajiban karyawan yang perlu dipenuhi.Baik hak
karyawan yang harus dipenuhi di sisi perusahaan sedangkan kewajiban yang harus
dipenuhi di sisi karyawan. Hak dan kewajiban karyawan berdasarkan pasal dan
undang-undang yang berlaku seperti apa saja itu? Kita simak pembahasan dibawah
ini.
Hak Tenaga Kerja Berdasarkan
Undang-Undang Ketenagakerjaan
Menurut UU
Ketenagakerjaan Repubik Indonesia No 13 Tahun 2013, pemberi kerja atau
pengusaha yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar upah
kerja lembur.
Berikut ini adalah pasal-pasal dari UU Ketenagakerjaan
Republik Indonesia No 13 Tahun 2013:
Pasal
77 ayat 2
Waktu
kerja meliputi:
7
(tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
8
(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal
78 ayat 2
Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Kamu
sebagai karyawan, sebaiknya mengetahui hak kamu sesuai dengan UU
Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Jangan sampai kamu dirugikan sebagai pihak
pekerja karena ketidaktahuan kamu akan hak karyawan yang sebetulnya dapat kamu
klaim. Berikut ini hak karyawan yang umumnya perlu kamu ketahui menurut UU
Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Hak
Tenaga Kerja Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja
Kamu
sebagai tenaga kerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota dari
serikat tenaga kerja.Kamu dan rekan tenaga kerja kamu sangat diperbolehkan
untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi kerja kamu sesuai dengan minat dan
bakat. Tidak hanya itu saja, kamu sebagai tenaga kerja mendapatkan jaminan dari
perusahaan (tempat kamu bekerja) dalam hal keselamatan, kesehatan, moral,
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat serta martabat berdasarkan
norma dan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.
Peraturan
Pemerintah yang masuk dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tertulis dalam
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 104 tentang Serikat Pekerja dan
Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja.
Undang-undang
No. 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja memberikan hukuman pidana kepada
siapapun yang melakukan tindakan anti serikat pekerja/serikat buruh.
Tindakan
yang dimaksud termasuk melarang orang membentuk, bergabung atau melakukan
aktivitas serikat pekerja/serikat buruh, memecat atau mengurangi upah
pekerja/buruh karena melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh,
melakukan kampanye anti serikat dan intimidasi dalam bentuk apapun.
Hak
Tenaga Kerja Atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan serta Kesehatan Kerja)
Sebagai
tenaga kerja, kamu berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang
kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan.Bila isi
ketentuan perjanjian kerja mengenai hal ini dirasa meragukan, kamu sebagai
tenaga kerja berhak untuk mengajukan keberatan kepada pihak pemberi kerja atau
perusahaan. Peraturan mengenai hak karyawan atas jaminan sosial ini tertulis
dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU No. 03 Tahun 1992, UU No. 01
Tahun 1970, Ketetapan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, Peraturan Menteri (Permen) No. 4 Tahun 1993,
dan No. 1 Tahun 1998.
Hak
Tenaga Kerja Menerima Upah yang Layak
Upah
Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau
pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha
atau kerjanya.Oleh karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap provinsi
berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Provinsi. Menurut Permen No. 1 Tahun
1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri
dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Upah
Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota
di satu provinsi.Upah minimum ini ditetapkan setiap satu tahun sekali oleh
gubernur berdasarkan rekomendasi Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan
Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah (sekarang Dewan Pengupahan Provinsi).
Selain
itu ada juga yang disebut dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang merupakan
upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota.Penetapan upah minimum
kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur yang penetapannya harus lebih besar dari
upah minimum provinsi. Sebagai informasi, karyawan lelaki dan wanita upahnya
harus sama berdasarkan beban kerjanya. Peraturan tersebut tertulis dalam
Undang-undang No. 13 Tahun 2003, PP No. 8 Tahun 1981 dan Peraturan Menteri No.
01 Tahun 1999.
Hak
Tenaga Kerja atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti & Libur
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 mengenai
waktu kerja:
Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti
kepada pekerja/buruh. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi:
a. Istirahat
antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam
kerja;
b. Istirahat
mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. Cuti
tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh
yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d.
Istirahat panjang
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan padatahun ketujuh dan
kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja
selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya
dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan
masa kerja 6 (enam) tahun.
e. Pelaksanaan
waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hak istirahat panjang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh
yang bekerja pada perusahaan tertentu.Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Hak
Tenaga Kerja Membuat Perjanjian Kerja (PKB)
Kamu
yang telah tergabung dalam Serikat Tenaga Kerja memiliki hak untuk dapat
membuat Perjanjian Kerja atau PKB yang dilaksanakan berdasarkan proses
musyawarah. Perjanjian kerja tersebut berisi tentang berbagai persetujuan
bersama di antaranya hak dan kewajiban pengusaha beserta karyawan, jangka waktu
berlakunya perjanjian dan perjanjian yang disepakati oleh keduanya.Peraturan mengenai
hak membuat perjanjian kerja ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2003 dan UU No. 21 Tahun 2000.
