BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis
berawal dari pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab tingkah
laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat dengan perkembangan di abad
ke-19 khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum.
Berbagai penyakit neurologis saat ini telah
dipahami sebagai terganggunya fungsi otak akibat pengaruh fisik atau kimiawi
dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah laku. Akan tetapi kita
harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan tingkah
laku abnormal, dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini
dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi
sel saraf atau neuron untuk mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke
neuron berikutnya dengan menggunakan zat kimia yang disebut neurotransmiter.
Dengan ketidakseimbangan bio kimia otak inilah yang mendasari perspektif
biologis munculnya tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi otak
sudut pandang biologis juga memandang bahwa beberapa tingkah laku abnormal
ditentukan oleh gen yang diturunkan.
Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku
abnormal adalah suatu bentuk perilaku yang maladaptif. Ada juga yang
menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional
discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity.
Perilaku abnormal merupakan suatu istilah yang terutama banyak berkembang di
Amerika Serikat, yang timbul karena masyarakat negara tersebut lebih
berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya pemikiran pada mahzab
perilaku (behaviorisme).
Perilaku abnormal merupakan tampilan
dari kepribadian seseorang, dan tampilan luar atau tampilan atas kedua-duanya.
Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola
peilaku yang lebih mendalam, misalnya skizofren. Perilaku abnormal juga
merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat
kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer,
seperti intoksinasi (peracunan obat-obatan), terutama narkoba yang kesemuanya
itu diakibatkan dari gaya hidup seseorang.
Dari permasalah tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa gaya hidup seseorang dapat menyebabkan tingkah laku abnormal,
dan untuk itu penulis tertarik untuk lebih lanjut menulis hal tersebut dalam
makalah ini.
B.
Permasalahan
Berpijak dari latar belakang di atas maka perumusan permasalahan
yang akan penulis uraikan di dalam penulisan makalah ini yatitu :
1.
Definisi Abnormal
2.
Abnormalitas
prespektif, historis kontemporer dan islam
3.
Konsep
Normal Abnormal
4.
Model/bentuk Abnormal
5.
Penyebab Prilaku Abnormal
C.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
a.
Untuk mengetahui lebih luas tentang perilaku
abnormal
b.
Untuk memperoleh informasi tentang perilaku
Abnormal
c.
Untuk mengetahui ciri-ciri tanda dan gejala
Abnormal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Abnormal
Perilaku Abnormal adalah kondisi emosional
seperti kecemasan dan depresi yang tidak sesuai dengan situasinya. Perilaku
Abnormal terdiri dari dua kata yaitu Perilaku dan Abnormal, Perilaku menurut
kamus bahasa Indonesia adalah tingkah laku seorang manusia/ sikap seorang
manusia, sedangkan Abnormal dapat didefinisikan sebagai hal yang jarang terjadi
(seperti kidal) atau penyimpangan dari kondisi rata-rata (seperti tinggi badan
yang ekstrem). Abnormalitas umumnya ditentukan berdasarkan munculnya beberapa
karakteristik sekaligus dan definisi terbaik untuk ini menggunakan beberapa
kareakteristik Kejarangan statistik, Pelanggaran norma, distress pribadi,
ketidakmampuan atau disfungi, dan repons yang tidak diharapkan
(unexpectedness).
Sumber lain mengatakan Perilaku abnormal adalah
perilaku yang menyimpang dari norma sosial. Karena setiap masyarakat mempunyai
patokan atau norma tertentu, untuk perilaku yang sesuai dengan norma maka dapat
diterima, sedangkan perilaku yang menyimpang secara mencolok dari norma ini
dianggap abnormal. sehingga perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat
mungkin dianggap tidak normal oleh masyarakat lain, jadi gagasan tentang
kenormalan atau keabnormalan berbeda dari satu masyarakat lain dari waktu ke
waktu dalam masyarakat yang sama.
Perilaku Abnormal yang terjadi pada kondisi
emosional biasa terjadi kapan saja dalam kehidupan manusia, Mereka
kadang-kadang bisa terjadi dan sudah terjadi dalam kehidupan orang lain.Sebuah
masalah emosional dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan secara mental
dan fisik.
