Selamat Datang

Senin, 30 November 2020

ANALISIS UU KETENAGAKERJAAN

 

A.    PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah

 

Ketenagakerjaan merupakan segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja dan waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Ketika berbicara mengenai berbagai masalah ketenagakerjaan, maka penelaahannya akan dapat ditinjau dari berbagai faktor dan makna. Karena kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan sebagai sumber daya manusia, dimasa pembangunan nasional sekarang merupakan faktor yang teramat penting bagi terselenggaranya pembangunan nasional di negara kita Republik Indonesia.Bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana yang sangat dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena itu tenaga kerja merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.

Manusia dibekali oleh Tuhan dengan beberapa potensi dasar, yang sangat membantu manusia dalam melakukan kegiatan-kegiatan hidupnya.Potensi-potensi dasar itu berupa potensi ragawi atau fisik, potensi nalar atau akal dan potensi hati nurani atau qalbu.Pengembangan dan aktualisasi fungsi ketiga potensi tersebut kerap kali tidak berjalan dan berkembang dengan baik, sehingga mengurangi kemampuan manusia dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.

Di Indonesia masalah tenaga kerja masih banyak sekali seperti hak dan kewajiban tenaga kerja yang belum di penuhi dan masalah system pengupahan terhadap waktu kerja.Semoga kedepannya masalah yang ada terkait tenaga kerja bisa diselesaikan.

 

2.      Perumusan Masalah

a.       Apa UU tentang Ketenagakerjaan?

b.      Jelaskan apa saja hak-hak ketenagakerjaan dan  beserta sanksinya jika haknya dilanggar?

c.       Jelaskan apa saja kewajiban ketenagakerjaan beserta sanksinya apabila kewajibannya dilanggar?

d.      Jelaskan apa saja hak pengusaha dan apa sanksinya?

e.       Jelaskan apa saja kewajiban pengusaha dan apa sanksinya?

 

B.     Pembahasan

 

·         Pengertian Ketenagakerjaan dalam UU No. 13 Tahun 2003

Ketenagakerjaan berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan pengertian dari ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”

Demi meningkatkan taraf hidup maka perlu dilakukan pembangunan diberbagai aspek.Tidak terkecuali dengan pembangunan ketenagakerjaan yang dilakukan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.Dalam hal ini maksudnya adalah asas pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan asas pembangunan nasional terkhusus asas demokrasi pancasila, asas adil, dan merata.

Dalam pelaksanaan proses hubungan kerja terdapat bagian-bagian yang harus dijalani. Ruang lingkup dari ketenagakerjaan itu senditi adalah pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post-employment). Cakupan dari ketenagakerjaan terbilang luas, jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata yang diatur dalam buku III title 7A. Terdapat ketentuan yang mengatur penitikberatan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja.

Berbicara mengenai hubungan kerja Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur-unsur pekerjaan, upah dan perintah” dan “Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.”

 

·         Tujuan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Jika diidentifikasi tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka dalam regulasi itu sendiri terdapat 4 (empat) tujuan yang disebutkan pada Pasal 4 bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

1. Memberdayakan dan Mendayagunakan Tenaga Kerja Secara Optimal dan Manusiawi

Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang  terpadu untuk dapat  memberikan  kesempatan  kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.”

2. Mewujudkan Pemerataan Kesempatan Kerja dan Penyediaan Tenaga Kerja yang Sesuai dengan Kebutuhan Pembangunan Nasional dan Daerah

Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.”

 

3. Memberikan Perlindungan Kepada Tenaga Kerja Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Keluarganya

Karena bidang ketenagakerjaan dianggap penting dan menyangkut kepentingan umum, maka Pemerintah mengalihkannya dari hukum privat menjadi hukum publik. Alasan lain adalah banyaknya masalah ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar negeri. Salah satu contoh adalah banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menyangkut penggunaan tenaga kerja asing. Setiap putusan badan peradilan PHI akan menjadi evaluasi untuk kepentingan di bidang ketenagakerjaan.