Hak
Tenaga Kerja Perempuan Seperti Libur PMS atau Cuti Hamil
Pemerintah
Republik Indonesia juga memperhatikan para pekerjanya yang berjenis kelamin
perempuan melalui beberapa peraturan sebagai berikut:
Hak
Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan
UU
No.13 Tahun 2013 Pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi
perempuan. Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum
melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Keluarga pekerja wajib memberi
kabar ke perusahaan mengenai kelahiran anaknya dalam tujuh hari setelah
melahirkan serta wajib memberikan bukti kelahiran atau akta kelahiran kepada
perusahaan dalam enam bulan setelah melahirkan.
Hak
Perlindungan Selama Masa Kehamilan
UU No. 13 Tahun 2003
Pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan
hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri. Oleh karena
itu, perusahaan wajib menjamin perlindungan bagi pekerja wanita yang sedang
hamil, karena pekerja yang sedang hamil berada dalam kondisi yang sangat rentan
oleh karena itu harus dihindarkan dari beban pekerjaan yang berlebih.
Hak
Cuti Keguguran
Pekerja
yang mengalami keguguran juga memiliki hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan
dengan disertai surat keterangan dokter kandungan. Peraturan ini diatur dalam
pasal 82 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003.
Hak
Karyawan Atas Perlindungan Keputusan PHK yang Tidak Adil
Jika
kamu mendapatkan keputusan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK secara tidak adil,
Anda memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah melalui Dinas
Tenaga Kerja. Hal ini diatur dalam surat edaran menteri tenaga kerja nomor SE
907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Aturan ini juga mencatat tentang pencegahan pemutusan
hubungan kerja massal.
Kewajiban
Karyawan
Pada
dasarnya ada 3 kewajiban karyawan yang harus dipatuhi yang meliputi :
Kewajiban
Ketaatan
Ketika
seseorang bergabung dalam perusahaan maka karyawan tersebut harus konsekwen
untuk mentaati dan patuh pada perintah dan arahan yang diberikan oleh
perusahaan karena mereka terikat dengan perusahaan.Namun, karyawan tidak harus
memenuhi perintah yang diberikan atasan jika perintah tersebut dinilai tidak
wajar atau melanggar hukum.
Misalnya
untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti
memperbaiki mobil pribadi milik atasannya.Karyawan juga tidak perlu mematuhi
perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan
penugasan yang disepakati, misalnya administrasi diberi tugas untuk
membersihkan ruangan.Untuk menghindari masalah kewajiban ketaatan ini adalah
dengan membuat job desc yang jelas dan lengkap saat karyawan mulai masuk
bekerja.Deskripsi pekerjaan ini sebaiknya dibuat cukup fleksibel sehingga
kepentingan perusahaan selalu bisa diprioritaskan.
Kewajiban
Konfidensialitas
Kewajiban
karyawan selanjutnya adalah kewajiban konfidensialitas atau kerahasiaan.Setiap
karyawan dalam sebuah perusahaan yang memiliki akses terhadap kerahasiaan perusahaan
wajib menyimpan informasi yang bersifat rahasia. Misalnya, bagian keuangan,
operasional, atau IT tidak diperkenankan membuka rahasia perusahaan kepada
orang lain.
Kewajiban
ini tidak hanya dipegang saat karyawan masih bekerja di perusahaan tersebut,
tapi juga ketika sudah resign atau pindah kerja. Jika seorang karyawan pindah ke tempat baru
dengan membawa rahasia perusahaan sebelumnya dengan harapan mendapat kompensasi
yang lebih besar, maka tindakan tersebut dipandang sebagai perilaku yang tidak
etis.
Kewajiban
Loyalitas
Kewajiban
karyawan lainnya adalah kewajiban dalam hal loyalitas atau kesetiaan.Seorang
karyawan juga harus memiliki konsekwensi loyalitas dan dedikasi terhadap
perusahaan. Karyawan tersebut harus mendukung apa yang menjadi visi dan misi
perusahaan. Karyawan ‘kutu loncat’ atau yang sering berpindah kerja dengan
tujuan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dianggap kurang loyal karena hanya
mengutamakan materi saja.
Sanksi
hak dan kewajiban Tenaga Kerja
Sanksi di UU
Ketenagakerjaan yang Wajib Diketahui oleh Pengusaha February 27, 2019
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 atau yang biasa disebut sebagai Undang-Undang
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) memiliki peran yang sentral dalam mengatur
permasalahan perburuhan di Indonesia.