Perilaku abnormal adalah kekalutan mental &
melampaui titik kepatahan mental = dikenal sebagai nervous breakdown. (get
mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat, konsep perilaku abnormal
telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu itu. Contohnya,
masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan supranatural
atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia
dari Zaman Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu
interpretasi yang muncul adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku
abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari roh-roh jahat.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang
disebut trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh
tertentu.
Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin
meningkat pengaruhnya dan pada akhirnya mendominasi pemikiran di zaman
pertengahan. Doktrin tentang penguasaan oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku
abnormal merupakan suatu tanda kerasukan oleh roh jahat atau iblis. Rupanya,
hal seperti ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di daerah
pedalaman. Kita pernah saksikan tayangan televisi yang mengisahkan tentang
seorang ibu dirantai kakinya karena dianggap gila. Oleh karena keluarga
meyakini bahwa sang ibu didiami oleh roh jahat, maka mereka membawa ibu ini
pada seorang tokoh agama di desanya. Dia diberi minum air putih yang sudah
didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad pertengahan berkaitan
dengan penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad
pertengahan, para pengusir roh jahat dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat
bahwa tubuh korban yang mereka tuju pada dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka
melakukan pengusiran roh jahat (exorcism) dengan cara, misalnya: berdoa,
mengayun-ayunkan tanda salib, memukul, mencambuk, dan bahkan membuat korban
menjadi kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan perilaku abnormal, maka ada
pengobatan
yang lebih kuat, seperti penyiksaan dengan peralatan tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh
jahat tetap bertahan hingga bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke
17 dan 18.Masyarakat secara luas mulai berpaling pada nalar dan ilmu
pengetahuan sebagai cara untuk menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia.
Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan, meliputi
model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan
biopsikososial. Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya
B.
Abnormalitas prespektif,
historis kontemporer dan islam
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari
dalam diri seseorang, seperti keimanan, ketakwaan, sikap menghadapi problema
hidup, keseimbangan dalam berfikir, kondisi kejiwaan seseorang dan sebagainya.
Seseorang yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi, dalam hal ini akan
dapat memperoleh ketenangan dan ketentraman batin dalam hidupnya. Apabila ia
menghadapi suatu problematika hidup, ia menghadapinya dengan sabar dan tidak
mudah putus asa karena sebenarnya dalam diri manusia yang beriman, tidak terjadi
putus asa atau “reaksireaksi kompensasi” dan “mekanisme pertahanan diri” yang
sifatnya merugikan
Sikap seseorang dalam
menghadapi problematika hidup, juga berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Menurut para ahli ilmu jiwa, sikap dan cara orang menghadapi kesukaran itu
berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sesuai dengan kepribadian dan
kepercayaan terhadap lingkungannya. Jika masalah ini ditinjau dari segi agama,
maka akan kita dapati perbedaan antara orang yang beragama dan orang yang tidak
beragama.
Bagi orang yang beragama, kesukaran atau
bahaya sebesar apapun yang harus dihadapinya, dia akan waras dan sabar, karena
dia merasa bahwa kesukaran dalam hidup itu merupakan bagian dari cobaan Allah
terhadap hamba-Nya yang beriman. Dia tidak memandang setiap kesukaran dan
ancaman terhadap dirinya dengan cara yang negatif, tetapi sebaliknya melihat
bahwa di celah-celah kesukaran itu terdapat harapan-harapan. Dia tidak akan
menyalahkan orang lain atau mencari sebab-sebab negatif pada orang lain
Jadi, penghayatan
dan pengamalan agama merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan
mental. Karena dengan menghayati dan mengamalkan agama dengan sungguh-sungguh,
maka keimanan dan ketakwaan akan diraih. Dengan beriman dan bertakwa, manusia mampu
bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi problema hidup dan mampu berfikir
secara seimbang serta kondisi kejiwaannya penuh dengan ketentraman dan
kedamaian karena selalu mengingat Allah. Maka dari itu, orang yang menyikapi
penderitaan yang dialaminya dengan sabar dan menyadari bahwa di balik
penderitaan terdapat hikmah, dapat digolongkan sebagai orang yang sehat
mentalnya. Sebaliknya, orang yang menyikapi penderitaannya dengan keluhan dan
kekecewaan merupakan orang yang mengalami gangguan mental.
