NABI SYU’AIB
Perbuatan
maksiat yang dilakukan oleh seseorang yang sebenarnya tidak terdesak untuk
melakukan perbuatan tersebut dosanya lebih besar daripada orang yang berbuat
maksiat karena memang ia terdesak untuk berbuat demikian. Seperti umat Nabi Syu’aib ‘alaihissalam yang
telah dikaruniai harta yang berlimpah namun mereka masih berbuat dosa dengan
melakukan kecurangan dalam timbangan. Allahsubhanahu wa ta’ala pun mengazab
mereka dengan azab yang pedih.
Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat Syu’aib ‘alaihissalam menjadi nabi dan mengutus beliau ke
negeri Madyan. Kejahatan yang dilakukan penduduk Madyan tidak hanya melakukan
kesyirikan, tetapi juga berbuat curang dalam timbangan dan takaran. Melakukan
kecurangan dalam bermuamalah dan mengurangi hak orang lain mereka lakukan. Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam mengajak
mereka untuk beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja
dan melarang mereka berbuat syirik. Beliau juga memerintahkan agar berbuat adil
dan jujur dalam bermuamalah, serta mengingatkan mereka agar jangan merugikan
orang lain
Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam mengingatkan
kaumnya tentang kebaikan yang telah Allah‘alaihissalam limpahkan kepada mereka berupa rezeki
yang beraneka ragam. Sesungguhnya dengan itu semua, mereka tidak perlu sampai
menzalimi manusia dalam urusan harta. Nabi Syu’aib ‘alaihissalam juga mengancam dengan azab yang
mengepung mereka di dunia sebelum di akhirat nanti. Namun mereka menyambutnya
dengan ejekan dan menolak seruan itu sambil mengejek. Mereka berkata,
قَالُواْ يَٰشُعَيۡبُ أَصَلَوٰتُكَ تَأۡمُرُكَ أَن نَّتۡرُكَ مَا يَعۡبُدُ ءَابَآؤُنَآ أَوۡ أَن نَّفۡعَلَ فِيٓ أَمۡوَٰلِنَا مَا نَشَٰٓؤُاْۖ إِنَّكَ لَأَنتَ ٱلۡحَلِيمُ ٱلرَّشِيدُ ٨٧
“Hai
Syu’aib, apakah shalatmu (agamamu) menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang
disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berperbuat apa yang kami
kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal.” (Hud:
87)
Yakni,
kami tetap akan bertahan menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami.
Kami akan tetap berbuat terhadap harta kami dengan berbagai bentuk muamalah
yang kami inginkan, tidak berada di bawah aturan atau ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala dan para rasul-Nya.
Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam berkata
(sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala),
قَالَ يَٰقَوۡمِ أَرَءَيۡتُمۡ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٖ مِّن رَّبِّي وَرَزَقَنِي مِنۡهُ رِزۡقًا حَسَنٗاۚ
“Hai
kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan
dianugerahkan kepadaku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintahnya?” (Hud:
88)
Maksudnya,
Allah subhanahu
wa ta’ala telah
mencukupi aku (dengan rezeki-Nya).
Firman
Allah subhanahu
wa ta’ala,
وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أُخَالِفَكُمۡ إِلَىٰ مَآ أَنۡهَىٰكُمۡ عَنۡهُۚ…
“Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (Hud: 88)
Yakni,
tidaklah aku melarang kalian dari berbagai muamalah yang buruk dan di dalamnya
terdapat perbuatan yang menzalimi manusia, melainkan aku adalah orang pertama
yang meninggalkannya, padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah
memberi aku harta dan memperluas rezeki untukku. Saya sangat membutuhkan adanya
hubungan muamalah ini. Namun saya terikat dengan kewajiban taat kepada Rabbku.
Saya tidak bermaksud dengan tindakan dan perintahku ini
kepada kalian kecuali mendatangkan perbaikan. Artinya, semampu saya, saya akan
berusaha agar keadaan dunia dan akhirat kalian menjadi baik.
وَمَا تَوۡفِيقِيٓ إِلَّا بِٱللَّهِۚ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ وَإِلَيۡهِ أُنِيبُ ٨٨
“Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku berserah diri dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88)
Kemudian beliau mengancam mereka dengan siksaan yang
pernah menimpa umat-umat yang masa dan tempatnya di sekitar mereka.