UU Ketenagakerjaan dapat
dikatakan menggambarkan hubungan yang ada di antara pemangku kepentingan yakni,
pengusaha, pekerja, dan Pemerintah.Salah satu peran Pemerintah dalam posisinya
sebagai pemangku kepentingan dalam hal ketenagakerjaan adalah menjadi regulator
atau pengatur.Telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan terkait sanksi yang dapat
dikenakan dalam hal ketidaktaatan terhadap aturan undang-undang.Apa saja jenis
sanksinya? Perbuatan apa saja yang dapat dikenai sanksi? Simak ulasannya di
bawah berikut ini.
Sanksi Administratif
Terdapat dua macam sanksi yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan, yakni sanksi
administratif dan sanksi pidana.Sanksi administratif yang diberikan dapat
berbentuk teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan
kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian
sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pencabutan ijin.
Sanksi administratif diberikan dalam hal
pelanggaran atas hal: Diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan (Pasal 5);
Diskriminasi dalam bekerja (Pasal 6); Tidak terpenuhinya persyaratan
penyelenggaraan pelatihan kerja (Pasal 15); Pemagangan di luar wilayah
Indonesia tidak sesuai aturan (Pasal 25); Pemungutan biaya penempatan tenaga
kerja tak sesuai aturan (Pasal 38 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing
tak sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1); Pemberi kerja tidak membayar kompensasi
kepada tenaga kerja asing (Pasal 47 Ayat (1); Pemberi kerja tidak memulangkan
tenaga kerja asing setelah masa kerja berakhir (Pasal 48); Perusahaan tidak
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan (Pasal 87); Perusahaan tidak membentuk
lembaga kerja sama bipartit sesuai aturan (Pasal 106); Pengusaha tidak mencetak
dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja atas biaya
perusahaan (Pasal 126 Ayat (3); Pengusaha tidak memberikan bantuan kepada
tanggungan pekerja yang ditangkap bukan atas dasar aduan pengusaha (Pasal 160
Ayat (1) dan (2);
Sanksi Pidana Bentuk
pidana yang diberikan bermacam-macam, yakni denda, kurungan, dan penjara.Sanksi
pidana penjara 2-5 tahun dan/atau denda Rp200-500 juta diberikan kepada orang
yang mempekerjakan atau melibatkan anak dalam pekerjaan.Sanksi pidana penjara
1-5 tahun dan/atau denda Rp100-500 juta diberikan kepada pengusaha yang tidak
mengikutsertakan karyawan perusahaannya di dalam program pensiun. Sanksi pidana
penjara 1-4 tahun dan/atau denda Rp100-400 juta diberikan kepada pihak yang
melanggar ketentuan pada: mempekerjakan tenaga kerja asing tak sesuai aturan
(Pasal 42 Ayat (1) dan (2)); mempekerjakan anak (Pasal 68); mempekerjakan anak
pada pekerjaan ringan tak sesuai persyaratan (Pasal 69 Ayat (2)); tidak
memberikan kesempatan ibadah bagi pekerja (Pasal 80); tidak memberikan
istirahat yang berhak bagi pekerja yang ingin melahirkan (Pasal 82)); membayar
upah lebih rendah dari upah minimum (Pasal 90 Ayat (1)); Menghalangi hak mogok
kerja pegawai (Pasal 143 Ayat (1)); dan Tidak mempekerjakan pekerja kembali
setelah terbukti tak bersalah atau memberikan hak atas pemutusan hubungan kerja
(Pasal 160 Ayat (4) dan (7)).