1.
Abnormalitas Perspektif Umum
Pendekatan
biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan mental,
seperti penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis
otak. Terapi fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi
kemoterapi, elektrokonvulsif, prosedur pembedahan dan psikofarmakologi.
a.
Kemoterapi
(Chemotherapy)
Chemotherapy atau Kemoterapi
dalam kamus J.P. Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius dalam
penyembuhan gangguan atau penyakit-penyakit mental.Adapun penemuan obat-obat ini dimulai
pada awal tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian
gejala Schizophrenia.
Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat meredakan depresi dan
sejumlah obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan kecemasan.
b.
Elektrokonvulsif
( Electroconvulsive)
Terapi elektrokonvulsif
(electroconvulsive therapy) dijelaskan oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti
pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal electroschot therapy, yaitu adanya
penggunaan arus listrik kecil yang dialirkan ke otak untuk menghasilkan kejang
yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat ini ECT diberikan pada pasien
yang mengalami depresi yang parah dimana pasien tidak merespon pada terapi
otak.
c.
Psychosurgery
Pada terapi ini, tindakan yang
dilakukan adalah adanya pemotongan serabut saraf dengan penyinaran ultrasonik.
Psychosurgery merupakan metode yang digunakan untuk pasien yang menunjukan
tingkah laku abnormal, diantaranya pasien yang mengalamai gangguan emosi yang
berat dan kerusakan pada bagian otaknya.
Pada pasien yang mengalami
gangguan berat, pembedahan dilakukan terhadap serabut yang menghubungkan
frontal lobe dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu.
Terapi ini digunakan untuk
mengurangi simptom psikotis, seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan
emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan
delusi.[18]
2.
Historis Kontemporer Dan Islam
Kesehatan
Mental dalam Islam
Menurut Mujid (2006) kesehatan mental adalah pola-pola yang berisi pola negatif dan
pola positif. Pola positif atau Ijabiy adalah kesehatan mental dimana individu
memiliki kemampuan dalam penyesuaian terhadap dirisendiri dan lingkungan sosial
dan pola negatif atau salaby adalah kesehatan mental yang
dimiliki individu karena terhindar dari neurosis dan psikosis.
Psikopatologi dalam Islam
Psikopatologi menurut
Islam adalah gangguan kepribadian yang ditunjukan sebagai perilaku yang
berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan
aktualisasi diri seseorang yang disebabkan oleh
kesucian qolbu manusia hilang, karena qalbu
menjadi pusat kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari
dosa (guilty feeling) dan perilaku maksiat. Dalam Islam psikopatologi ini dikenal dengan istilah penyakit hati
Perspektif
Islam
Menurut Mujid
(2006 ) Ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap metode perolehan
dan pemeliharaan kesehatan mental, yakni :
a.
Metode Imaniah
Iman adalah kepercayaan sehingga
individu yang beriman adalah individu yang merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam
menghadapi problem hidup. Dengan iman, seseorang memiliki tempat untuk berkeluh
kesah dan tempat memohon apabila ia menghadami permasalahan hidup, baik yang
berkaitan dengan perilaku fisik maupun psikis. Ketika seseorang telah
mengerahkan daya upayanya secara maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun
tetap mengalami kegagalan, tidak berarti kemudian ia putus asa atau bunuh diri.
Keimanan akan mengarahkan seseorang untuk mengevaluasi kinerjanya maksimal atau
belum dalam pemecahan masalah berdasarkan cara – cara yang berada dalam Al –
Qur’an dan al – Hadist akan tetapi jika individu menemui kegagalan, hal yang
perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik kegagalan tersebut dengan percaya
bahwa Allah menguji kualitas keimanannya melalui kegagalan atau agar ia tidak
sombong dan angkuh ketika memperoleh kesuksesan.
b.