·         Ketentuan Perjanjian Kerja dalam UU No 13 Tahun 2003

Bagian penting dalam ketenagakerjaan yang banyak mendapat sorotan adalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha.Hubungan kerja ini termasuk sebagai Perjanjian.Sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak dilarang

5. Hubungan kerja

Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dilakukan harus menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 maka terdapat unsur dari hubungan kerja yaitu :

1. Adanya unsur service (pelayanan)

2. Adanya unsur time (waktu)

3. Adanya unsur pay (upah)

Masyarakat pada umumnya tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan tidak adil (diskriminasi) antara sesama pekerja atau antara pekerja dengan pengusaha. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” dan Pasal 6 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”

 

Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Seperti yang kita ketahui ada hak dan kewajiban karyawan yang perlu dipenuhi.Baik hak karyawan yang harus dipenuhi di sisi perusahaan sedangkan kewajiban yang harus dipenuhi di sisi karyawan. Hak dan kewajiban karyawan berdasarkan pasal dan undang-undang yang berlaku seperti apa saja itu? Kita simak pembahasan dibawah ini.

 

Hak Tenaga Kerja Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan

Menurut UU Ketenagakerjaan Repubik Indonesia No 13 Tahun 2013, pemberi kerja atau pengusaha yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar upah kerja lembur.

Berikut ini adalah pasal-pasal dari UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 13 Tahun 2013:

Pasal 77 ayat 2

Waktu kerja meliputi:

7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pasal 78 ayat 2

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

 

Kamu sebagai karyawan, sebaiknya mengetahui hak kamu sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Jangan sampai kamu dirugikan sebagai pihak pekerja karena ketidaktahuan kamu akan hak karyawan yang sebetulnya dapat kamu klaim. Berikut ini hak karyawan yang umumnya perlu kamu ketahui menurut UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

 

Hak Tenaga Kerja Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Kamu sebagai tenaga kerja memiliki hak untuk membentuk dan menjadi anggota dari serikat tenaga kerja.Kamu dan rekan tenaga kerja kamu sangat diperbolehkan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi kerja kamu sesuai dengan minat dan bakat. Tidak hanya itu saja, kamu sebagai tenaga kerja mendapatkan jaminan dari perusahaan (tempat kamu bekerja) dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat serta martabat berdasarkan norma dan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Peraturan Pemerintah yang masuk dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tertulis dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 104 tentang Serikat Pekerja dan Undang-undang nomor 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja memberikan hukuman pidana kepada siapapun yang melakukan tindakan anti serikat pekerja/serikat buruh.

Tindakan yang dimaksud termasuk melarang orang membentuk, bergabung atau melakukan aktivitas serikat pekerja/serikat buruh, memecat atau mengurangi upah pekerja/buruh karena melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh, melakukan kampanye anti serikat dan intimidasi dalam bentuk apapun.

Hak Tenaga Kerja Atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan serta Kesehatan Kerja)

Sebagai tenaga kerja, kamu berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan.Bila isi ketentuan perjanjian kerja mengenai hal ini dirasa meragukan, kamu sebagai tenaga kerja berhak untuk mengajukan keberatan kepada pihak pemberi kerja atau perusahaan. Peraturan mengenai hak karyawan atas jaminan sosial ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU No. 03 Tahun 1992, UU No. 01 Tahun 1970, Ketetapan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993, Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, Peraturan Menteri (Permen) No. 4 Tahun 1993, dan No. 1 Tahun 1998.

Hak Tenaga Kerja Menerima Upah yang Layak

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.Oleh karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap provinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Provinsi. Menurut Permen No. 1 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.Upah minimum ini ditetapkan setiap satu tahun sekali oleh gubernur berdasarkan rekomendasi Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah (sekarang Dewan Pengupahan Provinsi).

Selain itu ada juga yang disebut dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang merupakan upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota.Penetapan upah minimum kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur yang penetapannya harus lebih besar dari upah minimum provinsi. Sebagai informasi, karyawan lelaki dan wanita upahnya harus sama berdasarkan beban kerjanya. Peraturan tersebut tertulis dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, PP No. 8 Tahun 1981 dan Peraturan Menteri No. 01 Tahun 1999.

Hak Tenaga Kerja atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti & Libur

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 79 mengenai waktu kerja:

Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:

a.       Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b.      Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c.       Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

d.      Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan padatahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

e.       Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Hak Tenaga Kerja Membuat Perjanjian Kerja (PKB)

Kamu yang telah tergabung dalam Serikat Tenaga Kerja memiliki hak untuk dapat membuat Perjanjian Kerja atau PKB yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah. Perjanjian kerja tersebut berisi tentang berbagai persetujuan bersama di antaranya hak dan kewajiban pengusaha beserta karyawan, jangka waktu berlakunya perjanjian dan perjanjian yang disepakati oleh keduanya.Peraturan mengenai hak membuat perjanjian kerja ini tertulis dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2000.