Firman
Allah subhanahu
wa ta’ala,
وَيَٰقَوۡمِ لَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شِقَاقِيٓ أَن يُصِيبَكُم مِّثۡلُ مَآ أَصَابَ قَوۡمَ نُوحٍ أَوۡ قَوۡمَ هُودٍ أَوۡ قَوۡمَ صَٰلِحٖۚ وَمَا قَوۡمُ لُوطٖ مِّنكُم بِبَعِيدٖ ٨٩
“Janganlah
sekali-kali pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu berbuat
aniaya sehingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud
atau kaum Shalih, sedangkan kaum Luth tidak (pula) jauh dari kalian.” (Hud: 89)
Beliau
menawarkan kepada mereka agar bertaubat dan membangkitkan keinginan mereka
untuk bertaubat. Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berkata,
sebagaimana firman Allahsubhanahu wa ta’ala,
,
وَٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٞ وَدُودٞ ٩٠
“Dan
mohonlah ampunan kepada Rabb kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (Hud: 90)
Namun semua seruan itu tidak berfaedah sedikit pun.
Mereka berkata,
“Dan (dia berkata), ‘Hai kaumku, berbuatlah
menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan
mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang
berdusta. Dan tunggulah (azab Allah), sesungguhnya aku pun menunggu bersama
kalian.’
Dan
ketika datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman
bersamanya dengan rahmat dari Kami. Sedangkan orang-orang yang zalim
dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumah-rumah mereka.” (Hud: 93—94)
Kemudian
Allah subhanahu
wa ta’ala mengirimkan
rasa panas yang hebat kepada mereka yang menyumbat pernapasan mereka sehingga
mereka hampir tercekik karena dahsyatnya. Di saat demikian, Allah subhanahu wa ta’ala mengirimkan awan dingin yang menaungi
mereka, lalu mereka pun panggil-memanggil untuk bernaung di bawahnya. Setelah
mereka berkumpul di bawahnya, tiba-tiba muncullah nyala api demikian hebat
membakar mereka hingga mereka pun mati dalam keadaan mendapat azab, kehinaan,
dan kutukan sepanjang masa.
KISAH
NABI DAUD
Kisah Nabi Daud
Berlalulah tahun-tahun
yang cukup panjang dari wafatnya Musa. Setelah Nabi Musa, datanglah para nabi
dan mereka telah mati dan anak-anak Israil setelah Musa telah kalah. Kitab suci
mereka telah hilang, yaitu Taurat. Ketika Taurat telah hilang dari dada mereka
maka ia pun tercabut dari tangan mereka. Musuh-musuh mereka menguasai peti
perjanjian yang di dalamnya terdapat peninggalan keluarga Musa dan Harun. Bani
Israil terusir dari keluarga mereka dan rumah mereka. Keadaan mereka sungguh
sangat tragis. Kenabian telah terputus dari cucu Lawi, dan tidak tersisa dari
mereka kecuali seorang wanita yang hamil yang berdoa kepada Allah SWT agar Dia
memberinya anak laki-laki. Lalu ia melahirkan anak laki-laki dan menamainya
dengan nama Asymu'il yang dalam bahasa Ibrani berarti Ismail. Yakni Allah SWT
mendengar doaku.
Ketika anak itu tumbuh
dewasa, ibunya itu mengirimnya ke mesjid dan menyerahkannya kepada lelaki saleh
agar belajar kebaikan dan ibadah darinya. Anak itu berada di sisinya. Pada
suatu malam—ketika ia telah menginjak dewasa—ia tidur, lalu ia mendengar ada
suara yang datang dari sisi mesjid. Ia bangun dalam keadaan ketakutan dan
mengira bahwa syaikh atau gurunya memanggilnya. Ia segera menuju gurunya dan
bertanya: "Apakah engkau memang memanggilku?" Guru itu
tidak ingin menakut-nakutinya maka ia berkata: "Ya,
ya." Anak itu pun tidur kembali. Kemudian suara itu lagi-lagi
memanggilnya untuk kedua kalinya dan ketiga hingga ia bangun dan melihat
malaikat Jibril memanggilnya: "Tuhanmu telah mengutusmu kepada
kaummu." Pada suatu hari, Bani Israil menemui nabi yang mulia ini.