Metode Islamiah
Islam memiliki tiga makna yaitu
penyerahan dan ketundukan atau al silm, perdamaian dan keamanan atau al-salm, dan keselamatan atau al
salamah. Realisasi metode Islamah
dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk
hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap kondisi. Kondisi
seperti itu merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kesehatan mental.
c.
Metode Ihsaniah
Ihsan adalah baik.Individu yang baik atau muhsin adalah Individu yang mengetahui
akan hal-hal baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik, dan dilakukan dengan niatan baik pula. Metode ini apabila dilakukan
dengan benar akan membentuk kepribadian muhsin yang dapat ditempuh melalui beberapa tahapan.
Tahapan tersebut meliputi :
1)
Al-bidayah
Tahapan ini disebut juga
tahapan takhalli. Takhalli adalah mengurangi diri dari segala sifat-sifat kotor
, tercela, dan maksiat.
2)
Al-mujahadat
Pada tahapan ini kepribadian
seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini disebut juga
tahalli .
3)
Al-muziqat
Pada tahapan ini, seorang hamba
tidak sekadar menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT , namun ia
merasa kedekatan, kerinduan, dengan Allah. Tahapan ini disebut
Tajalli. Tajalli adalah menampakkan sifat sifat Allah SWT atau Al
– Maul Husna pada diri manusia.[20]
C.
Konsep Normal Abnormal
1.
Konsep Sehat-Normal
a.
Sehat adalah suatu keadaan berupa
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata
berupa absennya penyakit atau keadaan lemah tertentu. (Menurut WHO)
b.
Kesehatan mental adalah penyesuaian
manusia terhadap dunia & satu sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan
yang maksimum. Kesehatan mental meliputi kemampuan menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berempati, dan sikap hidup yang bahagia. (Seorang psikiater : Karl
Menninger).
c.
Kesehatan mental adalah keadaan yang
relatif tetap dimana pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi
diri. (Psikolog : H.B English).
d.
Kesehatan mental meliputi semua keadaan
dan taraf keterlibatan sosial yang diterima oleh orang lain dan memberikan
kepuasan bagi orang yang bersangkutan.
Bebeberapa rumusan di atas, menekankan normalitas sebagai keadaan sehat,
yang secara umum ditandai dengan keefektifan dalam penyesuaian diri, yakni
menjalankan tuntunan hidup sehari-hari sehingga menimbulkan perasaan puas dan
bahagia.
Beberapa ciri orang yang Sehat-Normal yakni
a.
Menurut Maslow dan Mittelmann
Maslow dan Mittelmann menyatakan
bahwa pribadi yang normal dengan jiwa yang sehat ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut.
1)
Memiliki rasa aman yang tepat (sense
of security)
2) Memiliki
penilaian diri (self evaluation) dan wawasan (insight) yang
rasional.
3) Memiliki
spontanitas dan emosional yang tepat.
4) Memiliki kontak
dengan realitas secara efisien.
5) Memiliki
dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu yang sehat.
6) Memiliki
pengetahuan mengenai dirinya secara objektif.
7) Memiliki tujuan
hidup yang adekuat, tujuan hidup yang realistis, yang didukung oleh potensi.
8) Mampu belajar
dari pengalaman hidupnya.
9) Sanggup untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan kelompoknya.
10) Ada sikap
emansipasi yang sehat pada kelompoknya.
11)
Kepribadiannya terintegrasi
2.
Konsep
Abnormal
Abnormal artinya menyimpang dari yang
normal. Yang normal itu yang bagaimana? Bilamana gejala jiwa atau perilaku
dinyatakan normal? Pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab sebab manusia
merupakan makhluk multi dimensional. Manusia merupakan makhluk biologis,
makhluk individu, makhluk sosial, makhluk etis, dst, sehingga perilaku manusia
dapat dijelaskan dari dimensi-dimensi tersebut, begitu juga bila berbicara
mengenai abnormalitas jiwa.
Kriteria Abnormal adalah ;
a.
Abnormalitas menurut Konsepsi
Statistik
Secara statistik suatu gejala
dinyatakan sebagai abnormal bila menyimpang dari mayoritas. Dengan demikian
seorang yang jenius sama- sama abnormalnya dengan seorang idiot, seorang yang
jujur menjadi abnormal diantara komunitas orang yang tidak jujur.
b.