Hak Tenaga Kerja Perempuan Seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Pemerintah Republik Indonesia juga memperhatikan para pekerjanya yang berjenis kelamin perempuan melalui beberapa peraturan sebagai berikut:

 

Hak Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan

UU No.13 Tahun 2013 Pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan. Pekerja perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Keluarga pekerja wajib memberi kabar ke perusahaan mengenai kelahiran anaknya dalam tujuh hari setelah melahirkan serta wajib memberikan bukti kelahiran atau akta kelahiran kepada perusahaan dalam enam bulan setelah melahirkan.

Hak Perlindungan Selama Masa Kehamilan

UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, perusahaan wajib menjamin perlindungan bagi pekerja wanita yang sedang hamil, karena pekerja yang sedang hamil berada dalam kondisi yang sangat rentan oleh karena itu harus dihindarkan dari beban pekerjaan yang berlebih.

Hak Cuti Keguguran

Pekerja yang mengalami keguguran juga memiliki hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan dengan disertai surat keterangan dokter kandungan. Peraturan ini diatur dalam pasal 82 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003.

Hak Karyawan Atas Perlindungan Keputusan PHK yang Tidak Adil

Jika kamu mendapatkan keputusan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK secara tidak adil, Anda memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja. Hal ini diatur dalam surat edaran menteri tenaga kerja nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Aturan ini juga mencatat tentang pencegahan pemutusan hubungan kerja massal.

 

Kewajiban Karyawan

Pada dasarnya ada 3 kewajiban karyawan yang harus dipatuhi yang meliputi :

Kewajiban Ketaatan

Ketika seseorang bergabung dalam perusahaan maka karyawan tersebut harus konsekwen untuk mentaati dan patuh pada perintah dan arahan yang diberikan oleh perusahaan karena mereka terikat dengan perusahaan.Namun, karyawan tidak harus memenuhi perintah yang diberikan atasan jika perintah tersebut dinilai tidak wajar atau melanggar hukum.

Misalnya untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti memperbaiki mobil pribadi milik atasannya.Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, misalnya administrasi diberi tugas untuk membersihkan ruangan.Untuk menghindari masalah kewajiban ketaatan ini adalah dengan membuat job desc yang jelas dan lengkap saat karyawan mulai masuk bekerja.Deskripsi pekerjaan ini sebaiknya dibuat cukup fleksibel sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa diprioritaskan.

 

Kewajiban Konfidensialitas

Kewajiban karyawan selanjutnya adalah kewajiban konfidensialitas atau kerahasiaan.Setiap karyawan dalam sebuah perusahaan yang memiliki akses terhadap kerahasiaan perusahaan wajib menyimpan informasi yang bersifat rahasia. Misalnya, bagian keuangan, operasional, atau IT tidak diperkenankan membuka rahasia perusahaan kepada orang lain.

Kewajiban ini tidak hanya dipegang saat karyawan masih bekerja di perusahaan tersebut, tapi juga ketika sudah resign atau pindah kerja.  Jika seorang karyawan pindah ke tempat baru dengan membawa rahasia perusahaan sebelumnya dengan harapan mendapat kompensasi yang lebih besar, maka tindakan tersebut dipandang sebagai perilaku yang tidak etis.

 

Kewajiban Loyalitas

Kewajiban karyawan lainnya adalah kewajiban dalam hal loyalitas atau kesetiaan.Seorang karyawan juga harus memiliki konsekwensi loyalitas dan dedikasi terhadap perusahaan. Karyawan tersebut harus mendukung apa yang menjadi visi dan misi perusahaan. Karyawan ‘kutu loncat’ atau yang sering berpindah kerja dengan tujuan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dianggap kurang loyal karena hanya mengutamakan materi saja.

 

 

 

 

 

Sanksi hak dan kewajiban Tenaga Kerja

Sanksi di UU Ketenagakerjaan yang Wajib Diketahui oleh Pengusaha February 27, 2019 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 atau yang biasa disebut sebagai Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) memiliki peran yang sentral dalam mengatur permasalahan perburuhan di Indonesia.