Sanksi pidana penjara satu bulan sampai empat
tahun dan/atau denda Rp10-400 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Tenaga
kerja tidak diberikan perlindungan oleh pelaksana penempatan kerja atau pemberi
kerja (Pasal 35 Ayat (2) dan (3)); Tidak memberikan upah kepada pekerja dalam
hal yang diatur dalam Pasal 93 Ayat (2); dan Sanksi pidana kurungan satu sampai
dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal
melanggar ketentuan pada: Lembaga penempatan tenaga kerja swasta tidak memiliki
izin (Pasal 37 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak menaati
ketentuan (Pasal 44 Ayat (1)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak
melaksanakan kewajiban sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1)); Pengusaha tidak
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja cacat (Pasal 67 Ayat (1));
Pengusaha yang mau mempekerjakan anak tidak memenuhi syarat (Pasal 71 Ayat
(2)); Pengusaha melanggar ketentuan mempekerjakan perempuan (Pasal 76);
Pengusaha tidak membayar upah lembur sesuai ketentuan (Pasal 78 Ayat (2) dan
Pasal 85 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberikan waktu istirahat atau cuti sesuai
ketentuan (Pasal 79 Ayat (1) dan (2)); dan Pengusaha melakukan larangan yang
diatur undang-undang terkait mogok kerja (Pasal 144)
Sanksi pidana kurungan satu sampai dua belas
bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal melanggar
ketentuan pada: Lembaga pelatihan kerja swasta tidak terdaftar (Pasal 14 Ayat
(2)); Lembaga penempatan tenaga kerja swasta memungut biaya tidak sesuai
ketentuan (Pasal 38 Ayat (2)); Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan dalam
hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan (Pasal 63 Ayat
(1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tidak
memenuhi syarat (Pasal 78 Ayat (1)); Pengusaha yang memiliki pekerja
sekurang-kurangnya sepuluh orang tidak memiliki peraturan perusahaan setelah
disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 Ayat (1)); Peraturan
perusahaan tidak diperbaharui setelah jangka waktu dua tahun (Pasal 111 Ayat
(3)); Pengusaha tidak memberitahukan atau menjelaskan isi serta memberikan
naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja (Pasal 114); dan Pengusaha
tidak memberitahukan secara tertulis kepada pekerja dan/atau serikat pekerja,
serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
sekurang-kurangnya tujuh hari kerja sebelum penutupan perusahaan (Pasal 148).
HAK PENGUSAHA
1. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja,
termasuk pemberian sanksi
3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah
dibuat oleh pengusaha
KEWAJIBAN PENGUSAHA
1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat,
menjalankan kewajiban menurut agamanya
2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam
sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki
dan perempuan
4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh
atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat /
libur pada hari libur resmi
6. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
SANKSI
PENGUSAHA
Sanksi penjara satu bulan
sampai empat tahun dan/atau denda Rp10-400 juta dalam hal melanggar ketentuan
pada: Tenaga kerja tidak diberikan perlindungan oleh pelaksana penempatan kerja
atau pemberi kerja (Pasal 35 Ayat (2) dan (3)); Tidak memberikan upah kepada
pekerja dalam hal yang diatur dalam Pasal 93 Ayat (2); dan Sanksi pidana
kurungan satu sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100
juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Lembaga penempatan tenaga kerja swasta
tidak memiliki izin (Pasal 37 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak
menaati ketentuan (Pasal 44 Ayat (1)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak
melaksanakan kewajiban sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1)); Pengusaha tidak
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja cacat (Pasal 67 Ayat (1));
Pengusaha yang mau mempekerjakan anak tidak memenuhi syarat (Pasal 71 Ayat
(2)); Pengusaha melanggar ketentuan mempekerjakan perempuan (Pasal 76);
Pengusaha tidak membayar upah lembur sesuai ketentuan (Pasal 78 Ayat (2) dan
Pasal 85 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberikan waktu istirahat atau cuti sesuai
ketentuan (Pasal 79 Ayat (1) dan (2)); dan Pengusaha melakukan larangan yang
diatur undang-undang terkait mogok kerja (Pasal 144)
Sanksi kurungan satu
sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal
melanggar ketentuan pada: Lembaga pelatihan kerja swasta tidak terdaftar (Pasal
14 Ayat (2)); )); Lembaga penempatan tenaga kerja swasta memungut biaya tidak
sesuai ketentuan (Pasal 38 Ayat (2)); Pengusaha tidak membuat surat
pengangkatan dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara
lisan (Pasal 63 Ayat (1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan pekerja melebihi
waktu kerja tidak memenuhi syarat (Pasal 78 Ayat (1)); Pengusaha yang memiliki
pekerja sekurang-kurangnya sepuluh orang tidak memiliki peraturan perusahaan
setelah disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 Ayat (1));
Peraturan perusahaan tidak diperbaharui setelah jangka waktu dua tahun (Pasal
111 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberitahukan atau menjelaskan isi serta
memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja (Pasal
114); dan Pengusaha tidak memberitahukan secara tertulis kepada pekerja
dan/atau serikat pekerja, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya tujuh hari kerja sebelum penutupan
perusahaan (Pasal 148).
C.
Kesimpulan
Kondisi
ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan. Banyaknya jumlah
pengangguran yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya peningkatan
terhadap mutu tenaga kerja sehingga mereka tidak mempunyai skill atau
keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Adapun cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan cara latihan kerja, pemagangan dan perbaikan gizi.
Pemerintah
dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu menetapkan
upah minimum. Penetapan upah minimum itu antara lain dilakukan dengan
mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja, tanpa mengabaikan
peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan
perekonomian pada umumnya.
Apapun
cara untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia dapat melalui
investasi, perbaikan daya saing, peningkatan fleksibilitas tenaga kerja,
peningkatan keahlian pekerja dan yang paling penting adalah terlaksananya hukum
ketenagakerjaan.