Abnormal menurut Konsepsi
Patologis
Berdasarkan konsepsi ini tingkah laku
individu dinyatakan tidak normal bila terdapat simptom-simptom (tanda-tanda)
klinis tertentu, misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia, dst. Sebaliknya
individu yang tingkah lakunya tidak menunjukkan adanya simptom-simptom tersebut
adalah individu yang normal.
c.
Abnormal menurut Konsepsi
Penyesuaian Pribadi
Menurut konsepsi ini seseorang
dinyatakan penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap
masalah yang dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya
memiliki jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi masalah dirinya
menunjukkan kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak
terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga
dinyatakan jiwanya tidak normal.
d.
Abnormal menurut Konsepsi
Penderitaan/tekanan Pribadi
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu
menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
e.
Tidak semua gangguan (disorder)
menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain
tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.
f.
Juga tidak
semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang
sakit karena disuntik.
g. Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk
menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara
umum.
h. Perilaku berbahaya
i.
Perilaku yang
menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan
abnormal.
j.
Abnormalitas
menurut Konsepsi Sosio-kultural
k. Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan penyesuaiannya
baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang dihadapinya
dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya
l.
memiliki jiwa
yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan kecemasan,
kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak terpecahkan, maka
dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga dinyatakan jiwanya
tidak normal
m. Abnormalitas menurut Konsepsi Kematangan
Pribadi
n. Menurut konsepsi kematangan pribadi, seseorang dinyatakan
normal jiwanya bila dirinya telah menunjukkan kematangan pribadinya, yaitu bila
dirinya mampu berperilaku sesuai dengan tingkat perkembangannya.
o. Disability (tidak stabil)
p. karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para
pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan
mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
q. ú Tidak begitu jelas juga apakah seseorang
yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai
gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip
orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga
apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.
D.
Model/bentuk Abnormal
a.
PSIKOPAT
Disebut juga sosiopat,
adalah kelainan perilaku yang berbentuk antisosial yaitu yang tidak
mempedulikan norma – norma sosial .
b.
KELAINAN
SEXUAL
Ada 2 macam kelainan tingkah laku sexual yaitu :
1.
Homosex
: Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama jenis ( pria )
2.
lesbian
: Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan sesama jenis ( wanita
3.
Pedofilia
: Obyek pemuasan seksual adalah pada anak yang belum akil baligh
4.
Fetisisme
: Obyek pemuasan seksual adalah dengan benda mati seperti pakaian dalam,
rambut.
5.
Nekrofilia
: Obyek pemuasan seksual adalah dengan mayat
6.
Bestiality
: Obyek pemuasan seksual adalah dengan binatang
7.
Gerontoseksualitas
: Obyek pemuasan seksual adalah dengan seseorang yang berusia lanjut
8.
Incest
: Obyek pemuasan seksual dengan sesama anggota keluarga yang tidak
diperbolehkan melakukan pernikahan
c.
Kelainan
pada cara
Obyek pemuasan seksual tetap lawan jenis, tetapi dengan cara yang tidak biasa,
contoh :
1.
Ekshibisionis
: Cara pemuasan seksual dengan memperlihatkan genetalianya kepada orang lain
yang tidak dikenalnya
2.
Voyeuris
:Cara pemuasan seksual dengan melihat/ mengintip orang telanjang
3.
Sadisme
: Cara pemuasan seksual dengan menyakiti secara fisik dan psikologis obyek
seksualnya
4.
Masokisme
: Cara pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri
5.
Frottage
: Cara pemuasan seksual dengan meraba orang yang disenangi tanpa diketahui oleh
korbannya
d.
PSIKONEUROSIS
Kumpulan reaksi psikis dengan ciri spesifik kecemasan dan diekspresikan secara
tidak sadar dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri, contoh :
1.
Fugue
: Bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk mengembara atau
meninggalkan rumah karena amnesia
2.
Somnabulisme
: Keadaan tidur sambil berjalan dan melakukan suatu perbuatan
3.
Multiple
personality : Kepribadian ganda
4.