Mereka bertanya kepadanya: "Tidakkah kami orang-orang yang
teraniaya?" Dia menjawab: "Benar." Mereka
berkata: "Tidakkah kami orang-orang yang terusir?" Dia
menjawab: "Benar." Mereka
mengatakan: "Kirimkanlah untuk kami seorang raja yang dapat
mengumpulkan kami di bawah satu bendera agar kita dapat berperang di jalan
Allah SWT dan agar kita dapat mengembalikan tanah kita dan kemuliaan
kita." Nabi mereka berkata kepada mereka dan tentu ia lebih tahu
daripada mereka: "Apakah kalian yakin akan menjalankan peperangan
jika diwajibkan peperangan atas kalian?"
Mereka
menjawab: "Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah SWT sedangkan
kami telah terusir dari negeri kami, dan anak-anak kami pun terusir serta
keadaan kami makin memburuk." Nabi mereka
berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Thalut sebagai
penguasa bagi kalian." Mereka berkata: "Bagaimana ia
menjadi penguasa atas kami sedangkan kami lebih berhak mendapatkan kekuasaan
itu daripadanya. Lagi pula, ia bukan seorang yang kaya, sedangkan di antara
kami ada orang yang lebih kaya daripadanya."
Nabi mereka
berkata: "Sesungguhnya Allah SWT memilihnya atas kalian karena ia
memiliki keutamaan dari sisi ilmu dan fisik. Dan Allah SWT memberikan
kekuasaan-Nya kepada siapa pun yang Dia kehendaki."Mereka
berkata: "Apa tanda kekuasaa-Nya?" Nabi
menjawab: "Kitab Taurat yang dirampas musuh kalian akan kembali
kepada kalian. Kitab itu akan dibawa oleh para malaikat dan diserahkan kepada
kalian. Ini adalah tanda kekuasaan-Nya."Mukjizat tersebut benar-benar
terjadi di mana pada suatu hari Taurat kembali kepada mereka.
Daud, seorang pengembala
yang baik, mengambil pedangnya. Dan berkecamuklah peperangan di antara kedua
pasukan. Peperangan dimulai saat pemimpinnya terbunuh dan rasa ketakutan
menghinggapi seluruh pasukannya, sedangkan pasukan yang lain dipimpin oleh
seorang pengembala kambing yang sederhana.
Allah SWT berfirman:
"Tatkala mereka
tampak oleh jalut dan tentaranya, mereka pun berdoa: 'Ya Tuhan kami, tuangkanlah
kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami terhadap orang-orang
kafir.' Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentarajalut dengan izin Allah
memberinya kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya
Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah
tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas
semesta alam." (QS. al-Baqarah: 250-251)
Setelah Daud membunuh
jalut, ia mencapai puncak ketenaran di tengah-tengah kaumnya sehingga ia
menjadi seorang lelaki yang paling terkenal di kalangan Bani Israil. Beliau
menjadi pemimpin pasukan dan suami dari anak perempuan raja. Namun Daud tidak
begitu gembira dengan semua ini. Beliau tidak bertujuan untuk mencapai
ketenaran atau kedudukan atau kehormatan, tetapi beliau berusaha untuk
menggapai cinta Allah SWT. Daud telah diberi suatu suara yang sangat indah dan
mengagumkan. Daud bertasbih kepada Allah SWT dan mengagungkan-Nya dengan
suaranya yang menarik dan mengundang decak kagum. Oleh karena itu, setelah
mengalahkan Jalut, Daud bersembunyi. Beliau pergi ke gurun dan gunung. Beliau
merasakan kedamaian di tengah-tengah makhluk-makhluk yang lain. Di saat
mengasingkan diri, beliau bertaubat kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
telah Kami berikan kepada Daud karunia Kami. (Kami berfirman): 'Hai
gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud', dan
Kami telah melu-nakkan besi padanya. (Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar
dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku
melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Saba': 10-11)
"Dan telah Kami
tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud, dan
Kamilah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi
kepada kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu
bersyukur (kepada Allah)." (QS. al-Anbiya': 79-80)
Ketika Daud duduk, maka
ia bertasbih kepada Allah SWT dan memuliakan-Nya. Allah SWT memilih Daud
sebagai Nabi dan memberinya Kitab Zabur. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berikan
Kitab Zabur kepada Daud." (QS. al-Isra': 55)
Zabur adalah kitab suci
seperti Kitab Taurat. Daud membaca kitab tersebut dan bertasbih kepada Allah
SWT. Saat beliau bertasbih, gunung-gunung juga ikut bertasbih, dan
burung-burung pun berkumpul bersama beliau.