UU Ketenagakerjaan dapat dikatakan menggambarkan hubungan yang ada di antara pemangku kepentingan yakni, pengusaha, pekerja, dan Pemerintah.Salah satu peran Pemerintah dalam posisinya sebagai pemangku kepentingan dalam hal ketenagakerjaan adalah menjadi regulator atau pengatur.Telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan terkait sanksi yang dapat dikenakan dalam hal ketidaktaatan terhadap aturan undang-undang.Apa saja jenis sanksinya? Perbuatan apa saja yang dapat dikenai sanksi? Simak ulasannya di bawah berikut ini.

Sanksi Administratif Terdapat dua macam sanksi yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan, yakni sanksi administratif dan sanksi pidana.Sanksi administratif yang diberikan dapat berbentuk teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pencabutan ijin.

 Sanksi administratif diberikan dalam hal pelanggaran atas hal: Diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan (Pasal 5); Diskriminasi dalam bekerja (Pasal 6); Tidak terpenuhinya persyaratan penyelenggaraan pelatihan kerja (Pasal 15); Pemagangan di luar wilayah Indonesia tidak sesuai aturan (Pasal 25); Pemungutan biaya penempatan tenaga kerja tak sesuai aturan (Pasal 38 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tak sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1); Pemberi kerja tidak membayar kompensasi kepada tenaga kerja asing (Pasal 47 Ayat (1); Pemberi kerja tidak memulangkan tenaga kerja asing setelah masa kerja berakhir (Pasal 48); Perusahaan tidak menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (Pasal 87); Perusahaan tidak membentuk lembaga kerja sama bipartit sesuai aturan (Pasal 106); Pengusaha tidak mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja atas biaya perusahaan (Pasal 126 Ayat (3); Pengusaha tidak memberikan bantuan kepada tanggungan pekerja yang ditangkap bukan atas dasar aduan pengusaha (Pasal 160 Ayat (1) dan (2);

Sanksi Pidana Bentuk pidana yang diberikan bermacam-macam, yakni denda, kurungan, dan penjara.Sanksi pidana penjara 2-5 tahun dan/atau denda Rp200-500 juta diberikan kepada orang yang mempekerjakan atau melibatkan anak dalam pekerjaan.Sanksi pidana penjara 1-5 tahun dan/atau denda Rp100-500 juta diberikan kepada pengusaha yang tidak mengikutsertakan karyawan perusahaannya di dalam program pensiun. Sanksi pidana penjara 1-4 tahun dan/atau denda Rp100-400 juta diberikan kepada pihak yang melanggar ketentuan pada: mempekerjakan tenaga kerja asing tak sesuai aturan (Pasal 42 Ayat (1) dan (2)); mempekerjakan anak (Pasal 68); mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan tak sesuai persyaratan (Pasal 69 Ayat (2)); tidak memberikan kesempatan ibadah bagi pekerja (Pasal 80); tidak memberikan istirahat yang berhak bagi pekerja yang ingin melahirkan (Pasal 82)); membayar upah lebih rendah dari upah minimum (Pasal 90 Ayat (1)); Menghalangi hak mogok kerja pegawai (Pasal 143 Ayat (1)); dan Tidak mempekerjakan pekerja kembali setelah terbukti tak bersalah atau memberikan hak atas pemutusan hubungan kerja (Pasal 160 Ayat (4) dan (7)).

 Sanksi pidana penjara satu bulan sampai empat tahun dan/atau denda Rp10-400 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Tenaga kerja tidak diberikan perlindungan oleh pelaksana penempatan kerja atau pemberi kerja (Pasal 35 Ayat (2) dan (3)); Tidak memberikan upah kepada pekerja dalam hal yang diatur dalam Pasal 93 Ayat (2); dan Sanksi pidana kurungan satu sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Lembaga penempatan tenaga kerja swasta tidak memiliki izin (Pasal 37 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak menaati ketentuan (Pasal 44 Ayat (1)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak melaksanakan kewajiban sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1)); Pengusaha tidak memberikan perlindungan kepada tenaga kerja cacat (Pasal 67 Ayat (1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan anak tidak memenuhi syarat (Pasal 71 Ayat (2)); Pengusaha melanggar ketentuan mempekerjakan perempuan (Pasal 76); Pengusaha tidak membayar upah lembur sesuai ketentuan (Pasal 78 Ayat (2) dan Pasal 85 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberikan waktu istirahat atau cuti sesuai ketentuan (Pasal 79 Ayat (1) dan (2)); dan Pengusaha melakukan larangan yang diatur undang-undang terkait mogok kerja (Pasal 144)