Fobia
: Ketakutan yang tiada sebab, irasional dan tidak logis walaupun sebenarnya
tidak ada alasan untuk takut
5.
Obsesi
: Ide kuat yang bersifat terus menerus melekat dalam pikiran dan tidak mau
hilang serta sering irasional
6.
Histeria
: Gangguan mental yang ditandai dengan perilaku yang cenderung dramatis,
emosional dan reaksi berlebihan
7.
Hipokondria
: Kondisi kecemasan yang kronis, pasien selalu merasakan ketakutan yang
patologis tentang kesehatan sendiri
e.
PSIKOSIS
Disebut dengan kelainan kepribadian yang besar (Psychosis Mayor) karena seluruh
kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut tidak dapat lagi
hidup dan bergaul normal dengan orang di sekitarnya
E.
Penyebab Prilaku
Abnormal
1.
Penyebab Perilaku Abnormal
Menurut tahap – tahap
berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Menurut Tahap Berfungsinya
1)
Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah
kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya
infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu
sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif
atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan
total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2)
Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing
Cause )
Kondisi yang mendahului
dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi –
kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang
tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan
hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa
aman yang lebih baik
3)
Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi
individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang
menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh
tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu
karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4)
Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung
mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptifyang sudah terjadi.
Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit”
justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas
dirinya, dan menunda kesembuhannya.
(Dyah Kusbiantari dalam http://kusbiantari.blogspot.com/2012 diakses tanggal 16
November 2012).
Dalam
kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab
tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan
sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan,
sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami
istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan
mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya – foya sedangkan sang suami
hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami
dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman – temannya.
Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan telaah teoritis yang telah penulis lakukan, terutama
pembahasan pada bab II diperoleh kesimpulan, bahwa perilaku abnormal merupakan
perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang baik darin tampilan luar maupun
tampilan dalam atau juga dapat merupakan sebutan untuk masalah-masalah yang
berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan yang gejala-gejalanya
bersifat akut dan temporer, seperti intoksinasi (peracunan obat-obatan),
terutama narkoba. Perilaku abnormal dapat disebabkan oleh gaya hidup
seseorang, berikut beberapa penyebab perilaku abnormal :
a.
Menurut Tahap Berfungsinya
1)
Penyebab Primer ( Primary Cause )
2)
Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing
Cause )
3)
Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
4)
Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
b.
Menurut Sumber Asalnya
1)
Faktor Biologis
2)
Faktor – faktor psikososial
a)
Trauma Di Masa Kanak – Kanak
b)
Deprivasi Parental
c)
Hubungan orang tua – anak
yang patogenik
d)
Struktur keluarga yang patogenik
e)
Keluarga yang tidak mampu
mengatasi masalah sehari-hari.
f)
Stress berat
c.
Faktor – faktor Sosiokultural
a)
Suasana perang dan
suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
b)
Terpaksa menjalani peran
social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam
peperangan harus membunuh.
c)
Menjadi korban prasangka dan diskriminasi
berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll.
B.
Saran-saran
Bertolak dari kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
-
Diharapkan kepada pendidik dan orang tua dalam
memberikan arahan tentang gaya hidup yang sehat bagi anak dan siswa di sekolah.
-
Untuk dapat contoh tentang gaya hidup yang sehat
dan baik, maka orang tua atau pendidik diupayakan memahami dan mengerti tentang
bagaiman perkembangan gaya hidup yang berkembang di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.syifa.wordpress.com 2007. Gaul
vs Konsumtif. Diakses 26 Oktober 2012
http://dhesny-hon.blogspot.com/perilaku-abnormal.html diakses tanggal 16
November 2012
Dyah Kusbiantari dalam http://kusbiantari.blogspot.com/2012 diakses tanggal 16
November 2012.
Emil
Kraepelin, 2007. Psychiatric Mental Health Nursing (Terjemahan).
Philadelphia : J. B. Lippincot Company.
Featherstone,
Mike (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan
Budaya Konsumen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fakhrurrozi.
M. 2012, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya
Sunarto,
Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi (Edisi Kedua). Hal 93. Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Universitas Sumatera
Utara .