Allah SWT berfirman:
"Dan ingatlah hamba
Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan).
Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud)
di waktu pagi dan petang, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan
terkumpul. Masing-masing amat taat kepada Allah. Dan Kami kuatkan kerajaannya
dan Kami berikan hikmah dan kebijaksanaan dalam menyeksaikan
perselisihan." (QS. Shad: 17-20)
Nabi Ilyasa’ AS
Nama
Nabi Ilyasa’ ‘alaihi as-salam disebut dalam Al-Qur’an 2 kali,
pertama pada Surat Al-An’am 86, dan kedua Surat Shad ayat 48. Kita kutip
pertama kali Surat Al-An’am 86 sekalian dengan ayat 87. Allah SWT berfirman:
وَإِسۡمَٰعِيلَ
وَٱلۡيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطٗاۚ وَكُلّٗا فَضَّلۡنَا عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٦ وَمِنۡ ءَابَآئِهِمۡ
وَذُرِّيَّٰتِهِمۡ وَإِخۡوَٰنِهِمۡۖ وَٱجۡتَبَيۡنَٰهُمۡ وَهَدَيۡنَٰهُمۡ إِلَىٰ
صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٨٧
“Dan
Ismail, Ilyasa’, Yunus dan Luth. masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas
umat (di masanya). Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak
mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. dan Kami telah memilih mereka
(untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan
yang lurus. “ (Q.S. Al-An’am
86-87)
Dalam
ayat 86 di atas disebutkan empat orang Nabi yaitu Ismai’il, Ilyasa’, Yunus dan
Luth. Mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dilebihkan oleh Allah SWT
derajat mereka di atas umat pada masanya. Penyebutan empat nama Nabi pada ayat
ini memang tidak urut secara kronologis. Nabi Luth disebut pada urutan keempat
padahal dia lebih dahulu dari Isma’il, karena Luth sudah diangkat sebagai Nabi
sebelum Isma’il lahir. Luth juga lebih dulu daripada Ilyasa’ dan Yunus.
Pada
ayat selanjutnya yaitu ayat 87 Allah SWT menyatakan juga melebihkan derajat di
antara bapak-bapak mereka (seperti Ibrahim bapak dari Isma’il), keturunan
mereka (Nabi Muhammad SAW adalah keturunan Isma’il), dan juga derajat sebagian
dari saudara-saudara mereka (Ishaq adalah saudara Isma’il). Mereka semua
dipilih oleh Allah SWT menjadi Nabi dan Rasul dan ditunjukkan kepada mereka
jalan yang lurus.
Untuk
yang kedua kali nama Ilyasa’ disebut dalam Surat Shad ayat 48. Kita kutip
sekalian dengan ayat 49. Allah SWT berfirman:
وَٱذۡكُرۡ
إِسۡمَٰعِيلَ وَٱلۡيَسَعَ وَذَا ٱلۡكِفۡلِۖ وَكُلّٞ مِّنَ ٱلۡأَخۡيَارِ ٤٨ هَٰذَا ذِكۡرٞۚ
وَإِنَّ لِلۡمُتَّقِينَ لَحُسۡنَ مََٔابٖ ٤٩
“Dan
ingatlah akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. semuanya termasuk orang-orang yang
paling baik . Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi
orang-orang yang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik” (Q.S. Shad 38: 48-49)
Kalau
pada ayat sebelumnya setelah Ilyasa’ disebut Yunus dan Luth maka pada
ayat ini setelah Ilyasa’ disebut Nabi Zulkifli. Ketiga-tiganya adalah
orang-orang pilihan, artinya semuanya adalah Nabi dan Rasul yang diutus oleh
Allah SWT. Nama mereka disebut sebagai sebuah kehormatan, penghargaan, dan
sebagaimana Nabi-Nabi dan Rasul lainnya, nama mereka nanti akan tetap menjadi
buah bibir umat manusia sepanjang masa sebagai pejuang yang meluruskan
penyimpangan, terutama penyimpangan dari tauhidullah SWT dan membimbing mereka
ke jalan yang benar.
Seperti
halnya Nabi Ilyas AS, Nabi Ilyasa’ AS juga diutus di Baa’labak atau
Ba’alabek (Heliopolis, kota matahari), Lebanon dan juga
meninggal di sana (Athlas Al-Qur’an hal.