 Sanksi pidana kurungan satu sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Lembaga pelatihan kerja swasta tidak terdaftar (Pasal 14 Ayat (2)); Lembaga penempatan tenaga kerja swasta memungut biaya tidak sesuai ketentuan (Pasal 38 Ayat (2)); Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan (Pasal 63 Ayat (1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tidak memenuhi syarat (Pasal 78 Ayat (1)); Pengusaha yang memiliki pekerja sekurang-kurangnya sepuluh orang tidak memiliki peraturan perusahaan setelah disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 Ayat (1)); Peraturan perusahaan tidak diperbaharui setelah jangka waktu dua tahun (Pasal 111 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberitahukan atau menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja (Pasal 114); dan Pengusaha tidak memberitahukan secara tertulis kepada pekerja dan/atau serikat pekerja, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya tujuh hari kerja sebelum penutupan perusahaan (Pasal 148).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HAK PENGUSAHA

 

 

1. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.

2. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi

3. Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja

4. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha

 

  KEWAJIBAN PENGUSAHA

1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya

2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan

3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan

4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan

5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi

6. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SANKSI PENGUSAHA

Sanksi penjara satu bulan sampai empat tahun dan/atau denda Rp10-400 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Tenaga kerja tidak diberikan perlindungan oleh pelaksana penempatan kerja atau pemberi kerja (Pasal 35 Ayat (2) dan (3)); Tidak memberikan upah kepada pekerja dalam hal yang diatur dalam Pasal 93 Ayat (2); dan Sanksi pidana kurungan satu sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Lembaga penempatan tenaga kerja swasta tidak memiliki izin (Pasal 37 Ayat (2)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak menaati ketentuan (Pasal 44 Ayat (1)); Pemberi kerja tenaga kerja asing tidak melaksanakan kewajiban sesuai aturan (Pasal 45 Ayat (1)); Pengusaha tidak memberikan perlindungan kepada tenaga kerja cacat (Pasal 67 Ayat (1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan anak tidak memenuhi syarat (Pasal 71 Ayat (2)); Pengusaha melanggar ketentuan mempekerjakan perempuan (Pasal 76); Pengusaha tidak membayar upah lembur sesuai ketentuan (Pasal 78 Ayat (2) dan Pasal 85 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberikan waktu istirahat atau cuti sesuai ketentuan (Pasal 79 Ayat (1) dan (2)); dan Pengusaha melakukan larangan yang diatur undang-undang terkait mogok kerja (Pasal 144)

Sanksi kurungan satu sampai dua belas bulan dan/atau denda Rp 10 juta sampai Rp 100 juta dalam hal melanggar ketentuan pada: Lembaga pelatihan kerja swasta tidak terdaftar (Pasal 14 Ayat (2)); )); Lembaga penempatan tenaga kerja swasta memungut biaya tidak sesuai ketentuan (Pasal 38 Ayat (2)); Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan (Pasal 63 Ayat (1)); Pengusaha yang mau mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tidak memenuhi syarat (Pasal 78 Ayat (1)); Pengusaha yang memiliki pekerja sekurang-kurangnya sepuluh orang tidak memiliki peraturan perusahaan setelah disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 Ayat (1)); Peraturan perusahaan tidak diperbaharui setelah jangka waktu dua tahun (Pasal 111 Ayat (3)); Pengusaha tidak memberitahukan atau menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja (Pasal 114); dan Pengusaha tidak memberitahukan secara tertulis kepada pekerja dan/atau serikat pekerja, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya tujuh hari kerja sebelum penutupan perusahaan (Pasal 148).

C.    Kesimpulan

Kondisi ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan. Banyaknya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya peningkatan terhadap mutu tenaga kerja sehingga mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Adapun cara yang dapat dilakukan yaitu dengan cara latihan kerja, pemagangan dan perbaikan gizi.

Pemerintah dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum itu antara lain dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja, tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya.

Apapun cara untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia dapat melalui investasi, perbaikan daya saing, peningkatan fleksibilitas tenaga kerja, peningkatan keahlian pekerja dan yang paling penting adalah terlaksananya hukum ketenagakerjaan.