86).
Menurut
Ibn Sa’ad, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Washfi dalam Târîkh al-Anbiyâ’ wa ar-Rusul wa
al-Irtibâth az-Zamani wa al-‘Aqâaidi (hlm.
259), Ilyasa’ diutus setelah Ilyas. Lengkapnya beliau adalah Ilyasa’ ibn ‘Uza
ibn Nastalakh ibn Afraim ibn Yusuf ibn Ya’qub ibn Ishaq.
Pada
urutan huruf “ya” dalam buku sejarahnya, Al Hafidz Abu Qasim bin Asakir,
sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dalam Kisah
Para Nabi (hlm. 524)
menyebutkan, “Ilyasa” adalah Al Asbath bin Adi bin Syautlim bin Afraim bin
Yusuf bin Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim alaihissalam.
Ada juga yang menyebutkan, Ilyasa’ adalah putera paman Ilyas. Ada juga yang
menceritakan, ia dulu pernah bersembunyi bersama Ilyas di gunung Qasiyun dari
raja Ba’albak. Setelah Ilyas meninggal dunia, maka posisinya digantikan oleh
Ilyasa’.
Ada
juga yang menyatakan bahwa Ilyasa’ adalah puteranya Akhthub ibn ash-Shakhuz.
Banyak versi tentang nasab Ilyasa’ ditingkat bapak dan kakeknya seperti
terlihat dalam kutipan sebelumnya. Satu versi bapaknya adalah ‘Uza ibn
Nastalakh.Versi lain bapaknya adalah Adi bin Syautlim. Ada juga yang menyebut
bapaknya adalah Akhthub ibn ash-Shakhuz. Tetapi di atas kakeknya semua sepakat
menyebutkan Afraim ibn Yusuf ibn Ya’qub ibn Ishaq. Jadi jelas Nabi Ilyasa’
adalah keturunan Bani Israil (putera-putera Ya’qub) dan diutus kepada Bani
Israil juga.
Dalam
versi Al-Kitab, Ilyasa’ (885-795 SM) ditulis juga Elisa dan Eliseus. Ia
diangkat menjadi nabi pada tahun 830 SM dan ditugaskan berdakwah kepada Bani
Israil dan orang-orang Amoria di Panyas, Syam. Ia wafat di Palestina.
Ilyasa’
adalah anak angkat dari Ilyas. Tatkala Ilyas dikejar-kejar oleh kaumnya yang
durhaka, beliau bersembunyi di rumah Ilyasa’ yang waktu itu masih belia dan
sedang sakit. Ilyas membantu menyembuhkan penyakitnya. Setelah sembuh mereka
bersahabat dan Ilyasa’ selalu mendampingi Ilyas menyeru kaumnya kepada
kebaikan.Setelah Ilyas meninggal dunia, Ilyasa’ meneruskan tugasnya sebagai
Nabi menyeru kaumnya kepada penyembahan Allah SWT semata dan tidak
mempersekutukannya dengan suatu apa pun.
Nabi
Ilyasa’ diutus setelah Ilyas, oleh sebab itu beliau meneruskan misi Nabi Ilyas
AS yaitu menyeru kaumnya untuk hanya menyembah Allah SWT dan tidak
mempersekutukannya dengan suatu apapun. Tentu Nabi Ilyasa’ mengingatkan mereka
tentang Hari Akhir, tentang Sorga dan Neraka. Sebagaimana Nabi2 sebelum dan
sesudah beliau semuanya mengingatkan akan azab Allah di Hari Akhir yang akan
ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka dan juga tidak lupa menjanjikan
sorga dengan segala kenikmatannya kepada orang-orang yang beriman dan beramal
saleh. Dan tentu juga Nabi Ilyasa’ dibekali oleh Allah SWT dalam perjuangannya
dengan mukjizat-mukjizat untuk membuktikan kenabiannya. Dari segi syari’at Nabi
Ilyasa’, sebagaimana Nabi Ilyas meneruskan syariat yang dibawa oleh Nabi Musa
AS dalam Kitab Taurat.
Nabi Ilyas
kisah Nabi Ilyas dijelaskan
dalam Alquran surah Ashshaaffaat [37]: 123-132. ''Sesungguhnya, Ilyas adalah
salah seorang dari rasul-rasul. (Ingatlah) ketika dia berkata kepada kaumnya,
'Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Baal (berhala) dan kamu
tinggalkan sebaik-baik Pencipta, (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu
yang terdahulu?'
Maka, mereka mendustakannya karena itu mereka akan diseret (ke
neraka). Kecuali, hamba-hamba Allah yang ikhlas (menyembah Allah). Kami
tinggalkan nama baiknya sampai kepada umat yang kemudian. Selamat dan sejahtera
bagi Ilyas. Begitulah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sungguh, dia termasuk golongan hamba Kami yang mukmin.''
Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al-Qur'an, Ilyas diutus
oleh Allah kepada kaum Bani Israil di daerah Ba'labak (Heliopolis: Kota
Matahari). Hal yang sama juga disampaikan Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam
karyanya Athlas Tarikh al-Anbiya' wa al-Rusul (Atlas Sejarah Nabi dan
Rasul).
Menurut Sami al-Maghluts, Nabi Ilyas diutus oleh Allah di daerah
Baalbek (Ba'labakha) yang terletak di daerah sebelah barat Damaskus (Suriah),
yang kini masuk wilayah Lebanon. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan Ibnu
Katsir dalam Qishash al-Anbiya'. Sumber lainnya menyebutkan, Baalbek terletak
di sebelah timur Kota Lebanon sekarang ini.
Nabi Ilyas A.S, merupakan
keturunan Nabi Harun A.S, yang ke-empat, Ia diutus Allah Swt kepada kaum Bani
Israil yang suka menyembah berhala Ba’al. Nabi Ilyas A.S, menyeru kepada mereka
agar meninggalkan Ba’al dan menyembah kepada Allah, Dalam al-Qur’an surat
ash-Shaffat dinyatakan:
“Sesungguhnya Ilyas A.S,
adalah salah seorang Rasul Allah, ingatlah ketika ia berkata kepada kaumnya:
‘Mengapa kamu tidak takut kepada Allah?, mengapa kamu menyembah Ba’al, dan kamu
tinggalkan sebaik-baiknya pencipta, yaitu Allah Tuhan kalian dan bapak-bapak
kalian semua?’.”
Kaum Nabi Ilyas A.S,
selalu mendustakan seruan Nabi Ilyas, dan mereka akan disiksa oleh Allah dengan
siksaan yang berat. Karena mereka selalu durhaka kepada Allah, maka datanglah
siksa Allah dengan kemarau panjang, sehingga mereka kehausan dan ternak-ternak
mereka mati, serta kebun dan taman-tanaman yang tertanam di atasnya musnah.
Sedangkan Nabi Ilyas
Sendiri dilanda rasa ketakutan karena takut dibunuh oleh kaumnya sendiri,
sehingga ia berada di tempat persembunyian, pindah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Dan Apabila kaumnyanya menemukan makanan dalam suatu rumah kosong,
mereka berkata:
“Wah, rumah ini sudah dimasuki oleh Ilyas”.
Hingga pada suatu waktu,
Nabi Ilyas memasuki rumah seorang wanita yang memiliki seorang putra, ia
bernama Ilyasa’ dan anak tersebut beriman akan kenabian Nabi Ilyas, lalu anak
tersebut dibawanya kemana pun Nabi Ilyas bergi.
Dan pada saat kaumnya
yang durhaka sudah sangat merasa dahaga dan lapar, serta benar-benar merasakan
siksaan dan kesengsaraan, baru kemudian mereka insaf (sadar) dan menghadap Nabi
Ilyas supaya memohonkan kepada Allah Swt, agar segera diturunkan hujan dan
terhindar dari bahaya kelaparan.
Kemudian Nabi Ilyas A.S, berdoa
kepada Allah Swt:
“Ya Tuhanku, semoga
Engkau berkenan menghilangkan dari mereka bahaya kelaparan yang telah mengancam
kehidupan mereka, dan mudah-mudahan (setelah itu terjadi) menjadikannya
orang-orang yang bersyukur kepada Engaku.”
Allah Swt, mengabulkan
doa Nabi Ilyas A.S, llau hujan turun dan sawah ladang menjadi subur kembali
serta binatang-binatang berkembang biak dan menurunkan anak-anaknya dengan
jumlah yang sangat banyak.
Setelah mereka menerima
rahmat dan karunia Allah, kemudian mereka lupa akan rahmat-Nya, dan mereka
kembali durhaka, bahkan lebih-lebih dari masa yang sebelumnya.
Sehingga mereka disiksa
lagi oleh Allah Swt, dengan siksaan yang sangat pedih. Tetapi saat adzab itu
turun melanda mereka, Nabi Ilyas dan Ilyasa sudah pergi meninggalkan mereka
semua. keduanya terlepas dari siksa itu, karena mereka taat dan berbakti dengan
menyembah kepada Allah Swt.
Nabi Sulaiman
Sebagai raja, Nabi
Sulaiman memiliki
kekayaan yang luar biasa. Banyak diceritakan dalam literatur, bahkan dalam
Alquran yang menjelaskan tentang kekayaan Nabi Sulaiman yang jumlahnya sangat
melimpah.
Ustadz Subhan
Bawazier mengatakan, Nabi Sulaiman merupakan manusia paling kaya yang pernah
Allah Ta'ala ciptakan.
Dikutip dari sebuah
video di Youtube, Ustadz Subhan Bawazier mengungkapkan, "Bahkan ada
hikayat mengatakan saat terbuka itu pintu istana Nabi Sulaiman, di dalam
istananya terdapat taman Sulaiman yang di taman tersebut ada batu dan kerikil
yang kita injak saat mengelilinginya, dan batu yang diinjak itu adalah berlian
dan permata."
Walau diberi harta
yang melimpah, Nabi Sulaiman tetap seorang hamba yang taat dan beriman kepada
Allah. Dia tidak sombong atau pelit dengan kekayaan yang dimilikinya. Bahkan
hingga suatu ketika, Nabi Sulaiman berkeinginan dan merasa mampu memberi makan
semua makhluk hidup di bumi ini, termasuk hewan di darat, laut dan udara.
Kisah tersebut
diceritakan dalam Kitab Durrotun Naashihiin Fii Al-Wa’izhin Wa Al-Irsyad, karya
Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khowbawiy, seorang ulama yang
hidup pada tahun 13 Hijriyah.
Nabi Sulaiman memohon
kepada Allah untuk mengizinkannya memberi makan semua makhluk hidup di bumi.
Namun Allah tidak langsung mengabulkan doa Nabi Sulaiman dan menjawab,
“Sungguh, engkau (Nabi Sulaiman) tidak akan mampu.”
Namun, Nabi Sulaiman
tidak menyerah begitu saja, beliau kembali mengajukan permohonan kepada Allah,
hingga akhirnya Allah mengabulkan doa Nabi Sulaiman untuk memberi makan seluruh
makhluk hidup di dunia saat itu.
Lantas mulailah Nabi
Sulaiman memerintahkan pasukannya, mulai dari manusia, hingga jin untuk
memberitahu kepada seluruh makhluk hidup di bumi untuk menghadiri undangan
jamuan makannya.
Menurut cerita,
makanan yang disajikan Nabi Sulaiman memiliki panjang setara dengan satu bulan
perjalanan, begitu pun dengan lebarnya. Lalu Allah bertanya kepada Nabi
Sulaiman, “Makhluk manakah yang akan memulai (memakan hidangan yang kamu
sediakan)?” Nabi Sulaiman menjawab, “Mereka yang mendarat di darat dan di
laut.”
Kemudian dengan
kekuasan-Nya, Allah memerintahkan satu makhluk besar dari golongan ikan untuk
pertama kali menyantap makanan yang disajikan Nabi Sulaiman.
Alangkah terkejutnya
Nabi Sulaiman ketika melihat ikan besar tersebut melahap habis semua hidangan
yang sudah disediakannya. Ikan itu kemudian berkata, “Hai Sulaiman,
kenyangkanlah perutku, kini aku masih merasa lapar.”
Seketika itu pula,
Nabi Sulaiman langsung bersujud sambil menangis kepada Allah memohon ampunan
karena merasa sombong dan merasa mampu memberi makan semua makhluk hidup.
Padahal memberi makan satu ikan saja ia masih belum cukup dan mampu.
Kisah Nabi Sulaiman ini memberi kita pelajaran dan
mengingatan bahwa Allah itu benar-benar Maha Kaya, dan tidak ada yang bisa
menandingi kekayaan Allah SWT. Bahkan, kekayaan Nabi Sulaiman yang dianggap
sebagai manusia terkaya saja tidak sanggup untuk membuat kenyang satu ekor ikan
pun yang merupakan makhluk ciptaan Allah.